Modul – 2
PROFESI KEGURUAN
Pendahuluan
Modul
2 ini membahas tentang profesi keguruan. Secara umum modul ini merupakan salah
satu bagian yang perlu dipahami anda dalam mempelajari mata kuliah Etika
Profesi pendidik dan tenaga kependidikan secara keseluruhan. Di dalam membahas
materi profesi keguruan ini dijelaskan, tentang makna profesi serta
karakteristik dan syarat suatu profesi keguruan.
Dewasa
ini ada kegandrungan dalam masyarakat untuk menuntut profesionalisme dalam
bekerja. Walaupun istilah ini sering digunakan serampangan tanpa jelas
konsepnya, namun hal tersebut menunjukkan refleksi dari adanya tuntutan yang
makin besar dalam masyarakat akan proses dan hasil kerja yang bermutu, penuh
tanggung jawab, bukan hanya sekedar asal dilaksanakan.
Setelah
mempelajari modul 2 ini, secara khusus anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan makna profesi secara tepat
2. Menjelaskan karakteristik dan syarat
profesi guru secara tepat
Kemampuan-kemampuan
tersebut sangat penting bagi anda untuk mengembangkan wawasan dan pemahaman
tentang profesi keguruan sebagai bahan analisis anda dalam mempelajari modul
selanjutnya. Untuk memahami hal tersebut, maka modul ini disajikan dalam uraian
dan latihan yang mencakup beberapa kegiatan belajar sebagai berikut:
Kegiatan Belajar 1:
Makna Profesi
Kegiatan Belajar 2:
Karakteristik dan Syarat Profesi Guru
Untuk
membantu anda dalam mempelajari modul ini, ada baiknya diperhatikan beberapa
petunjuk belajar berikut ini.
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan
modul ini sampai Anda memahami betul apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari
modul ini;
2. Baca sepintas bagian demi bagian dan
temukan kata-kata kunci dan kata-kata yang Anda anggap baru. Carilah dan baca
pengertian kata-kata kunci dalam istilah teknis pada modul ini atau dalam kamus
yang ada;
3. Camkanlah pengertian demi pengertian
dari isi modul ini melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa
lain atau dengan tutor anda;
4. Terapkan pengertian-pengertian etika
profesi guru secara imajiner (dalam pikiran) dan dalam situasi terbatas melalui
simulasi sejawat (peer-group simulation)
pada saat tutorial;
5. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi
mengenai pengalaman simulasi dalam kelompok kecil atau klasikal pada saat
tutorial;
6. Untuk memperluas wawasan, baca dan
pelajari sumber-sumber lain yang relevan. Anda dapat menemukan bacaan dari
berbagai sumber, termasuk dari internet;
7. Mantapkan pemahaman Anda dengan
mengerjakan latihan dan melalui kegiatan diskusi dalam kegiatan tutorial dengan
mahasiswa lainnya atau teman sejawat;
8. Jangan dilewatkan untuk mencoba menjawab
soal-soal yang dituliskan pada setiap akhir kegiatan belajar. Hal ini berguna
untuk mengetahui apakah Anda sudah memahami dengan benar kandungan bahan
belajar dalam modul ini.
Untuk
menjawab soal tes formatif secara lengkap, Anda dapat mengacu pada uraian
materi dalam modul ini. Cocokanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban tes
formatif yang ada pada bagian belakang modul. Hitunglah jawaban Anda yang
benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda.
Rumus:
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat
Penguasaan = x100%
10
Arti
Tingkat Penguasaan:
90% - 100% = Baik Sekali
80% - 89% = Baik
70% - 79% = Cukup
<69% = Kurang
Kalau
Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan dengan
modul berikutnya, akan tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih dibawah
80%, Anda harus masih mengulang untuk mempelajari modul ini, terutama bagian
yang belum Anda kuasai.
Kegiatan Belajar – 1
MAKNA PROFESI
Untuk
menjadi guru profesional tidak mudah, harus memiliki syarat-syarat khusus dan
harus mengetahui seluk-beluk teori pendidikan. Begitu juga ternyata untuk
menjadi seorang guru (yang dapat digugu dan ditiru) tidaklah mudah seperti yang
dibayangkan orang selama ini. Mereka menganggap hanya dengan pegang kapur dan
membaca buku pelajaran, maka cukup bagi mereka untuk berprofesi sebagai guru.
A.Makna Profesi
Secara
leksikal, perkataan profesi itu ternyata mengandung berbagai makna dan
pengertian. Pertama, profesi itu
menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas sesuatu kebenaran
(ajaran agama) atau kredibilitas seseorang (Hornby, 1962). Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu
pekerjaan atau urusan tertentu (a
particular business, Hornby, 1962), Webster’s New World Dictionary
menunjukkan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut
pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal arts atau science,
dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti
mengajar, keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya; terutama kedokteran, hukum
dan tekhnologi. Good’s Dictionary of Education lebih menegaskan lagi bahwa
profesi itu merupakan suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang
relatif lama diperguruan tinggi (kepada pengembannya) dan diatur oleh suatu
kode etika khusus. Dari berbagai penjelasan itu dapat disimpulkan bahwa profesi
itu pada hakekatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut
persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan
pihak yang memerlukannya.
Pada
umumnya masyarakat awam memaknai kata profesionalisme bukan hanya digunakan
untuk pekerjaan yang telah diakui sebagai suatu profesi, melainkan pada hampir
setiap pekerjaan. Muncul ungkapan misalnya penjahat profesional, sopir
profesional, hingga tukang ojeg profesional. Dalam bahasa awam pula, seseorang
disebut profesional jika cara kerjanya baik, cekatan, dan hasilnya memuaskan.
Dengan hasil kerjanya itu, seseorang mendapatkan uang atau bentuk imbalan
lainnya.
Dalam
bahasa populer, profesionalisme dikontraskan dengan amatiran. Seorang amatir
dianggap belum mampu bekerja secara terampil, cekatan, dan baru taraf belajar.
Dalam olahraga lebih jelas perbedaannya dengan menggunakan ukuran bayaran.
Pemain profesional adalah pemain yang berhak mendapatkan bayaran sebagai imbalan
dari kesetaraannya dalam pertandingan. Faktor bayaran merupakan alasan utama
mengapa seseorang bermain. Pemain amatir, dipihak lain, bermain bukan di bayar,
melainkan untuk bermain dan memenangkan pertandingan – meskipun mendapatkan
bayaran juga dari induk organisasinya atau bonus dari pemerintah/ swasta.
Ada
anggapan umum derajat pemain profesional lebih tinggi dari pemain amatir,
meskipun dari segi keterampilan teknis, pemain profesional tidak selalu lebih
baik daripada pemain yang statusnya masih amatir. Tradisi pemain profesional
tumbuh di negara-negara Barat, di mana olahraga merupakan obyek bisnis.
Patutkah
disalahkan penggunaan istilah yang serampangan itu? Tidak, karena istilah
profesi bukan monopoli kalangan tertentu. Namun secara sosiologis ada aspek
positifnya di belakang gejala itu, yaitu refleksi dari adanya tuntutan yang
main besar dalam masyarakat akan proses dan hasil kerja yang bermutu, penuh
tanggung jawab, bukan sekedar asal dilaksanakan.
Vollmer
(1956) dengan menggunakan pendekatan kajian sosiologik, mempersepsikan bahwa
profesi itu sesungguhnya hanyalah merupakan suatu jenis model atau tipe
pekerjaan ideal saja, karena dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk
mewujudkannya. Namun demikian, bukanlah merupakan hal mustahil pula untuk
mencapainya asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh kepada pencapainya. Proses
usaha menuju ke arah terpenuhinya persyaratan suatu jenis model pekerjaan ideal
itulah yang dimaksudkan dengan profesionalisasi.
Pernyataan diatas itu mengimplikasikan bahwa
sebenarnya seluruh pekerjaan apapun memungkinkan untuk berkembang menuju kepada
suatau jenis model profesi tertentu. Dengan mempergunakan perangkat
persyaratannya sebagai acuan, maka kita dapat menandai sejauh mana sesuatu
pekerjaan itu telah menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dan/atau
seseorang pengemban pekerjaan tersebut juga telah memiliki dan menampilkan
ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu pula yang dapat dipertanggungjawabkan
secara profesional (memadai persyaratan sebagai suatu profesi). Berdasarkan
indikator-indikator tersebut maka selanjutnya kita akan dapat mempertimbangkan
derajat profesionalitasnya (ukuran kadar keprofesiannya). Jika konsepsi
keprofesian itu telah menjadi budaya, pandangan, faham, dan pedoman hidup
seseorang atau sekelompok orang atau masyarakat tertentu, maka hal itu dapat
mengandung makna telah tumbuh kembang profesionalisme di kalangan orang atau
masyarakat yang bersangkutan.
Namun
ada semacam common denominators antara
berbagai profesi. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocation) yang kemudian berkembang makin
matang. Selain itu, dalam bidang apapun profesionalisme seseorang ditunjang
oleh tiga hal. Tanpa ketiga hal ini dimiliki, sulit seseorang mewujudkan
profesionalismenya. Ketiga hal itu ialah keahlian, komitmen, dan keterampilan
yang relevan yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang ditengahnya terletak
profesionalisme. Ketiga hal itu pertama-tama dikembangkan melalui pendidikan
pra-jabatan dan selanjutnya ditingkatkan melalui pengalaman dan pendidikan/
latihan dalam jabatan. Karena keahliannya yang tinggi, maka seorang profesional
dibayar tinggi. “well educated, well trained, well paid”< adalah salah satu
prinsip profesionalisme.
Dengan
demikian, seorang guru yang dapat menyandang tugas profesional itu seyogianya:
1. Memiliki pengetahuan dan pengertian
tentang pertumbuhan jiwa manusia dari segala segi dan sendinya, demikian pula
tentang proses belajar.
2. Memiliki pengetahuan dan pengertian
tentang alam dan masyarakat, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi proses
belajar khususnya dan pendidikan umumnya. Hal ini sangat penting bagi
pembentukkan daar latar belakang kulturil untuk seorang guru mengingat
kedudukan dan fungsinya dalam masyarakat di mana ia mengabdi.
3. Menguasai sepenuhnya pengetahuan dan kefahaman
tentang vak (bidang disiplin ilmu/studi) yang ia ajarkan.
4. Memiliki secukupnya pengetahuan dan
pengalaman tentang seni mengajar; hal ini hanya dapat diperoleh setelah
mempelajari metodik dan didaktik teoritis maupun praktis, umum maupun khusus,
termasuk praktek mengajar secukupnya.
Paling
sedikit syarat-syarat umum tersebut harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh
mereka yang akan terjun dalam kalangan pendidikan dan pengajaran. Biar
bagaimanapun juga pekerjaan mengajar adalah suatu “profession”, dan
syarat-syarat umum tadi dengan segala pendidikan dan latihan yang diperlukan
untuk memenuhinya, adalah akibat wajar yang lahir dari suatu “profession
status”. Oleh karena itu, atas dasar syarat-syarat umum tersebut, susunan
rencana pelajaran untuk pendidikan guru berpokok pada:
-
Pendidikan
profesional (untuk memenuhi syarat a dan b)
-
Pendidikan
umum (untuk memenuhi syarat b)
-
Pendidikan
spesialisasi (untuk memenuhi syarat c)
Gagasan
model ketiga ini ternyata amat selaras dengan dasar pemikiran yang berkembang
di lingkungan UNESCO sebagaimana dikemukakan Goble (1977) dalam bukunya The Changing Role of The Teacher, yang
mengidentifikasikan beberapa kecenderungan perubahan peranan guru, yaitu:
-
Kecenderungan
ke arah diversifikasi fungsi-fungsi proses pembelajaran dan peningkatan
tanggung jawab yang lebih besar dalam pengorganisasian isi dari proses belajar
mengajar.
-
Kecenderungan
ke arah bergesernya titik berat dari pengajaran yang merupakan
pengalihan/transformasi pengetahuan oleh guru kepada proses belajar oleh siswa,
dengan memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan sumber-sumber belajar yang
inovatif di lingkungan masyarakat.
-
Kecenderungan
ke arah individualisai proses belajar dan berubahnya struktur hubungan antara
guru dan siswa.
-
Kecenderungan
ke arah penggunaan teknologi pendidikan modern dan penguasaan atas pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan.
-
Kecenderungan
ke arah diterimanya bentuk kerjasama yang ruang lingkupnya lebih luas bersama
guru-guru yang mengajar di sekolah lain; dan berubahnya struktur hubungan
antara para guru sendiri.
-
Kecenderungan
ke arah kebutuhan untuk membina kerjasama yang lebih erat dengan orang tua dan
orang lain di dalam masyarakat serta meningkatkan keterlibatan di dalam
kehidupan masyarakat.
-
Kecenderungan
ke arah diterimanya partisipasi pelayan sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler.
-
Kecenderungan
ke arah sikap yang menerima kenyataan bahwa otoritas tradisional dalam
hubungannya dengan anak-anak telah berkurang-terutama antara anak-anak yang
lebih tua terhadap orang tuanya.
Guru
dalam Islam sebagai pemegang jabatan profesional membawa misi ganda dalam waktu
yang bersamaan, yakni misi agama dan mis ilmu pengetahuan. Misi agama menuntut
guru untuk menyampaikan nilai-nilai ajaran agama kepada anak didik, sehingga
anak didik dapat menjalankan kehidupan sesuai dengan norma-norma agama
tersebut. Misi ilmu pengetahuan menuntut guru menyampaikan ilmu sesuai dengan
perkembangan zaman. Untuk mewujudkan misi ini, menurut Ghofir yang dikutif oleh
Agus Maimun (2001: 28), guru harus memiliki seperangkat kemampuan, sikap, dan
keterampilan berikut:
1. Landasan moral yang kukuh untuk
melakukan “jihad” dan mengemban amanah.
2. Kemampuan mengembangkan
jaringan-jaringan kerjasama atau silaturahmi.
3. Membentuk team work yang kompak.
4. Mencintai kualitas yang tinggi.
Proses
pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara guru dan peserta didik.
Kualitas hubungan antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran
sebagian besar ditentukan oleh pribadi pendidik dalam mengajar (teaching) dan peserta didik dalam
belajar (learning). Hubungan tersebut
mempengaruhi kesediaan peserta didik untuk melibatkan diri dalam kegiatan ini.
Jadi, bila terjadi hubungan yang positif antara guru dan peserta didik, peserta
didik akan berusaha sungguh-sungguh masuk kedalam kegiatan ini. Hal ini terjadi
karena selain peserta didik memiliki insting peniruan, juga karena mereka
memiliki rasa senang yang diperolehnya dari hubungan positif dengan gurunya. Semakin besar keterlibatan
peserta didik pada kegiatan ini tentu semakin besar pula kemungkinan mereka
memahami dan menguasai bahan pelajaran yang disajikan, begitupula sebaliknya.
Dengan kata lain kualitas hubungan antara guru dan peserta didik menentukan
keberhasilan proses pembelajaran yang efektif.
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan membantu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta
didik melalui proses belajar mengajar (schooling
is building or institustional for
teaching and learning). Fasilitas, sarana, media, sumber dan tenaga
kependidikan.
Merupakan
fasilitator yang membantu, mendorong dan membimbing peserta didik dalam
pembelajaran guna memperoleh keberhasilan dalam belajar.
Belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang
sebagai hasil dari pengalaman dan latihan. Perubahan sebagai hasil dari belajar
dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk, seperti berubahnya pengetahuan,
pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan serta kemampuan. Oleh sebab itu
proses belajar adalah proses aktif. Pembelajaran adalah reaksi terhadap semua
situasi yang ada disekitar individu. Proses belajar mengajar diarahkan kepada
suatu tujuan, proses berbuat melalui pengalaman. Proses belajar mengajar adalah
suatu proses melihat dan mengalami, mengamati dan memahami sesuatu yang
dipelajari untuk memperoleh hasil yang ditentukan, melalui pembinaan, pemberian
penjelasan, pemberian bantuan dan dorongan dari pendidik.
Mengingat
begitu pentingnya hubungan antara guru dan peserta didik dalam menentukan
keberhasilan pembelajaran, maka guru dituntut untuk mampu menciptakan hubungan
yang positif. Guru dituntut untuk menciptakan suasana yang kondusif agar siswa tersedia terlibat sepenuhnya pada kegiatan
pembelajaran. Ada lima fungsi guru dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai (1)
manajer, (2) fasilitator, (3) moderator, (4) motivator, dan (5) evaluator.
Sebagai manajer dalam pembelajaran,
seorang guru pada hakekatnya berfungsi untuk melakukan semua kegiatan-kegiatan
yang perlu dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas-batas
kebijaksanaan umum yang telah ditentukan. Dengan demikian guru bertugas
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengontrol kegiatan belajar
siswa. Sebagai fasilitator, seorang
guru berfungsi untuk memberi kemudahan (kesempatan) kepada siswa untuk belajar.
guru tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta
didik, namun guru berperan penting untuk dapat menunjukkan sumber-sumber
belajar lain kepada peserta didiknya. Sebagai moderator, guru bertugas mengatur, mengarahkan, mendorong dan
mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Guru merupakan motor atau daya penggerak
dari semua komponen pembelajaran guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sebagai motivator, guru harus bisa
memotivasi siswa, menciptakan lingkungan dan suasana yang mendorong siswa untuk
mau belajar dan memiliki keinginan untuk belajar secara kontinu. Sedangkan
sebagai evaluator, guru bertugas
mengevaluasi (menilai) proses belajar mengajar dan memberikan umpan balik hasil
(prestasi) belajar siswa, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Sepanjang sejarah perkembanganya, rumusan profil
tenaga pengajar (guru) ternyata bervariasi, tergantung kepada cara
mempersepsikan dan memandang apa yang menjadi peran dan tugas pokoknya. Pada
umumnya, guru dipandang sebagai pengajar, pendidik, agen pembaharu, bahkan
dianggap memiliki banyak fungsi lain.
1)
Guru sebagai Pengajar
Ia
harus menampilkan pribadinya sebagai cendikiawan (Scholar) dan sekaligus juga sebagai pengajar (teacher). Dengan demikian yang bersangkutan itu harus menguasai;
a) Bidang disiplin ilmu (scientific discipline) yang akan diajarkannya, baik aspek
substansinya maupun metodologi penelitian dan pengembangannya.
b) Cara mengajarkannya kepada orang lain atau bagaimana
cara mempelajarinya.
2)
Guru sebagai Pengajar dan juga sebagai Pendidik
Ia
harus menampilkan pribadinya sebagai ilmuwan dan sekaligus juga sebagai
pendidik, sebagai berikut:
a) Menguasai bidang disiplin ilmu yang diajarkannya.
b) Menguasai cara mengajarkan dan mengadministrasikannya.
c)
Memiliki wawasan dan pemahaman tentang seluk beluk kependidikan, dengan
mempelajari; filsafat pendidikan, sejarah pendidikan, sosiologi pendidikan dan
psikologi pendidikan.
Konsorsium ilmu pendidikan (yang dikembangkan oleh T.
Raka Joni, 1992) mengetengahkan unsur-unsur program pendidikan guru itu
hendaknya mencakup;
a) Bidang kajian umum yang berlaku bagi setiap program
studi di jenjang pendidikan tinggi (MKDU)
b) Bidang ilmu sebagai sumber bahan ajar (MKK-Bidang
studi)
c)
Bidang pemahaman mendalam atas peserta didik (MKDK-Kependidikan);
d) Bidang teori dan keterampilan keguruan (MKK-Keguruan)
3)
Guru sebagai Pengajar, Pendidik, dan juga Agen
Pembaharuan dan Pembangunan Masyarakat
Yang
bersangkutan diharapkan dapat menampilkan pribadinya sebagai pengajar dan
pendidik siswanya dalam berbagai situasi (individual dan kelompok, didalam dan
diluar kelas, formal dan non-formal, serta informal) sesuai keragaman
karakteristik dan kondisi obyektif siswa dengan lingkungan kontekstualnya;
lebih luas lagi sebagai penggerak dan pelopor pembaharuan dan perubahan
masyarakatnya di mana ia berada.
Gagasan
model ini sebenarnya telah dikembangkan pola dasar pemikirannya semenjak awal
pendirian PTPG sebagai miniature LPTK di negeri ini, berdasarkan kajian
komparatif dari Negara-negara maju diantaranya USA, Australia, dan Eropa.
Dengan demikian, seorang guru yang dapat menyandang tugas professional itu
seyogianya:
a) Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang pertumbuhan
jiwa manusia dari segala segi dan sendinya, demikian pula tentang proses
belajar.
b) Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang alam dan
masyarakat, yaitu factor-faktor yang mempengaruhi proses belajar khususnya dan
pendidikan umumnya. Hal ini sangat penting bagi pembentukkan dasar latar
belakang kulturil untuk seorang guru kedudukan dan fungsinya dalam masyarakat
di mana ia mengabdi.
c)
Menguasai sepenuhnya pengetahuan dan kefahaman tentang vak (bidang
disiplin ilmu/studi) yang ia ajarkan.
d) Memiliki secukupnya pengetahuan dan pengalaman tentang
seni mengajar; hal ini hanya dapat diperoleh setelah mempelajari metodik dan
didaktik teoritis maupun praktis, umum maupun khusus, termasuk praktek mengajar
secukupnya.
Paling sedikit syarat-syarat umum tersebut harus
dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh mereka yang akan terjun dalam kalangan
pendidikan dan pengajaran. Bagaimanapun juga pekerjaan mengajar adalah suatu
“profession”, dan syarat-syarat umum tadi dengan segala pendidikan dan latihan
yang diperlukan untuk memenuhinya, adalah akibat wajar yang lahir dari suatu
“profession status”. Oleh karena itu, atas dasar syarat-syarat umum tersebut,
susunan rencana pelajaran untuk pendidikan guru berpokok pada:
-
Pendidikan professional (untuk memenuhi syarat a dan b)
-
Pendidikan umum (untuk memenuhi syarat b)
-
Pendidikan spesialisasi (untuk memenuhi syarat c)
Gagasan model ketiga ini ternyata amat selaras dengan
dasar pemikirian yang berkembang di lingkungan UNESCO sebagaimana dikemukakan
Goble (1977) dalam bukunya The Changing
Role of The Teacher, yang mengidentifikasikan beberapa kecenderungan
perubahan peranan guru, yaitu:
-
Kecenderungan kearah diversifikasi fungsi-fungsi proses pembelajaran dan
peningkatan tanggung jawab yang lebih besar dalam pengorganisasian isi dari
proses belajar mengajar.
-
Kecenderungan kearah bergesernya titik berat dari pengajaran yang merupakan
pengalihan/transformasi pengetahuan dari guru kepada proses belajar oleh siswa,
dengan memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan sumber-sumber belajar yang
inovatif di lingkungan masyarakat.
-
Kecenderungan kearah individualisasi proses belajar dan berubahnya
struktur hubungan antara guru dan siswa.
-
Kecenderungan kearah penggunaan teknologi pendidikan modern dan
penguasaan atas pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
-
Kecenderungan kearah diterimanya bentuk kerjasama yang ruang lingkupnya
lebih luas bersama guru-guru yang mengajar di sekolah lain; dan berubahnya
struktur hubungan antara para guru sendiri.
-
Kecenderungan kearah kebutuhan untuk membina kerjasama yang lebih erat
dengan orang tua dan orang lain di dalam masyarakat serta meningkatkan
keterlibatan di dalam kehidupan masyarakat.
-
Kecenderungan kearah diterimanya partisipasi pelayan sekolah dan
kegiatan ekstra kurikuler.
-
Kecenderungan kearah sikap yang menerimanya kenyataan bahwa otoritas
tradisional dalam hubungannya dengan anak-anak telah berkurang terutama antara
anak-anak yang lebih tua terhadap orang tuanya.
4)
Guru yang berkewenangan berganda sebagai Pendidik
Profesional dengan Bidang Keahlian lain selain kependidikan
Mengantisipasi
kemungkinan terjadinya perkembangan dan perubahan tuntutan dan persyaratan
kerja yang dinamis dalam alam globalisasi mendatang, maka tenaga guru harus
siap secara luwes kemungkinan alih fungsi atau alih profesi (jika
dikehendakinya). Ide dasarnya adalah untuk memberi peluang alternative bagi
tenaga kependidikan untuk meraih taraf dan martabat hidup yang layak, tanpa
berpretensi mengurangi makna dan martabat profesi guru, sehingga para guru
sudah siap menghadap persaingan penawaran jasa pelayanan professional di masa
mendatang.
Untuk
melaksanakan fungsinya yang sangat menetukan tersebut, guru dituntut untuk
memiliki kemampuan yang memadai. Tanpa kemampuan yang cukup, sulit diharapkan
bahwa guru dapat melaksanakan fungsinya dengan sehingga tujuan kegiatan belajar
mengajar akan tercapai. Guru harus mampu merencanakan dan melaksanakan strategi
belajar mengajar yang sesuai dengan kondisi siswanya, guru harus mampu
menggunakan berbagai pendekatan dan metode pengajaran. Selain itu gurupun harus
memiliki kepribadian yang baik dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan siswanya.
Dengan kata lain seorang guru harus memiliki kemampuan pribadi, kemampuan
professional dan kemampuan social. Kemampuan
pribadi meliputi berbagai karakteristik kepribadian seperti integritas
pribadi, adil, jujur, disiplin, simpatik, terbuka, kreatif, berwibawa dan
lian-lain. Kemampuan professional meliputi
penguasaan materi pelajaran dan kemampuan merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi proses pembelajaran. Sedangkan kemampuan
social meliputi keterampilan berkomunikasi dengan siswa dan dapat bekerjasama
dengan senua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam
pembelajaran.
Kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran sangat penting peranannya dalam keberhasilan
pencapaian tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Untuk itu maka pembelajaran yang
diciptakan guru untuk menumbuh kembangkan potensi anak melalui pendekatan
pembelajaran terpadu perlu untuk dipahami dan dikuasai guru dalam proses
pembelajarannya.
Agar
memperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar mengajar, peserta didik
dan guru dalam proses belajar mengajar perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
-
Menciptakan suasana proses belajar mengajar yang menyenangkan dan
merangsang kreativitas proses belajar mengajar.
-
Mengoptimalkan hasil belajar, melalui proses belajar mengajar yang
berdaya guna dan berhasil guna.
-
Mengerjakan tugas dengan baik.
-
Merumuskan tujuan pembelajaran secara nyata.
-
Melihat kembali hasil-hasil pembelajaran yang telah dicapai.
-
Mencari jalan keluar agar dalam proses belajar mengajar lebih aktif dan
kreatif.
Dan akhirnya hal yang sangat diperlukan oleh suatu
profesi ialah pengakuan masyarakat atas jasa yang diberikannya. Kita kenal,
profesi yang paling tua adalah kedokteran dan hukum. Ia berkembang dari tradisi
pengobatan tradisional yang mencampuradukan pseudo
science dengan science. Hukum
berkembang dari kebutuhan masyarakat akan adanya rasa aman dan kepastian hukum
bagi pelanggar aturan. Ahli sosiologi hukum memahami betul bahwa setiap
masyarakat mengembangkan hukumnya sndiri sesuai dengan kondisi kemasyarakatan
dan semangat zamannya.
B. Istilah yang Berkaitan dengan Profesi
Diskusi
tentang profesi melibatkan beberapa istilah yang berkaitan, yaitu profesi,
professional, profesionalisme, profesionalisasi, dan profesionalitas, dkk
(1991:19) menjelaskan kelima konsep tersebut sebagai berikut.
1.
Profesi
adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian (expertise) dari para
anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sambarangan orang yang tidak
dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan
baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pelatihan/latihan pra-jabatan)
maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service
training). Di luar pengertian ini, ada beberapa ciri profesi khususnya yang
berkaitan dengan profesi kependidikan.
2.
Professional
menunjukkan pada dua hal. Pertama, orang yang
menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang professional”. Kedua,
penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan
profesinya. Pengertian kedua ini, professional dikontraskan dengan
“non-profesional” atau “amatir”.
3.
Profesionalisme
menunjukkan kepada komitmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan
strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai
dengan profesinya.
4.
Profesionalitas
:mengacu kepada sikap para anggota terhadap profesinya
serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka memiliki dalam rangka melakukan
pekerjaannya.
5.
Profesionalisasi
:menunjuk pada proses peningkatan kualitas maupun
kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar
penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya
merupakan serangkaian proses pengembangan professional (professional development) baik dilakukan melalui pendidikan/latihan
“pra-jabatan” maupun “dalam-jabatan”. Oleh karena itu, profesionalisasi
merupakan proses yang life-long dan never-ending, secepat seseorang telah
menyatakan dirinya sebagai warga atau profesi.
Profesi menunjukan pada
suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan
kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan
oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.
Professional menunjukan pada
dua hal. Pertama, penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang
seharusnya, tapi bisa juga menunjukan pada orangnya.
Profesionalisasi menunjukan
pada proses menjadikan seseorang sebagai professional melalui pendidikan
pra-jabatan dan/atau dalam jabatan. Proses pendidikan dan latihan ini biasanya
lama dan intensif.
Profesionalisme menunjukan
pada derajat penampilan seseorang sebagai professional atau penampilan suatu
pekerjaan sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan
rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi
untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
C. Tingkatan Profesi
Tidak semua pekerjaan
menuntut tingkat professional tertentu, keragaman kemampuan ditinjau dari
tingkat keprofesionalan yang ada diperlukan karena di masyarakat terdapat
beberapa pekerjaan yang kategorinya juga berbeda. Pertanyaannnya sekarang,
jenis-jenis bidang pekerjaan apa dan yang mana saja yang telah ada dan/atau
sedang berkembang dimasyarakat selama ini, serta bagaimana pula posisi atau
status keprofesinya. Dengan memperhatikan pokok-pokok perangkat keprofesian
tertentu, Richey (1974) secara tentative telah mencoba mengidentifikasi
tingkat-tingkat keprofesian itu seperti tertera pada gambar 2.1 terlihat
dibawah ini.
Dari
sekian pekerjaan yang terdapat dalam dunia kekaryaan ternayta masih ada
pengkategorianya sebagai berikut:
(1) Profesi yang telah mapan (older proffesion);
(2) Profesi baru (newer profesion);
(3) profesi yang tumbuh kembang (emergen proffesin)
(4) Semi-profesi (semiproffesion); dan
(5)
Tugas
jabatan atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiaanya (occupations that lay unrecognized claim to
proffesional status).
Menurut pendapat Richy
(1974) sendiri tidak memberikan rincian contohnya yang definitif tentang jenis
pekerjaan apa atau yang mana termaksut kategori keprofesian yang mana.
Akan tetapi dari
berbagai rujukan lain, jenis-jenis pekerjaan ini semua memerlukan pelayanan
yang yang ditujukan kepada orang lain. Perbedaan kategori pekerjaan tidak
menunjukan perbedaan unsur-unsur atau elemen yang memerlukan pelayanan tetapi
menunjukan pada sifat dan hakikat dari pelayanan. Perbedaan kebutuhan pelayanan
ini khususnya dibedakan atas menddasar dan tidaknya tumpuan pekerjaan serta besar
kecilnya tanggung jawab yang dituntut. Sebagai gambaran yang dapat digolongkan
kedalam jenis kategori yang mapan itu antara lain; hukum, kedokteran, dan
sebgainya.
Sedangkan yang termsuk
kategori yang baru antara lain: akuntan, arsitek, dsb. Oteng Sutisna
mengkaimbidang kependidikan, khususnya administrasi kepindidikan sebagai salah
satu jenis profesi yang sedang tumbuh kembang (1983:311-314). Adapun jenis
pekerjaan yang termasuk kategori semiprofesional, banyak disebut juga
diantaranya keperawatan dan juga sebagaian dari gugus pekerjaan kependidikan,
misalnya para guru di tingkat pendidikan dasar (Richey, 1974:13-14). Kemudian
yang sering didengar juga sejenis pekerjaan yang mengklaim dirinya sebagai
profesi, diindonesia misalnya bidang kemiliteran yang dinyatakan ABRI sebagai
prajurit profesional. Bloom dan balinsky (1961:408-411) meskipun tidak
membedakaan secara tegas batas antara kategori profesional dan semi profesional
telah menunjukan sejumlah bidang pekerjaan yang termasuk kedalam kedua kategori
tersebut sebagai suatu kesatuan kelompok bidang pekerjaan dalam tatanan dunia
kerja.
WORKERS OF THE
WORLD
COMPUTATIONAL CLERICAL PERSUASIVE
AND SALES
GENERAL
CLARICAL WORKERS PERSUASIVE
BUSINEES AND
INDUSTRIAL SUPERVISORS MANAGERIAL FORMEN
WORKERS
PERSONNELWORKRES
ELEMENTAL MANUAL OBSERVATIONAL
WORKERS
MANIPULATING
MACHINE TRADES
WORKERS MEHANICAL
WORKERS CRAFTSME
AGRICULTURAL OUT-OF-DOOR
WORKERS FISHERY
FORESTRY
ARTISTIC LITERACY
ENTERTAIMENT PROFESIONAL AND MUSICAL
SEMI-PROFESSIONAL
HEALTH WORKERS SOCIALSERVICE
LEGAL TEACHING
FOOD
PREPARATION SERVICES CHILD
GAME WORKERS PERSONAL SERVICE
ENGINEERING TECHNICAL
WORKERS SECIENTIFIC
DESIGNING COMMUNICATIONAND
TRANSPORTATION
GAMBAR 2.2 FUNCTIONAL OCCUPATIONAL, STRUCTURE OF THE
WORDL
Pada Gambar 2.2 dapat
dicermati, paling tidak terdapat delpan bidang gugusan pekerjaan yang
termaksud, ialah; (1) legal; (2) health; (3) entertaiment; (4) artistic;
(5) literlacy; (6) musical (7) social service, dan (8) teaching. Meskipun hanya lebel taeching yang disebut namun setidaknya
dapat dijadikan salah satu petunjuk bahwa unsur bidang pekerjaan kependidikan,
secara universal, telah dikenal sebagai salah satu termasuk gugus kategori
keprofesian, bukan mustahil telah dan akan dapat berkembang pula berbagai
bidang pekerjaan yang profesional. Sejauh mana pandangan para pakar mengenai
kemungkinan penerapan konsepsi tersebut, kiraanya akan dapat ditelaah pada
bagian selanjutnya.
LATIHAN
1. Jelaskan makna profesi dan kaitanya
dengan profesi keguruan
2. Jelaskan makna profesioanl dan kaitanya
dengan profesi keguruan
3. Jelaskan makna profesionalisme dan
kaitanya dengan profesi keguruan
4. Jelaskan makna profesionalisasi dan
kaitanya dengan profesi keguruan
5. Jelaskna makna profesionalitas dalam
profesi keguruan
6. Identifikasi bahwa guru terasuk kategori
suatu profesi dalam berbagi prespektif
RANGKUMAN
Profesi itu pada
hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratanya
khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukanya.
Profesional menunjuk
pada dua hal. Pertama, penampilan seseorang yang sesuia dengan tuntutan yang
seharusnya, tapi bisa juga menunjuk pada orangnya. Profesional menunjuk pada
proses menjadikan seseorang sebagai profesiona melalui pendidikan para-jabatan
dan/atau dalam jabatan. Proses pendidikan dan latihan ini biasanya lama dan
intensif.
Profesionalisme
menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan
suatu pekerjaan sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang,
dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota
profesi untuk bekerja berdasakan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
Keragaman kemampuan
ditinjau dari tingkat keprofesionalan yang ada diperlukan karena dimasyarakat
terdapat berbagai pekerjaan yang kategorinya juga berbeda dengan pengkategorian
sebagai berikut: (profesi yang telah mapan) (older
proffesions); (2) profesi baru (newer
professions); (3) profesi yang sedang tumbuh kembang (emergent professions); (4) semi-profsi (semiprofessions); (5) tugas jabatan atau pekerjaan yang belum jelas
arah tuntutan status keprofesianya (occupations
that lay unrecognized claim to professional status).
Teaching telah dikenal
sebagai salah satu yang termasuk gugus kategori keprofesian, bukan mustahil
telah dan akan dapat berkembag pula berbagai bidang pekerjaan yang profesional.
Sejauh mana pandangan para pakar mengenai kemungkinan penerapan konsepsi
keprofesian tersebut, kiranya akan dapat telaah pada bagian selanjutnya.
TES
FORMATIF 1
Petunjuk: pililah salah
satu jawaban yang dianggap paling tepat!
1. Secara leksikal, perkataan profesi
mengandung berbagai mkana dan pengertian sebagai berikut, kecuali:
a. Profesi itu menunjukan dan mengungkapkan
suatu kepercayaan dan keyakinan atas sesuatu kebenaran atau kredibiltas
seseorang.
b. Profesi itu dapat pula memunjukan dan
mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu.
c. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang
menuntut pendidikan tinggi (kepala pengembanya)
d. Profesi itu merupakan suatu pekerjaan
tanpa meminta persiapan spesialisasi relatif lama di perguruan tinggi.
2. Dalam bidang apapun profesionalisme
seseorang ditunjang oleh tiga hal untuk mewujudkan profesionalismenya sebagai
berikut, kecuali:
a. Kebutuhan
b. Keahlian
c. Komitmen
d. Keterampilan yang relevan
3. Profesi adalah suatu jabatan atau
pekerjaan yang menuntut keahlian (expreties)
dari pada anggotanya, yang berarti bahwa profesi:
a. Bisa dilakukan oleh sembarangan orang
yang telah tidak dilatih
b. Tidak disiapkan secara khusus untuk
melakuka pekerjaan itu
c. Diperoleh melalui pendidikan umum
d. Tidak mengharapkan bayaran yang sesuai
dengan kemampuanya
4. Profesioanl memiliki makna:
a. Orang yang menyandang suatu profesi
b. Penampilan fisik seseorang
c. Pekerjaanya yang sesuai dengan bakatnya
d. Kemampuan dalam bekerja
5. Makna profesionalisme menunjuk kepada
a. Komitmen kepada para anggota suatu
profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnay
b. Strategi-strategi yang digunakan dalam
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya
c. Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan
dengan baik
d. Kriteria dan standar dalam melakukan
pekerjaan dengan baik dan benar
6. Profesionalitas mengacu kepada
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Keahlian
d. Pekerjaan
7. Proses peningkatan kualifikasi maupun
kemampuan para anggota profesi ndalam mencapai kiteria yang standar dalam
penampilanya sebagai anggota profesi.
a. Pofesi
b. Profesionalisme
c. Profesionalisasi
d. Profesionialitas
8. Profesionalisme pada dasarnnya merupakan
a. Pendidikan/latihan “pra-jabatan maupun
“dalam-jabatan”
b. Pengembangan profesional (professional defelopment)
c. Life-long educaation
d. Jabatan profesi
9. Profesionalisme menunjuk pada
a. Derajat penamilan seseorang sebagai
profesional
b. Penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu
profesi
c. Sikap dan koitmen anggota profesi
d. Standar kerja yang tinggi
10.
Hal
yang sangat diperlukan oleh suatu profesi ialah
a. Tradisi yang mencampuradukan pseudi science dengan science
b. hukum yang berkembang dari kebutuhan
masyarakat
c. pengakuan masyarakat atas jasa yang
diberikanya
d. kondisi kemasyarakatan dan semangat
zamanya.
Kegiatan Belajar -2
KARAKTERISTIK
DAN SYARAT PROFESI GURU
Secara implisit
sesungguhnya telah tersimpul beberapa ciri pokok yang membedakan suatu jenis
pekerjaan yang telah dapat diidentifikasikan sebagai suatu profesi dari jenis
kategori pekerjaan lainnya . Telah sejak
lama permasalahan karakteristik keprofesian tersebut menjadi perhatian dan
focus telaahan banyak pakar yang meminatinya. Tiada keseragaman kesimpulan
hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karakteristik keprofesian
termaksud.
A. Karakteristik Profesi
Lieberman (1956), mengemukakan
bahwa karakteristik profesi kalau di cermati secara seksama ternyata terdapat titik-titik
persamaannya. Di antara pokok-pokok persamaannya itu ialah sebagai berikut
1.A unique, definite, and essential service
Profesi itu
merupakan suatu jenis pelayanan
pekerjaan yang unik (khas), dalam arti berbeda dari jenis pekerjaan atau
pelayanan apaun yang lainnya. Disamping itu, profesi juga bersifat definitive
dalam arti jelas batas-batas kawasan cakupan bidang garapannya (meskipun
mungkin sampai batas dan derajat tertentu ada kontingensinya dengan bidang
lainnya). Selanjutnya, profesi juga merupakan suatu pekerjaan atau pelayanan
yang amat penting, dalam arti hal itu amat di butuhkan oleh pihak penerima
jasanya sementara pihaknya sendiri tidak memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan untuk melakukannya sendiri.
2. An emphasis upon intellectual
tecniquein performing its service
Pelayanan itu amat
menuntut kemampuan kinerja intelektual, yang berlainan dengan keterampilan atau
pekerjaan manual semata-mata. Benar, pelayanan profesi juga terkadang
mempergunakan peralatan manual dalam praktek pelayanannya, seperti seorang
dokter bedah misalnya menggunakan pisau operasi, namun proses penggunaannya
dibimbing oleh suatu teori dan wawasan intelektual.
3. A long period of
specialized training
Untuk memperoleh
penguasaan dan kemampuan intelektual (wawasan ataun visi dan kemampuan atau
kompetensi serta kemahiran atau skills)
serta sikap professional tersebut di atas, seseorang akan memerlukan waktu yang
cukup lama untuk mencapai kualifikasi keprofesian sempurna lazimnya-tidak
kurang dari lima tahun lamanya; ditambah dengan pengalaman praktek terbimbing
hingga tecapainya suatu tingkat kemandirian secara penuh dalam menjalankan
profesinya. Pendidikan keprofesian termaksud lazimnya diselenggarakan pada
jenjang pendidikan tinggi, dengan proses pemagangannya sampai batas waktu
tertentu dalam bimbingan para seniornya
4. A broad range of autonomy for both the
individual practitioners and the occupational group as a whole
Kinerja pelayanan
itu demikian cermat secara teknis sehingga kelompok (asosiasi) profesi
yang bersangkutan sudah memberikan jaminan bahwa anggotanya dipandang
mampu untuk melakukannya sendiri tugas pelayanan terebut, apa yang seyogianya
dilakukan dan bagaimana menjalankannya, siapa yang seyogianya memberikan izin
dan lisensi untuk melaksanakan kinerja itu. Individu-individu dalam kerangka
kelompok asosiasinya pada dasarnya relatif bebas dari pengawasan, dan secara
langsung mereka menangani perakteknya. Dalam hal menjumpai suatu kasusu yang
berada di luar kemampuannya, mereka membuat rujukan (referral ) kepada orang lain dipandang lebih berwenang, atau
membawanya kedalam suatu panel atau konferensi kasus (case conference)
5. An acceptance by the practitioners of
broad personal responsibility for judgments made and acts performed within the
scope of professional autonomy
Konsekuensi dari
otonomi yang dilimpahkan kepada seorang tenaga praktisi professional itu, maka
berarti pula ia memikul tanggung jawab pribadinya harus secara penuh. Apapun yang
terjadi, seperti dokter keliru melukan diagnosis atau memberikan perlakuan
tehadapa pasiennya atau seorang guru yang keliru menangani permasalahan
siswanya, maka kesemuanya itu harus dipertanggungjawabkannya, serta tidak
selayaknya menudingkan atau melemparkan kekeliruannya kepada pihak lain.
6. An emphasis upon the service to be rendered, rather than the economic
gain to the practitioners, as the basis for the organization and performance of
the social service delegated to the occuopational group
Mengingat pelayana
professional itu merupakan hal yang amat essensial (dipandang dari pihak
masyarakat yang memerlukannya) maka hendaknya kinerja pelayanan tersebut lebih
mengutamakan kepentingan pelayanan pemenuhan kebutuhan tersebut, ketimbang
untuk kepentingan perolehan imbalan ekonomis yang akan diterimanya. Hal itu
bukan berarti pelayanan professional tidak boleh memperoleh imbalan yang
selayaknya. Bahkan seandainya kondisi dan situasi menuntut atau memanggilnya,
seorang profesioanl itu hendaknya bersedia memberikan pelayanan tanpa imbalan
sekalipun.
7. A comprehensive
self-gouverning organization of practitioners
Mengingat pelayanan
itu sangat teknis sifatnya, maka masyarakat menyadari bahwa pelayanan semacam
itu hanya mungkin dilakukan penanganannya oleh mereka yang kompeten saja.
Karena masyarakat awan di luar yang kompeten yang bersangkutan, maka kelompok
(asosiasi) para praktisi itu sendiri satu-satunya institusi yang seyogianya
menjalankan peranan yang ekstra, dalam arti menjadi polisi atau dirinya sendiri,
ialah mengadakan pengendalian atas anggotanya mulai saat penerimaannya dan
memberikan sanksinya bilamana diperlukan terhadap mereka yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etiknya.
8. A code of ethics wich has been
clarified at ambiguous and doubtful points by concreta cases
Otonomi yang dinikmati dan dimiliki oleh organisasi
profesi dengan para amggotanya seyogianya disertai kesadaran dan I’tikad yang
tulus baik pada organisasi maupun pada individual anggotannya untuk memonitor
perilakunya sendiri. Mengingat organisasi dan sekaligus juga anggotanya harus
menjadi polisi atas dirinya sendiri maka hendaknya mereka bertindak sesuai
dengan kewajiban dan tuntunan moralnya baik terhadap klien dan masyarakatnya.
Atas dasar itu, adanya suatu perangkat kode etik yang telah disepakati bersama
oeh yang bersangkutan seyogianya membimbing hati nuraninya dan mempedomani
segala tingkah lakunya .
Dari keterangan tersebut di atas itu maka pada intinya bahwa
sesuatu pekerjaan itu dapat dipandang sebagai suatu profesi apabila minimal
telah memadai hal-hal berikut:
1.
Memiliki cakupan
ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas, definitive dan sangat penting dan
dibutuhkan masyarakat .
2. Para pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan tersebut telah
memiliki wawasan, pemahaman dan penguasaan pengetahuan serta perangkat teoritis
yang relevan secara luas dan mendalam; menguasai perangkat kemahiran teknis
kinerja pelayanan memadai persyaratan standarnya; memiliki sikap profesi dan
semangat pengabdian yang positif dan tinggi; serta kepribadian yang mantap dan
mandiri dalam menunaikan tugas yang diembannya dengan selalu mempedomani dan
menindahkan kode etika yang digariskan institusi (organisasi) profesinya.
3. Memiliki system pendidikan yang mantap dan mapan berdasarkan
ketentuan persyaratan standarnya bagi penyiapan (preservice)maupun pengembangan (inservive,
continuing, development) tenaga tugas pekerjaan professional yang
bersangkutan; yang lazimnya diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi
berikut lembaga lain dan organisasi profesinya yang bersangkutan.
4. Memiliki perangkat kode etik professional yang telah disepakati dan
selalu dipatuhi serta dipedomani para anggota pengemban tugas pekerjaan atau
profesinal yang bersangkutan. Kode etik professional dikembangkan, ditetapkan
dan diberdayakan keefektivannya dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
5. Memilik organisasi yang menghimpun , membina, dan mengembangkan
kemampuan professional, melindungi kepentingan professional serta memajukan
kesejahteraan anggotanya dengan senan tiasa mengindahkan kode etikanya dan
ketentuan organisasinya.
6. Memiliki jurnal dan sarana publikasi professional lainnya yang
menyajikan berbagai karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai media
pembinaan dan pengembangan para anggotanya serta pengabdian kepada masyarakat
dam khazanah ilmu pengetahuan yang menopang profesinya
7. Memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya baik secara
social (dari masyarakat) dan secara legal (dari pemerintah yang bersangkutan
atas keberadaan dan kemanfaatan profesi termaksud).
Orinstein dan Levine
(Soetjipto dan Kosasi, 2004:15) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan
yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini.
1. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan
sepanjang hyat(tidak berganti-ganti pekerjaan).
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan
khalayak ramai.
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek
(teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan
masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada
persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya/.
6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja
tertentu (tidak diatur oleh orang luar).
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk
kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung
bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan
atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank lien, dengan penekanan
terhadap layanan yang akan diberikan.
9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif
bebas dari supervise dalam jabatan.
10.
Mempunyai organisasi
yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
11.
Mempunyai asosiasi
profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan
anggotanya.
12.
Mempunyai kode etik
untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan dan mengasingkan yang berhubungan
dengan layanan yang diberikan.
13.
Mempunyai
kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.
14.
Memepunyai status
social dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lain).
B. Syarat-syarat
profesi
Menurut Robert W. Richey (Arikunto,
1990:235) mengemukakan ciri-ciri dan syarat profesi sebagai berikut;
1. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan
dengan kepentingan pribadi
2. Seorang pekerja professional, secara aktif memerlukan waktu yang
panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan
khusus yang mendukung keahliannya,
3. Memeiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut
serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
4. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan,tingkah laku, sikap
dan cara kerja.
5. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan,
disiplin dari dalam profesi, serta keseahteraan anggotanya.
7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi,dan kemandirian.
8. Memandang profesi suatunkarier hidup (alive career) dan menjadi seorang anggota yang permanen,
Ciri-ciri dan syarat-syarat di atas dapat
digunakan sebagai kriteria, atau tolak ukr keprofesionalan guru. Selanjutnya
kriteria ini akan berfungsi ganda, yaitu:
1. Untuk mengukur sejauh nama-nama guru di Indonesia telah memenuhi
kriteria profesionalisasi.
2. Untuk dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala upaya
menuju profesionalisai guru.
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya
juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National Education
Association (NEA) yang menyarankan kriteria berikut:
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan
dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang
berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen.
6. Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat.
Berikut ini penjelasan kriteria di atas:
1.
Jabatan
yang melibatkan kegiatan intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi
kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangan
didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi
persiapan dari semua kegiatan profesioanal lainnnya. Oleh sebab itu, mengajar
seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett dalam
Soetjipto dan Kosasi, 2004:18).
2.
Jabatan
yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
Semua jabatan mempunyai monopoli
pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan menungkinkan
mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi
menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat
dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang
ingin mencari keuntungan. Namun belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu
khusus yang melatari pendidikan (education). Atau kegurauan (teaching)
(Ornstein dan Levine, dalam Soetjipto dan Kosasi, 2004:19).
Terdapat berbagai perdapat tentang apakah
mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak di bidang
pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang
khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang.Sebaliknya,
ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus
yang dijabarkan secara ilmiah.Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah
suatu sains (science), sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar
adalah suatu kiat atau seni (art). Namun dalam karangan-karangan yang ditulis
dalam Encyclopedia of Educational Research misalnya , terdapat bukti-bukti
bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu
khsususnya. Sebailknya masih ada pula yang berpendapat bahwa ilmu pendidikan
seang dalam krisis identitas, batangv tubuh tidak jelas, batas-batasnya kabur,
strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar
(Sanusi et. al, 204: 19). Sementara itu, ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioural science). Ilmu pengetahuan
alam dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan peraturandan prosedur
yang ekstensif dan menggunakan metodelogi yang jelas. Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Di samping
itu, ilmu terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji
validasinya dan disetujui sebagian besar ahlinya. (Gideons dan Wording, dalam
Soetjipto dan Kosasi, 2004:20)
Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya
orang awam, seperti juga dengan para ahlinya, selalu berdebat dan berselisih,
mahalah kadang-kadang menimbulkan pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari
bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan baik ini adalah isi dari kurikulum
penidikan guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, walaupun telah
mulai disamakan dengan menentukan topik-topik inti yang wajib ada dalam
kurikulum.
Banyak guru di sekolah menengah
diperkirakan mengajar di luar bidang ilmu yang cocok dengan ijazahnya; Misalnya
banyak guru matematika yang tidak mendapatka mayor falam matematika sewaktu dia
belajar pada lembaga pendidikam guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk
mengajar matematika.. Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dan
ilmu pengetahuan alam, walaupun sudah ada berkurang dengan adanya persediaan
guru yang cukup sekarang ini.
Apakah guru bidang ilmu pengetahuan
tertentu juga ditentukan oleh baku pendidikan dan pelatihannya? Sampai saat ini
pendidikan guru banyak yang ditentukan ‘dari atas’ada yang waktu pendidikannya
cukup dua tahun saja ada yang perlu tiga tahun atau harus empat tahun.
Untuk melangkah kepada jabatan
profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membuat
keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus mempunyain
kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama, dan bukan di
dikte dengan kelompok yang berkepentingan, misalnya oleh lembaga pendidikan
guru atau wilayah pendidikan beserta jajarannya.
3.
Jabatan
yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan
yang memerlukan latihan umum belaka)
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat
mengenai hal ini yang membedakan jabatan profesional dengan non profesional
antara lain adalan dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada
yang diatur universitas/institut atau
melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah.
Pertama, yakni penidikan melalui
perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua,
yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran
pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Orstein
dan Levine, 2004:21). Tetapi jenis kedua ini tidak adalagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang
di departemen pendidikan berpendapat bahwa persiapam profesional yang cukup
lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang Konsep ini menjelaskan
keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdriri dari pendidikan
umum, profesional, dan khusus sekurang-kurangnya emapat tahun bagi guru pemula
(S1 di LPTK) atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama
setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi non LPTK. Namun
sampai sekarang di Indonesia ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan
mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu
saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita
harapkan.
4. Jabatan yang memerlukan 'latihan dalam jabatan'
yang berkesinambungan.
Jabatan guru
cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir
tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan laihan profesional, baik yang
mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang
bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam
menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan.
5. Jabatan yang
menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
Di luar negeri
barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik yang
paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan profesional. Banyak
guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi
mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak
menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Untunglah di Indonesia kelihatannya
tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti
pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi.
Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak
sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di
Indonesia.
6. Jabatan yang
menentukan baku (standar) sendiri.
Karena jabatan guru
menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak
diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan
guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang
menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
Sementara kebanyakan
jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk meyakinkan
kemampuan minimum yang diharuskan, tidak demikian halnya dengan jabatan guru.
Dari pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan calon mahasiswa yang masuk
ke lembaga pendidikan guru nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan
sangat dipengaruhi oleh mutu masuknya atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu
calon mahasiswa lembaga pendidikan guru.
Dalam setiap jabatan
profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan
profesional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para profesional biasanya
membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetisinya, kebiasaan dan tradisi yang
berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan
kliennya.
Dokter dan pengacara
misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara kliennya membayar
untuk itu namun tak seorangpun mengharap bahwa orang banyak atau klien akan
menulis resep ataupun yang menulis kontrak. Bila klien ikut mempengaruhi
keputusan dari praktek dokter atau pengacara, maka hubungan profesional-klien
berakhir. Ini pada hakikatnya berarti mempertahankan klien dari mangsa
ketidaktahuannya, disamping juga menjaga profesi dari penilaian yang tidak
rasional dari klien atau khalayak ramai. Para profesional harus mempunyai
pengetahuan dan kecakapan dalam membuat penilaian, sebaliknya tidak demikian
dengan klien.
Bagaimana dengan
guru? Guru sebagaimana sudah diutarakan di atas, sebaliknya membolehkan orang
tua, kepala sekolah, pejabat kantor wilayah atau anggota masyarakat mengatakan
apa yang harus dilakukan mereka. Otonomi profesional tidak berarti bahwa tidak
ada sama sekali kontrol terhadap profesional. Sebaliknya, ini berarti bahwa kontrol
yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang
mempunyai kemampuan profesional dalam hal itu. Kelihatannya untuk masa sekarang
sesuai dengan kondisi yang ada di negara kita, kriteria ini belum dapat secara
keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.
7. Jabatan yang
lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
Jabatan mengajar
adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan
lagi. Guru yang baik akan sangat perperan dalam mempengaruhi kehidupan yang
lebih baik dari warga negara masa depan.
Jabatan guru telah
terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi
oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan
ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang
dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang
kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun tidak berarti bahwa guru harus dibayar
lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih
jabatan guru. Oleh karena itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan
ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
8. Jabatan yang
mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Semua profesi yang
dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan
bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah
memenuhi. Kriteria ini dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di Indonesia
telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan waah seluruh
guru mulai ari guru taman kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan tingkat
atas, dan ada pula Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi
seluruh sarjana pendidikan. Di samping itu, juga telah ada kelompok guru mata pelajaran
sejenis, baik pada tingkat daerah maupun tingkat nasional, namun belum terkait
secara baik dengan PGRI. Harus dicarikan usaha yang sungguh-sungguh agar
kelompok-kelompok guru mata pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan, tetapi
dirangkul kedalam pangkuan PGRI sehingga merupakan jalinan yang amat rapi dari
suatu profesi yang baik.
LATIHAN
1. Jelaskan makna
etika profesi
2. Jelaskan makna
etika profesi dalam konteks keguruan
3. Sebutkan
perbuatan etik yang berhubungan dengan profesi keguruan
RANGKUMAN
Secara Implisit
sesungguhnya telah tersimpul beberapa ciri pokok yang membedakan suatu jenis
pekerjaan yang telah dapat diidentifikasikan sebagai suatu profesi dari jenis
kategori pekerjaan lainnya. Telah sejak lama permasalahan karakteristik
keprofesian tersebut menjadi perhatian dan fokus telaahan banyak pakar yang
meminatinya. Tiada keseragaman kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut
mengenai perangkat karakteristik keprofesian termaksud.
Karakteristik
profesi kalau dicermati secara seksama ternyata terdapat titik-titik
persamaannya dapat ciri-ciri dan syarat-syarat tersebut dapat digunakan sebagai
kriteria atau tolok ukur keprofesionalan yang berfungsi ganda, yaitu: (a) untuk
mengukur sejauh mana guru-guru di Indonesia telah memenuhi kriteria profesionalisasi,
dan (b) untuk dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala upaya menuju
profesionalisasi guru.
Etika dalam Islam
menyangkut norma dan tuntunan atau ajaran yang mengatur sistem kehidupan
individu atau lembaga (corporate), kelompok dan masyarakat dalam interaksi
hidup antar individu, antar kelompok atau masyarakat dalam konteks hubungan
dengan Allah dan lingkungan. Di dalam sistem etika Islam ada sistem penilaian
atas perbuatan atau perilaku yang bernilai baik dan bernilai buruk.
TES FORMATIF 2
Petunjuk: Pilihan
salah satu jawaban yang dianggap paling tepat!
1. Profesi itu merupakan suatu
jenis pelayanan atau pekerjaan yang unik (khas), dalam arti:
a. berbeda dari
jenis pekerjaan atau pelayanan apapun yang
lainnya.
b. tidak jelas batas-batas kawasan cakupan bidang
garapannya
c. suatu pekerjaan atau pelayanan yang amat
penting
d. amat dibutuhkan oleh pihak penerima jasa.
2. Pelayanan itu amat menuntut:
a.
keterampilan atau
pekerjaan manual semata-mata
b.
kemampuan kinerja
intelektual
c.
penggunaan peralatan
manual dalam praktek pelayanannya
d.
dibimbing oleh suatu
teori dan wawasan intelektual
3. Pendidikan profesi bertujuan untuk
a. mencapai kualisifikasi keprofesian sempurna
b. mencapai suatu tingkat kemandirian secara penuh dalam menjalankan
profesinya
c. memperoleh penguasaan dan kemampuan intelektual serta sikap
profesional
d. memperoleh bimbingan para seniornya dalam proses pemagangan
4. Kinerja pelayanan profesional dapat dilakukan melalui
a. melakukannya sendiri tugas pelayanan tersebut tanpa jaminan
b. memberikan izin dan lisensi
untuk melaksanakan kinerja itu
c. Relatif bebas dari pengawasan, dan secara langsung mereka menangani
prakteknya
d. Membuat rujukan (referral)
kepada orang lain dipandang lebih berwenang, atau membawanya ke dalam suatu
panel atau konferensi kasus (case
conference)
5. Konsekuensi dari otonomi yang dilimpahkan kepada seorang tenaga
praktisi prpfessional itu, maka berarti
a. memikul tanggung jawab pribadinya secara penuh
b. boleh keliru menangani permasalahan
c. mempermasalahkan sistem yang ada
d. menudingkan atau melemparkan kekeliruannya kepada pihak lain
6. Mengingat pelayanan professional itu merupakan hal yang amat
esensial (dipandang dari pihak masyarakat yang memerlukannya) maka hendaknya
kinerja pelayanan tersebut lebih mengutamakan
a. kepentingan perolehan imbalan ekonomis
b. kepentingan pelayanan pemenuhan kebutuhan
c. kepentingan pribadi
d. kepentingan golongannya
7. Mengingat pelayanan profesi itu sangat teknis sifatnya, maka
masyarakat menyadari bahwa pelayanan semacam itu hanya mungkin dilakukan
penanganannya oleh mereka yang
a. pintar
b. santai
c. kuat
d. kompeten
8. Mengingat organisasi dan sekaligus juga anggotanya harus menjadi
polisi atas dirinya sendiri maka hendaknya mereka bertindak sesuai dengan
kewajiban dan tuntunan moralnya baik terhadap klien maupun masyarakatnya. Atas
dasar itu, adanya suatu
a. perangkat kode etika yang disepakati
b. hati nurani yang bersih
c. tingkah laku yang sopan
d. sikap yang menyenangkan
9. Suatu profesi apabila minimal telah memadai hal-hal sebagai
berikut, kecuali
a. Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas,
definitive, dan sangat penting dan dibutuhkan masyarakat
b. Memiliki perangkat teoritis yang relevan secara luas dan mendalam
menguasai perangkat kemahiran teknis kinerja pelayanan memadai persyaratan
standarnya
c. Memiliki sifat profesi dan semangat pengabdian yang positif dan
tinggi; serta kepribadian yang mantap dan mandiri
d. Memiliki pengabdian yang secukupnya baik secara social (dari
masyarakat) dan secara legal (dari pemerintah yang bersangkutan atas keberadaan
dan kemanfaatan profesi termaksud)
10.
Fungsi dari kriteria
profesi guru yaitu:
a. Untuk mengukur pemenuhan kriteria profesionalisasi
b. Untuk dijadikan titik tujuan profesionalisasi guru
c. Untuk menentukan baku (standar) sendiri
d. Untuk mementingkan keuntungan pribadi
DAFTAR PUSTAKA
Brandt, R. (1993). "What Do You Mean ' Profesional"? Education Leadership,
No. 6, Vol. 50, March
Catler, A. B. & Ruopp, F. N. (1993). Buying Time for Teacher Professional Development. Educational Leadership,
Vol 6, 50, March
Castetter, W. B. (1981). The Personnel Function in Educational Administration. Pennsylvania:
Macmillan
Goble, N. M. (1977).
The Changing Role of the Teacher.
Paris: UNESCO
Firestone, W. A. (1993). "Why 'Professionalizing' Teacher Is Not Enough?"
Educational Leadership No. 6, Vol. 50, March
Hallack, J. (1990). Investing in the Future: Setting Educational Priorities in the
Developing World. Paris: UNESCO
Hoover, K. H. (1976). The Professional Teacher's Handbook: A Guide for Improving Instruction
in Today's Middle and Secondary Schools, Sydney: Allyn and Bacon
Joni, T. Raka (penyunting), (1992). Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pendidikan
Guru. Konsorsium Ilmu Pendidikan. Ditjen Dikti.
Makmun, A. S. (1996). Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan. Pedoman dan
Intisari Perkuliahan. PPS IKIP Bandung
Power, C. N. (1996). Enchancing the Role of Teacher in a Changing World. Paris: UNESCO
Sanusi, A., dkk (1990). Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional Tenaga Kependidikan: Laporan
Kemajuan, Bandung: PPS IKIP Bandung
Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Suryadi, Ace & Mulyana, Wiana, (1992). Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan dan
Pembinaan Kemampuan Profesional Guru. Jakarta: PT. Candimas Metropole
UNESCO. 1996.
What Makes a Good Teacher? Children
Speak Their Minds. Paris
World Bank, 1989. Indonesia: Streangthening the Quality of Teacher Education. Draft
Technical Paper, Asia Region.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar