Minggu, 03 Januari 2016

Profesi Keguruan









Modul – 2
PROFESI KEGURUAN











Pendahuluan

Modul 2 ini membahas tentang profesi keguruan. Secara umum modul ini merupakan salah satu bagian yang perlu dipahami anda dalam mempelajari mata kuliah Etika Profesi pendidik dan tenaga kependidikan secara keseluruhan. Di dalam membahas materi profesi keguruan ini dijelaskan, tentang makna profesi serta karakteristik dan syarat suatu profesi keguruan.
Dewasa ini ada kegandrungan dalam masyarakat untuk menuntut profesionalisme dalam bekerja. Walaupun istilah ini sering digunakan serampangan tanpa jelas konsepnya, namun hal tersebut menunjukkan refleksi dari adanya tuntutan yang makin besar dalam masyarakat akan proses dan hasil kerja yang bermutu, penuh tanggung jawab, bukan hanya sekedar asal dilaksanakan.
Setelah mempelajari modul 2 ini, secara khusus anda diharapkan dapat:
1.     Menjelaskan makna profesi secara tepat
2.     Menjelaskan karakteristik dan syarat profesi guru secara tepat
Kemampuan-kemampuan tersebut sangat penting bagi anda untuk mengembangkan wawasan dan pemahaman tentang profesi keguruan sebagai bahan analisis anda dalam mempelajari modul selanjutnya. Untuk memahami hal tersebut, maka modul ini disajikan dalam uraian dan latihan yang mencakup beberapa kegiatan belajar sebagai berikut:
Kegiatan Belajar 1: Makna Profesi
Kegiatan Belajar 2: Karakteristik dan Syarat Profesi Guru
Untuk membantu anda dalam mempelajari modul ini, ada baiknya diperhatikan beberapa petunjuk belajar berikut ini.
1.     Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda memahami betul apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul ini;
2.     Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan kata-kata yang Anda anggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci dalam istilah teknis pada modul ini atau dalam kamus yang ada;
3.     Camkanlah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa lain atau dengan tutor anda;
4.     Terapkan pengertian-pengertian etika profesi guru secara imajiner (dalam pikiran) dan dalam situasi terbatas melalui simulasi sejawat (peer-group simulation) pada saat tutorial;
5.     Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman simulasi dalam kelompok kecil atau klasikal pada saat tutorial;
6.     Untuk memperluas wawasan, baca dan pelajari sumber-sumber lain yang relevan. Anda dapat menemukan bacaan dari berbagai sumber, termasuk dari internet;
7.     Mantapkan pemahaman Anda dengan mengerjakan latihan dan melalui kegiatan diskusi dalam kegiatan tutorial dengan mahasiswa lainnya atau teman sejawat;
8.     Jangan dilewatkan untuk mencoba menjawab soal-soal yang dituliskan pada setiap akhir kegiatan belajar. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah Anda sudah memahami dengan benar kandungan bahan belajar dalam modul ini.
Untuk menjawab soal tes formatif secara lengkap, Anda dapat mengacu pada uraian materi dalam modul ini. Cocokanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang ada pada bagian belakang modul. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda.
Rumus:
                                     Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat Penguasaan =                                                            x100%
                                                               10

Arti Tingkat Penguasaan:
          90% - 100% = Baik Sekali
          80% - 89% = Baik
          70% - 79% = Cukup
                  <69% = Kurang
Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan dengan modul berikutnya, akan tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih dibawah 80%, Anda harus masih mengulang untuk mempelajari modul ini, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Kegiatan Belajar – 1
MAKNA PROFESI
Untuk menjadi guru profesional tidak mudah, harus memiliki syarat-syarat khusus dan harus mengetahui seluk-beluk teori pendidikan. Begitu juga ternyata untuk menjadi seorang guru (yang dapat digugu dan ditiru) tidaklah mudah seperti yang dibayangkan orang selama ini. Mereka menganggap hanya dengan pegang kapur dan membaca buku pelajaran, maka cukup bagi mereka untuk berprofesi sebagai guru.
A.Makna Profesi
Secara leksikal, perkataan profesi itu ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas sesuatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang (Hornby, 1962). Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business, Hornby, 1962), Webster’s New World Dictionary menunjukkan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal arts atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya; terutama kedokteran, hukum dan tekhnologi. Good’s Dictionary of Education lebih menegaskan lagi bahwa profesi itu merupakan suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama diperguruan tinggi (kepada pengembannya) dan diatur oleh suatu kode etika khusus. Dari berbagai penjelasan itu dapat disimpulkan bahwa profesi itu pada hakekatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya.
Pada umumnya masyarakat awam memaknai kata profesionalisme bukan hanya digunakan untuk pekerjaan yang telah diakui sebagai suatu profesi, melainkan pada hampir setiap pekerjaan. Muncul ungkapan misalnya penjahat profesional, sopir profesional, hingga tukang ojeg profesional. Dalam bahasa awam pula, seseorang disebut profesional jika cara kerjanya baik, cekatan, dan hasilnya memuaskan. Dengan hasil kerjanya itu, seseorang mendapatkan uang atau bentuk imbalan lainnya.
Dalam bahasa populer, profesionalisme dikontraskan dengan amatiran. Seorang amatir dianggap belum mampu bekerja secara terampil, cekatan, dan baru taraf belajar. Dalam olahraga lebih jelas perbedaannya dengan menggunakan ukuran bayaran. Pemain profesional adalah pemain yang berhak mendapatkan bayaran sebagai imbalan dari kesetaraannya dalam pertandingan. Faktor bayaran merupakan alasan utama mengapa seseorang bermain. Pemain amatir, dipihak lain, bermain bukan di bayar, melainkan untuk bermain dan memenangkan pertandingan – meskipun mendapatkan bayaran juga dari induk organisasinya atau bonus dari pemerintah/ swasta.
Ada anggapan umum derajat pemain profesional lebih tinggi dari pemain amatir, meskipun dari segi keterampilan teknis, pemain profesional tidak selalu lebih baik daripada pemain yang statusnya masih amatir. Tradisi pemain profesional tumbuh di negara-negara Barat, di mana olahraga merupakan obyek bisnis.
Patutkah disalahkan penggunaan istilah yang serampangan itu? Tidak, karena istilah profesi bukan monopoli kalangan tertentu. Namun secara sosiologis ada aspek positifnya di belakang gejala itu, yaitu refleksi dari adanya tuntutan yang main besar dalam masyarakat akan proses dan hasil kerja yang bermutu, penuh tanggung jawab, bukan sekedar asal dilaksanakan.
Vollmer (1956) dengan menggunakan pendekatan kajian sosiologik, mempersepsikan bahwa profesi itu sesungguhnya hanyalah merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya. Namun demikian, bukanlah merupakan hal mustahil pula untuk mencapainya asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh kepada pencapainya. Proses usaha menuju ke arah terpenuhinya persyaratan suatu jenis model pekerjaan ideal itulah yang dimaksudkan dengan profesionalisasi.
 Pernyataan diatas itu mengimplikasikan bahwa sebenarnya seluruh pekerjaan apapun memungkinkan untuk berkembang menuju kepada suatau jenis model profesi tertentu. Dengan mempergunakan perangkat persyaratannya sebagai acuan, maka kita dapat menandai sejauh mana sesuatu pekerjaan itu telah menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dan/atau seseorang pengemban pekerjaan tersebut juga telah memiliki dan menampilkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu pula yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional (memadai persyaratan sebagai suatu profesi). Berdasarkan indikator-indikator tersebut maka selanjutnya kita akan dapat mempertimbangkan derajat profesionalitasnya (ukuran kadar keprofesiannya). Jika konsepsi keprofesian itu telah menjadi budaya, pandangan, faham, dan pedoman hidup seseorang atau sekelompok orang atau masyarakat tertentu, maka hal itu dapat mengandung makna telah tumbuh kembang profesionalisme di kalangan orang atau masyarakat yang bersangkutan.
Namun ada semacam common denominators antara berbagai profesi. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocation) yang kemudian berkembang makin matang. Selain itu, dalam bidang apapun profesionalisme seseorang ditunjang oleh tiga hal. Tanpa ketiga hal ini dimiliki, sulit seseorang mewujudkan profesionalismenya. Ketiga hal itu ialah keahlian, komitmen, dan keterampilan yang relevan yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang ditengahnya terletak profesionalisme. Ketiga hal itu pertama-tama dikembangkan melalui pendidikan pra-jabatan dan selanjutnya ditingkatkan melalui pengalaman dan pendidikan/ latihan dalam jabatan. Karena keahliannya yang tinggi, maka seorang profesional dibayar tinggi. “well educated, well trained, well paid”< adalah salah satu prinsip profesionalisme.
Dengan demikian, seorang guru yang dapat menyandang tugas profesional itu seyogianya:
1.     Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang pertumbuhan jiwa manusia dari segala segi dan sendinya, demikian pula tentang proses belajar.
2.     Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang alam dan masyarakat, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar khususnya dan pendidikan umumnya. Hal ini sangat penting bagi pembentukkan daar latar belakang kulturil untuk seorang guru mengingat kedudukan dan fungsinya dalam masyarakat di mana ia mengabdi.
3.     Menguasai sepenuhnya pengetahuan dan kefahaman tentang vak (bidang disiplin ilmu/studi) yang ia ajarkan.
4.     Memiliki secukupnya pengetahuan dan pengalaman tentang seni mengajar; hal ini hanya dapat diperoleh setelah mempelajari metodik dan didaktik teoritis maupun praktis, umum maupun khusus, termasuk praktek mengajar secukupnya.
Paling sedikit syarat-syarat umum tersebut harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh mereka yang akan terjun dalam kalangan pendidikan dan pengajaran. Biar bagaimanapun juga pekerjaan mengajar adalah suatu “profession”, dan syarat-syarat umum tadi dengan segala pendidikan dan latihan yang diperlukan untuk memenuhinya, adalah akibat wajar yang lahir dari suatu “profession status”. Oleh karena itu, atas dasar syarat-syarat umum tersebut, susunan rencana pelajaran untuk pendidikan guru berpokok pada:
-         Pendidikan profesional (untuk memenuhi syarat a dan b)
-         Pendidikan umum (untuk memenuhi syarat b)
-         Pendidikan spesialisasi (untuk memenuhi syarat c)

Gagasan model ketiga ini ternyata amat selaras dengan dasar pemikiran yang berkembang di lingkungan UNESCO sebagaimana dikemukakan Goble (1977) dalam bukunya The Changing Role of The Teacher, yang mengidentifikasikan beberapa kecenderungan perubahan peranan guru, yaitu:
-         Kecenderungan ke arah diversifikasi fungsi-fungsi proses pembelajaran dan peningkatan tanggung jawab yang lebih besar dalam pengorganisasian isi dari proses belajar mengajar.
-         Kecenderungan ke arah bergesernya titik berat dari pengajaran yang merupakan pengalihan/transformasi pengetahuan oleh guru kepada proses belajar oleh siswa, dengan memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan sumber-sumber belajar yang inovatif di lingkungan masyarakat.
-         Kecenderungan ke arah individualisai proses belajar dan berubahnya struktur hubungan antara guru dan siswa.
-         Kecenderungan ke arah penggunaan teknologi pendidikan modern dan penguasaan atas pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
-         Kecenderungan ke arah diterimanya bentuk kerjasama yang ruang lingkupnya lebih luas bersama guru-guru yang mengajar di sekolah lain; dan berubahnya struktur hubungan antara para guru sendiri.
-         Kecenderungan ke arah kebutuhan untuk membina kerjasama yang lebih erat dengan orang tua dan orang lain di dalam masyarakat serta meningkatkan keterlibatan di dalam kehidupan masyarakat.
-         Kecenderungan ke arah diterimanya partisipasi pelayan sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler.
-         Kecenderungan ke arah sikap yang menerima kenyataan bahwa otoritas tradisional dalam hubungannya dengan anak-anak telah berkurang-terutama antara anak-anak yang lebih tua terhadap orang tuanya.
Guru dalam Islam sebagai pemegang jabatan profesional membawa misi ganda dalam waktu yang bersamaan, yakni misi agama dan mis ilmu pengetahuan. Misi agama menuntut guru untuk menyampaikan nilai-nilai ajaran agama kepada anak didik, sehingga anak didik dapat menjalankan kehidupan sesuai dengan norma-norma agama tersebut. Misi ilmu pengetahuan menuntut guru menyampaikan ilmu sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk mewujudkan misi ini, menurut Ghofir yang dikutif oleh Agus Maimun (2001: 28), guru harus memiliki seperangkat kemampuan, sikap, dan keterampilan berikut:
1.     Landasan moral yang kukuh untuk melakukan “jihad” dan mengemban amanah.
2.     Kemampuan mengembangkan jaringan-jaringan kerjasama atau silaturahmi.
3.     Membentuk team work yang kompak.
4.     Mencintai kualitas yang tinggi.
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara guru dan peserta didik. Kualitas hubungan antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh pribadi pendidik dalam mengajar (teaching) dan peserta didik dalam belajar (learning). Hubungan tersebut mempengaruhi kesediaan peserta didik untuk melibatkan diri dalam kegiatan ini. Jadi, bila terjadi hubungan yang positif antara guru dan peserta didik, peserta didik akan berusaha sungguh-sungguh masuk kedalam kegiatan ini. Hal ini terjadi karena selain peserta didik memiliki insting peniruan, juga karena mereka memiliki rasa senang yang diperolehnya dari hubungan positif  dengan gurunya. Semakin besar keterlibatan peserta didik pada kegiatan ini tentu semakin besar pula kemungkinan mereka memahami dan menguasai bahan pelajaran yang disajikan, begitupula sebaliknya. Dengan kata lain kualitas hubungan antara guru dan peserta didik menentukan keberhasilan proses pembelajaran yang efektif.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan membantu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses belajar mengajar (schooling is building  or institustional for teaching and learning). Fasilitas, sarana, media, sumber dan tenaga kependidikan.
Merupakan fasilitator yang membantu, mendorong dan membimbing peserta didik dalam pembelajaran guna memperoleh keberhasilan dalam belajar.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari pengalaman dan latihan. Perubahan sebagai hasil dari belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk, seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan serta kemampuan. Oleh sebab itu proses belajar adalah proses aktif. Pembelajaran adalah reaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Proses belajar mengajar diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat melalui pengalaman. Proses belajar mengajar adalah suatu proses melihat dan mengalami, mengamati dan memahami sesuatu yang dipelajari untuk memperoleh hasil yang ditentukan, melalui pembinaan, pemberian penjelasan, pemberian bantuan dan dorongan dari pendidik.
Mengingat begitu pentingnya hubungan antara guru dan peserta didik dalam menentukan keberhasilan pembelajaran, maka guru dituntut untuk mampu menciptakan hubungan yang positif. Guru dituntut untuk menciptakan suasana yang kondusif agar siswa tersedia terlibat sepenuhnya pada kegiatan pembelajaran. Ada lima fungsi guru dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai (1) manajer, (2) fasilitator, (3) moderator, (4) motivator, dan (5) evaluator. Sebagai manajer dalam pembelajaran, seorang guru pada hakekatnya berfungsi untuk melakukan semua kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas-batas kebijaksanaan umum yang telah ditentukan. Dengan demikian guru bertugas merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengontrol kegiatan belajar siswa. Sebagai fasilitator, seorang guru berfungsi untuk memberi kemudahan (kesempatan) kepada siswa untuk belajar. guru tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik, namun guru berperan penting untuk dapat menunjukkan sumber-sumber belajar lain kepada peserta didiknya. Sebagai moderator, guru bertugas mengatur, mengarahkan, mendorong dan mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Guru merupakan motor atau daya penggerak dari semua komponen pembelajaran guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sebagai motivator, guru harus bisa memotivasi siswa, menciptakan lingkungan dan suasana yang mendorong siswa untuk mau belajar dan memiliki keinginan untuk belajar secara kontinu. Sedangkan sebagai evaluator, guru bertugas mengevaluasi (menilai) proses belajar mengajar dan memberikan umpan balik hasil (prestasi) belajar siswa, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Sepanjang sejarah perkembanganya, rumusan profil tenaga pengajar (guru) ternyata bervariasi, tergantung kepada cara mempersepsikan dan memandang apa yang menjadi peran dan tugas pokoknya. Pada umumnya, guru dipandang sebagai pengajar, pendidik, agen pembaharu, bahkan dianggap memiliki banyak fungsi lain.

1)      Guru sebagai Pengajar
Ia harus menampilkan pribadinya sebagai cendikiawan (Scholar) dan sekaligus juga sebagai pengajar (teacher). Dengan demikian yang bersangkutan itu harus menguasai;
a)  Bidang disiplin ilmu (scientific discipline) yang akan diajarkannya, baik aspek substansinya maupun metodologi penelitian dan pengembangannya.
b)  Cara mengajarkannya kepada orang lain atau bagaimana cara mempelajarinya.
2)      Guru sebagai Pengajar dan juga sebagai Pendidik
Ia harus menampilkan pribadinya sebagai ilmuwan dan sekaligus juga sebagai pendidik, sebagai berikut:
a)  Menguasai bidang disiplin ilmu yang diajarkannya.
b)  Menguasai cara mengajarkan dan mengadministrasikannya.
c)   Memiliki wawasan dan pemahaman tentang seluk beluk kependidikan, dengan mempelajari; filsafat pendidikan, sejarah pendidikan, sosiologi pendidikan dan psikologi pendidikan.
Konsorsium ilmu pendidikan (yang dikembangkan oleh T. Raka Joni, 1992) mengetengahkan unsur-unsur program pendidikan guru itu hendaknya mencakup;
a)  Bidang kajian umum yang berlaku bagi setiap program studi di jenjang pendidikan tinggi (MKDU)
b)  Bidang ilmu sebagai sumber bahan ajar (MKK-Bidang studi)
c)   Bidang pemahaman mendalam atas peserta didik (MKDK-Kependidikan);
d)  Bidang teori dan keterampilan keguruan (MKK-Keguruan)
3)      Guru sebagai Pengajar, Pendidik, dan juga Agen Pembaharuan dan Pembangunan Masyarakat
Yang bersangkutan diharapkan dapat menampilkan pribadinya sebagai pengajar dan pendidik siswanya dalam berbagai situasi (individual dan kelompok, didalam dan diluar kelas, formal dan non-formal, serta informal) sesuai keragaman karakteristik dan kondisi obyektif siswa dengan lingkungan kontekstualnya; lebih luas lagi sebagai penggerak dan pelopor pembaharuan dan perubahan masyarakatnya di mana ia berada.
Gagasan model ini sebenarnya telah dikembangkan pola dasar pemikirannya semenjak awal pendirian PTPG sebagai miniature LPTK di negeri ini, berdasarkan kajian komparatif dari Negara-negara maju diantaranya USA, Australia, dan Eropa. Dengan demikian, seorang guru yang dapat menyandang tugas professional itu seyogianya:
a)  Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang pertumbuhan jiwa manusia dari segala segi dan sendinya, demikian pula tentang proses belajar.
b)  Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang alam dan masyarakat, yaitu factor-faktor yang mempengaruhi proses belajar khususnya dan pendidikan umumnya. Hal ini sangat penting bagi pembentukkan dasar latar belakang kulturil untuk seorang guru kedudukan dan fungsinya dalam masyarakat di mana ia mengabdi.
c)   Menguasai sepenuhnya pengetahuan dan kefahaman tentang vak (bidang disiplin ilmu/studi) yang ia ajarkan.
d)  Memiliki secukupnya pengetahuan dan pengalaman tentang seni mengajar; hal ini hanya dapat diperoleh setelah mempelajari metodik dan didaktik teoritis maupun praktis, umum maupun khusus, termasuk praktek mengajar secukupnya.
Paling sedikit syarat-syarat umum tersebut harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh mereka yang akan terjun dalam kalangan pendidikan dan pengajaran. Bagaimanapun juga pekerjaan mengajar adalah suatu “profession”, dan syarat-syarat umum tadi dengan segala pendidikan dan latihan yang diperlukan untuk memenuhinya, adalah akibat wajar yang lahir dari suatu “profession status”. Oleh karena itu, atas dasar syarat-syarat umum tersebut, susunan rencana pelajaran untuk pendidikan guru berpokok pada:
-       Pendidikan professional (untuk memenuhi syarat a dan b)
-       Pendidikan umum (untuk memenuhi syarat b)
-       Pendidikan spesialisasi (untuk memenuhi syarat c)
Gagasan model ketiga ini ternyata amat selaras dengan dasar pemikirian yang berkembang di lingkungan UNESCO sebagaimana dikemukakan Goble (1977) dalam bukunya The Changing Role of The Teacher, yang mengidentifikasikan beberapa kecenderungan perubahan peranan guru, yaitu:
-       Kecenderungan kearah diversifikasi fungsi-fungsi proses pembelajaran dan peningkatan tanggung jawab yang lebih besar dalam pengorganisasian isi dari proses belajar mengajar.
-       Kecenderungan kearah bergesernya titik berat dari pengajaran yang merupakan pengalihan/transformasi pengetahuan dari guru kepada proses belajar oleh siswa, dengan memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan sumber-sumber belajar yang inovatif di lingkungan masyarakat.
-       Kecenderungan kearah individualisasi proses belajar dan berubahnya struktur hubungan antara guru dan siswa.
-       Kecenderungan kearah penggunaan teknologi pendidikan modern dan penguasaan atas pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
-       Kecenderungan kearah diterimanya bentuk kerjasama yang ruang lingkupnya lebih luas bersama guru-guru yang mengajar di sekolah lain; dan berubahnya struktur hubungan antara para guru sendiri.
-       Kecenderungan kearah kebutuhan untuk membina kerjasama yang lebih erat dengan orang tua dan orang lain di dalam masyarakat serta meningkatkan keterlibatan di dalam kehidupan masyarakat.
-       Kecenderungan kearah diterimanya partisipasi pelayan sekolah dan kegiatan ekstra kurikuler.
-       Kecenderungan kearah sikap yang menerimanya kenyataan bahwa otoritas tradisional dalam hubungannya dengan anak-anak telah berkurang terutama antara anak-anak yang lebih tua terhadap orang tuanya.
4)      Guru yang berkewenangan berganda sebagai Pendidik Profesional dengan Bidang Keahlian lain selain kependidikan
Mengantisipasi kemungkinan terjadinya perkembangan dan perubahan tuntutan dan persyaratan kerja yang dinamis dalam alam globalisasi mendatang, maka tenaga guru harus siap secara luwes kemungkinan alih fungsi atau alih profesi (jika dikehendakinya). Ide dasarnya adalah untuk memberi peluang alternative bagi tenaga kependidikan untuk meraih taraf dan martabat hidup yang layak, tanpa berpretensi mengurangi makna dan martabat profesi guru, sehingga para guru sudah siap menghadap persaingan penawaran jasa pelayanan professional di masa mendatang.
Untuk melaksanakan fungsinya yang sangat menetukan tersebut, guru dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai. Tanpa kemampuan yang cukup, sulit diharapkan bahwa guru dapat melaksanakan fungsinya dengan sehingga tujuan kegiatan belajar mengajar akan tercapai. Guru harus mampu merencanakan dan melaksanakan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan kondisi siswanya, guru harus mampu menggunakan berbagai pendekatan dan metode pengajaran. Selain itu gurupun harus memiliki kepribadian yang baik dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan siswanya. Dengan kata lain seorang guru harus memiliki kemampuan pribadi, kemampuan professional dan kemampuan social. Kemampuan pribadi meliputi berbagai karakteristik kepribadian seperti integritas pribadi, adil, jujur, disiplin, simpatik, terbuka, kreatif, berwibawa dan lian-lain. Kemampuan professional meliputi penguasaan materi pelajaran dan kemampuan merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran. Sedangkan kemampuan social meliputi keterampilan berkomunikasi dengan siswa dan dapat bekerjasama dengan senua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pembelajaran.
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sangat penting peranannya dalam keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Untuk itu maka pembelajaran yang diciptakan guru untuk menumbuh kembangkan potensi anak melalui pendekatan pembelajaran terpadu perlu untuk dipahami dan dikuasai guru dalam proses pembelajarannya.
Agar memperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar mengajar, peserta didik dan guru dalam proses belajar mengajar perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-       Menciptakan suasana proses belajar mengajar yang menyenangkan dan merangsang kreativitas proses belajar mengajar.
-       Mengoptimalkan hasil belajar, melalui proses belajar mengajar yang berdaya guna dan berhasil guna.
-       Mengerjakan tugas dengan baik.
-       Merumuskan tujuan pembelajaran secara nyata.
-       Melihat kembali hasil-hasil pembelajaran yang telah dicapai.
-       Mencari jalan keluar agar dalam proses belajar mengajar lebih aktif dan kreatif.
Dan akhirnya hal yang sangat diperlukan oleh suatu profesi ialah pengakuan masyarakat atas jasa yang diberikannya. Kita kenal, profesi yang paling tua adalah kedokteran dan hukum. Ia berkembang dari tradisi pengobatan tradisional yang mencampuradukan pseudo science dengan science. Hukum berkembang dari kebutuhan masyarakat akan adanya rasa aman dan kepastian hukum bagi pelanggar aturan. Ahli sosiologi hukum memahami betul bahwa setiap masyarakat mengembangkan hukumnya sndiri sesuai dengan kondisi kemasyarakatan dan semangat zamannya.
B.     Istilah yang Berkaitan dengan Profesi
Diskusi tentang profesi melibatkan beberapa istilah yang berkaitan, yaitu profesi, professional, profesionalisme, profesionalisasi, dan profesionalitas, dkk (1991:19) menjelaskan kelima konsep tersebut sebagai berikut.
                1.      Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sambarangan orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pelatihan/latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service training). Di luar pengertian ini, ada beberapa ciri profesi khususnya yang berkaitan dengan profesi kependidikan.
                2.      Professional menunjukkan pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang professional”. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Pengertian kedua ini, professional dikontraskan dengan “non-profesional” atau “amatir”.
                3.      Profesionalisme menunjukkan kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
                4.      Profesionalitas :mengacu kepada sikap para anggota terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka memiliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.
                5.      Profesionalisasi :menunjuk pada proses peningkatan kualitas maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan professional (professional development) baik dilakukan melalui pendidikan/latihan “pra-jabatan” maupun “dalam-jabatan”. Oleh karena itu, profesionalisasi merupakan proses yang life-long dan never-ending, secepat seseorang telah menyatakan dirinya sebagai warga atau profesi.
Profesi menunjukan pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.
Professional menunjukan pada dua hal. Pertama, penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya, tapi bisa juga menunjukan pada orangnya.
Profesionalisasi menunjukan pada proses menjadikan seseorang sebagai professional melalui pendidikan pra-jabatan dan/atau dalam jabatan. Proses pendidikan dan latihan ini biasanya lama dan intensif.
Profesionalisme menunjukan pada derajat penampilan seseorang sebagai professional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.


C.     Tingkatan Profesi
Tidak semua pekerjaan menuntut tingkat professional tertentu, keragaman kemampuan ditinjau dari tingkat keprofesionalan yang ada diperlukan karena di masyarakat terdapat beberapa pekerjaan yang kategorinya juga berbeda. Pertanyaannnya sekarang, jenis-jenis bidang pekerjaan apa dan yang mana saja yang telah ada dan/atau sedang berkembang dimasyarakat selama ini, serta bagaimana pula posisi atau status keprofesinya. Dengan memperhatikan pokok-pokok perangkat keprofesian tertentu, Richey (1974) secara tentative telah mencoba mengidentifikasi tingkat-tingkat keprofesian itu seperti tertera pada gambar 2.1 terlihat dibawah ini.



 








Dari sekian pekerjaan yang terdapat dalam dunia kekaryaan ternayta masih ada pengkategorianya sebagai berikut:
(1) Profesi yang telah mapan (older proffesion);
(2) Profesi baru (newer profesion);
(3) profesi yang tumbuh kembang (emergen proffesin)
(4) Semi-profesi (semiproffesion); dan
(5) Tugas jabatan atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiaanya (occupations that lay unrecognized claim to proffesional status).
Menurut pendapat Richy (1974) sendiri tidak memberikan rincian contohnya yang definitif tentang jenis pekerjaan apa atau yang mana termaksut kategori keprofesian yang mana.
Akan tetapi dari berbagai rujukan lain, jenis-jenis pekerjaan ini semua memerlukan pelayanan yang yang ditujukan kepada orang lain. Perbedaan kategori pekerjaan tidak menunjukan perbedaan unsur-unsur atau elemen yang memerlukan pelayanan tetapi menunjukan pada sifat dan hakikat dari pelayanan. Perbedaan kebutuhan pelayanan ini khususnya dibedakan atas menddasar dan tidaknya tumpuan pekerjaan serta besar kecilnya tanggung jawab yang dituntut. Sebagai gambaran yang dapat digolongkan kedalam jenis kategori yang mapan itu antara lain; hukum, kedokteran, dan sebgainya.
Sedangkan yang termsuk kategori yang baru antara lain: akuntan, arsitek, dsb. Oteng Sutisna mengkaimbidang kependidikan, khususnya administrasi kepindidikan sebagai salah satu jenis profesi yang sedang tumbuh kembang (1983:311-314). Adapun jenis pekerjaan yang termasuk kategori semiprofesional, banyak disebut juga diantaranya keperawatan dan juga sebagaian dari gugus pekerjaan kependidikan, misalnya para guru di tingkat pendidikan dasar (Richey, 1974:13-14). Kemudian yang sering didengar juga sejenis pekerjaan yang mengklaim dirinya sebagai profesi, diindonesia misalnya bidang kemiliteran yang dinyatakan ABRI sebagai prajurit profesional. Bloom dan balinsky (1961:408-411) meskipun tidak membedakaan secara tegas batas antara kategori profesional dan semi profesional telah menunjukan sejumlah bidang pekerjaan yang termasuk kedalam kedua kategori tersebut sebagai suatu kesatuan kelompok bidang pekerjaan dalam tatanan dunia kerja.







WORKERS OF THE WORLD

COMPUTATIONAL                         CLERICAL                          PERSUASIVE
       AND SALES
GENERAL CLARICAL                   WORKERS                           PERSUASIVE

BUSINEES AND
INDUSTRIAL SUPERVISORS       MANAGERIAL                    FORMEN
WORKERS        PERSONNELWORKRES

ELEMENTAL                                                MANUAL                  OBSERVATIONAL
         WORKERS             
                                                                                    MANIPULATING

MACHINE TRADES           
WORKERS                                        MEHANICAL
WORKERS                           CRAFTSME


AGRICULTURAL                            OUT-OF-DOOR
WORKERS                            FISHERY

FORESTRY

ARTISTIC                                                                                          LITERACY

ENTERTAIMENT                 PROFESIONAL AND                     MUSICAL
SEMI-PROFESSIONAL
HEALTH                                            WORKERS                    SOCIALSERVICE


LEGAL                                                                                               TEACHING


FOOD PREPARATION        SERVICES                            CHILD GAME                                                          WORKERS                        PERSONAL SERVICE

ENGINEERING        TECHNICAL WORKERS          SECIENTIFIC

DESIGNING                                     COMMUNICATIONAND
TRANSPORTATION

GAMBAR 2.2 FUNCTIONAL OCCUPATIONAL, STRUCTURE OF THE WORDL

Pada Gambar 2.2 dapat dicermati, paling tidak terdapat delpan bidang gugusan pekerjaan yang termaksud, ialah; (1) legal; (2) health; (3) entertaiment; (4) artistic; (5) literlacy; (6) musical (7) social service, dan (8) teaching. Meskipun hanya lebel taeching yang disebut namun setidaknya dapat dijadikan salah satu petunjuk bahwa unsur bidang pekerjaan kependidikan, secara universal, telah dikenal sebagai salah satu termasuk gugus kategori keprofesian, bukan mustahil telah dan akan dapat berkembang pula berbagai bidang pekerjaan yang profesional. Sejauh mana pandangan para pakar mengenai kemungkinan penerapan konsepsi tersebut, kiraanya akan dapat ditelaah pada bagian selanjutnya.

LATIHAN

1.     Jelaskan makna profesi dan kaitanya dengan profesi keguruan
2.     Jelaskan makna profesioanl dan kaitanya dengan profesi keguruan
3.     Jelaskan makna profesionalisme dan kaitanya dengan profesi keguruan
4.     Jelaskan makna profesionalisasi dan kaitanya dengan profesi keguruan
5.     Jelaskna makna profesionalitas dalam profesi keguruan
6.     Identifikasi bahwa guru terasuk kategori suatu profesi dalam berbagi prespektif

RANGKUMAN

Profesi itu pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratanya khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukanya.
Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, penampilan seseorang yang sesuia dengan tuntutan yang seharusnya, tapi bisa juga menunjuk pada orangnya. Profesional menunjuk pada proses menjadikan seseorang sebagai profesiona melalui pendidikan para-jabatan dan/atau dalam jabatan. Proses pendidikan dan latihan ini biasanya lama dan intensif.
Profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasakan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
Keragaman kemampuan ditinjau dari tingkat keprofesionalan yang ada diperlukan karena dimasyarakat terdapat berbagai pekerjaan yang kategorinya juga berbeda dengan pengkategorian sebagai berikut: (profesi yang telah mapan) (older proffesions); (2) profesi baru (newer professions); (3) profesi yang sedang tumbuh kembang (emergent professions); (4) semi-profsi (semiprofessions); (5) tugas jabatan atau pekerjaan yang belum jelas arah tuntutan status keprofesianya (occupations that lay unrecognized claim to professional status).
Teaching telah dikenal sebagai salah satu yang termasuk gugus kategori keprofesian, bukan mustahil telah dan akan dapat berkembag pula berbagai bidang pekerjaan yang profesional. Sejauh mana pandangan para pakar mengenai kemungkinan penerapan konsepsi keprofesian tersebut, kiranya akan dapat telaah pada bagian selanjutnya.


TES FORMATIF 1   

Petunjuk: pililah salah satu jawaban yang dianggap paling tepat!
1.     Secara leksikal, perkataan profesi mengandung berbagai mkana dan pengertian sebagai berikut, kecuali:
a.     Profesi itu menunjukan dan mengungkapkan suatu kepercayaan dan keyakinan atas sesuatu kebenaran atau kredibiltas seseorang.
b.     Profesi itu dapat pula memunjukan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu.
c.      Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepala pengembanya)
d.     Profesi itu merupakan suatu pekerjaan tanpa meminta persiapan spesialisasi relatif lama di perguruan tinggi.
2.     Dalam bidang apapun profesionalisme seseorang ditunjang oleh tiga hal untuk mewujudkan profesionalismenya sebagai berikut, kecuali:
a.     Kebutuhan
b.     Keahlian
c.      Komitmen
d.     Keterampilan yang relevan
3.     Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expreties) dari pada anggotanya, yang berarti bahwa profesi:
a.     Bisa dilakukan oleh sembarangan orang yang telah tidak dilatih
b.     Tidak disiapkan secara khusus untuk melakuka pekerjaan itu
c.      Diperoleh melalui pendidikan umum
d.     Tidak mengharapkan bayaran yang sesuai dengan kemampuanya
4.     Profesioanl memiliki makna:
a.     Orang yang menyandang suatu profesi
b.     Penampilan fisik seseorang
c.      Pekerjaanya yang sesuai dengan bakatnya
d.     Kemampuan dalam bekerja
5.     Makna profesionalisme menunjuk kepada
a.     Komitmen kepada para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnay
b.     Strategi-strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya
c.      Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik
d.     Kriteria dan standar dalam melakukan pekerjaan dengan baik dan benar
6.     Profesionalitas mengacu kepada
a.     Pengetahuan
b.     Sikap
c.      Keahlian
d.     Pekerjaan

7.     Proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi ndalam mencapai kiteria yang standar dalam penampilanya sebagai anggota profesi.
a.     Pofesi
b.     Profesionalisme
c.      Profesionalisasi
d.     Profesionialitas
8.     Profesionalisme pada dasarnnya merupakan
a.     Pendidikan/latihan “pra-jabatan maupun “dalam-jabatan”
b.     Pengembangan profesional (professional defelopment)
c.      Life-long educaation
d.     Jabatan profesi
9.     Profesionalisme menunjuk pada
a.     Derajat penamilan seseorang sebagai profesional
b.     Penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi
c.      Sikap dan koitmen anggota profesi
d.     Standar kerja yang tinggi
10.                        Hal yang sangat diperlukan oleh suatu profesi ialah
a.     Tradisi yang mencampuradukan pseudi science dengan science
b.     hukum yang berkembang dari kebutuhan masyarakat
c.      pengakuan masyarakat atas jasa yang diberikanya
d.     kondisi kemasyarakatan dan semangat zamanya.
Kegiatan Belajar -2
                  KARAKTERISTIK DAN SYARAT PROFESI GURU
Secara implisit sesungguhnya telah tersimpul beberapa ciri pokok yang membedakan suatu jenis pekerjaan yang telah dapat diidentifikasikan sebagai suatu profesi dari jenis kategori pekerjaan lainnya .  Telah sejak lama permasalahan karakteristik keprofesian tersebut menjadi perhatian dan focus telaahan banyak pakar yang meminatinya. Tiada keseragaman kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karakteristik keprofesian termaksud.
A. Karakteristik Profesi
      Lieberman  (1956), mengemukakan bahwa karakteristik profesi kalau di cermati secara  seksama ternyata terdapat titik-titik persamaannya. Di antara pokok-pokok persamaannya itu ialah sebagai berikut
 1.A unique, definite, and essential service
Profesi itu merupakan suatu jenis pelayanan  pekerjaan yang unik (khas), dalam arti berbeda dari jenis pekerjaan atau pelayanan apaun yang lainnya. Disamping itu, profesi juga bersifat definitive dalam arti jelas batas-batas kawasan cakupan bidang garapannya (meskipun mungkin sampai batas dan derajat tertentu ada kontingensinya dengan bidang lainnya). Selanjutnya, profesi juga merupakan suatu pekerjaan atau pelayanan yang amat penting, dalam arti hal itu amat di butuhkan oleh pihak penerima jasanya sementara pihaknya sendiri tidak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukannya sendiri.
2. An emphasis upon intellectual tecniquein performing its service
Pelayanan itu amat menuntut kemampuan kinerja intelektual, yang berlainan dengan keterampilan atau pekerjaan manual semata-mata. Benar, pelayanan profesi juga terkadang mempergunakan peralatan manual dalam praktek pelayanannya, seperti seorang dokter bedah misalnya menggunakan pisau operasi, namun proses penggunaannya dibimbing oleh suatu teori dan wawasan intelektual.
3. A long period of specialized training
Untuk memperoleh penguasaan dan kemampuan intelektual (wawasan ataun visi dan kemampuan atau kompetensi serta kemahiran atau skills) serta sikap professional tersebut di atas, seseorang akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai kualifikasi keprofesian sempurna lazimnya-tidak kurang dari lima tahun lamanya; ditambah dengan pengalaman praktek terbimbing hingga tecapainya suatu tingkat kemandirian secara penuh dalam menjalankan profesinya. Pendidikan keprofesian termaksud lazimnya diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi, dengan proses pemagangannya sampai batas waktu tertentu dalam bimbingan para seniornya
4. A broad range of autonomy for both the individual practitioners and the occupational group as a whole
Kinerja pelayanan itu demikian cermat secara teknis sehingga kelompok (asosiasi)  profesi  yang bersangkutan sudah memberikan jaminan bahwa anggotanya dipandang mampu untuk melakukannya sendiri tugas pelayanan terebut, apa yang seyogianya dilakukan dan bagaimana menjalankannya, siapa yang seyogianya memberikan izin dan lisensi untuk melaksanakan kinerja itu. Individu-individu dalam kerangka kelompok asosiasinya pada dasarnya relatif bebas dari pengawasan, dan secara langsung mereka menangani perakteknya. Dalam hal menjumpai suatu kasusu yang berada di luar kemampuannya, mereka membuat rujukan (referral ) kepada orang lain dipandang lebih berwenang, atau membawanya kedalam suatu panel atau konferensi kasus (case conference)
5. An acceptance by the practitioners of broad personal responsibility for judgments made and acts performed within the scope of professional autonomy
Konsekuensi dari otonomi yang dilimpahkan kepada seorang tenaga praktisi professional itu, maka berarti pula ia memikul tanggung jawab pribadinya harus secara penuh. Apapun yang terjadi, seperti dokter keliru melukan diagnosis atau memberikan perlakuan tehadapa pasiennya atau seorang guru yang keliru menangani permasalahan siswanya, maka kesemuanya itu harus dipertanggungjawabkannya, serta tidak selayaknya menudingkan atau melemparkan kekeliruannya kepada pihak lain.
6. An emphasis upon the service to be rendered, rather than the economic gain to the practitioners, as the basis for the organization and performance of the social service delegated to the occuopational group
Mengingat pelayana professional itu merupakan hal yang amat essensial (dipandang dari pihak masyarakat yang memerlukannya) maka hendaknya kinerja pelayanan tersebut lebih mengutamakan kepentingan pelayanan pemenuhan kebutuhan tersebut, ketimbang untuk kepentingan perolehan imbalan ekonomis yang akan diterimanya. Hal itu bukan berarti pelayanan professional tidak boleh memperoleh imbalan yang selayaknya. Bahkan seandainya kondisi dan situasi menuntut atau memanggilnya, seorang profesioanl itu hendaknya bersedia memberikan pelayanan tanpa imbalan sekalipun.
7. A comprehensive self-gouverning organization of practitioners
Mengingat pelayanan itu sangat teknis sifatnya, maka masyarakat menyadari bahwa pelayanan semacam itu hanya mungkin dilakukan penanganannya oleh mereka yang kompeten saja. Karena masyarakat awan di luar yang kompeten yang bersangkutan, maka kelompok (asosiasi) para praktisi itu sendiri satu-satunya institusi yang seyogianya menjalankan peranan yang ekstra, dalam arti menjadi polisi atau dirinya sendiri, ialah mengadakan pengendalian atas anggotanya mulai saat penerimaannya dan memberikan sanksinya bilamana diperlukan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran terhadap kode etiknya.
8. A code of ethics wich has been clarified at ambiguous and doubtful points by concreta cases
Otonomi yang dinikmati dan dimiliki oleh organisasi profesi dengan para amggotanya seyogianya disertai kesadaran dan I’tikad yang tulus baik pada organisasi maupun pada individual anggotannya untuk memonitor perilakunya sendiri. Mengingat organisasi dan sekaligus juga anggotanya harus menjadi polisi atas dirinya sendiri maka hendaknya mereka bertindak sesuai dengan kewajiban dan tuntunan moralnya baik terhadap klien dan masyarakatnya. Atas dasar itu, adanya suatu perangkat kode etik yang telah disepakati bersama oeh yang bersangkutan seyogianya membimbing hati nuraninya dan mempedomani segala tingkah lakunya .
Dari keterangan tersebut di atas itu maka pada intinya bahwa sesuatu pekerjaan itu dapat dipandang sebagai suatu profesi apabila minimal telah memadai hal-hal berikut:
1.     Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas, definitive dan sangat penting dan dibutuhkan masyarakat .
2.     Para pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan tersebut telah memiliki wawasan, pemahaman dan penguasaan pengetahuan serta perangkat teoritis yang relevan secara luas dan mendalam; menguasai perangkat kemahiran teknis kinerja pelayanan memadai persyaratan standarnya; memiliki sikap profesi dan semangat pengabdian yang positif dan tinggi; serta kepribadian yang mantap dan mandiri dalam menunaikan tugas yang diembannya dengan selalu mempedomani dan menindahkan kode etika yang digariskan institusi (organisasi) profesinya.
3.     Memiliki system pendidikan yang mantap dan mapan berdasarkan ketentuan persyaratan standarnya bagi penyiapan (preservice)maupun pengembangan (inservive, continuing, development) tenaga tugas pekerjaan professional yang bersangkutan; yang lazimnya diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi berikut lembaga lain dan organisasi profesinya yang bersangkutan.
4.     Memiliki perangkat kode etik professional yang telah disepakati dan selalu dipatuhi serta dipedomani para anggota pengemban tugas pekerjaan atau profesinal yang bersangkutan. Kode etik professional dikembangkan, ditetapkan dan diberdayakan keefektivannya dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
5.     Memilik organisasi yang menghimpun , membina, dan mengembangkan kemampuan professional, melindungi kepentingan professional serta memajukan kesejahteraan anggotanya dengan senan tiasa mengindahkan kode etikanya dan ketentuan organisasinya.
6.     Memiliki jurnal dan sarana publikasi professional lainnya yang menyajikan berbagai karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai media pembinaan dan pengembangan para anggotanya serta pengabdian kepada masyarakat dam khazanah ilmu pengetahuan yang menopang profesinya
7.     Memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya baik secara social (dari masyarakat) dan secara legal (dari pemerintah yang bersangkutan atas keberadaan dan kemanfaatan profesi termaksud).
Orinstein dan Levine (Soetjipto dan Kosasi, 2004:15) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini.
1.     Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hyat(tidak berganti-ganti pekerjaan).
2.     Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai.
3.     Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
4.     Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5.     Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya/.
6.     Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar).
7.     Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8.     Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank lien, dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
9.     Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervise dalam jabatan.
10.                        Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
11.                        Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.
12.                        Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan dan mengasingkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
13.                        Mempunyai kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.
14.                        Memepunyai status social dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lain).

B. Syarat-syarat profesi
Menurut Robert W. Richey (Arikunto, 1990:235) mengemukakan ciri-ciri dan syarat profesi sebagai berikut;
1.     Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi
2.     Seorang pekerja professional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya,
3.     Memeiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
4.     Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan,tingkah laku, sikap dan cara kerja.
5.     Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6.     Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin dari dalam profesi, serta keseahteraan anggotanya.
7.     Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi,dan kemandirian.
8.     Memandang profesi suatunkarier hidup (alive career) dan menjadi seorang anggota yang permanen,
Ciri-ciri dan syarat-syarat di atas dapat digunakan sebagai kriteria, atau tolak ukr keprofesionalan guru. Selanjutnya kriteria ini akan berfungsi ganda, yaitu:
1.     Untuk mengukur sejauh nama-nama guru di Indonesia telah memenuhi kriteria profesionalisasi.
2.     Untuk dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala upaya menuju profesionalisai guru.
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National Education Association (NEA) yang menyarankan kriteria berikut:
1.     Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2.     Jabatan yang menggeluti suatu batang ilmu yang khusus.
3.     Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4.     Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang berkesinambungan.
5.     Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6.     Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri.
7.     Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
8.     Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Berikut ini penjelasan kriteria di atas:
1.     Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangan didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesioanal lainnnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett dalam Soetjipto dan Kosasi, 2004:18).
2.     Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan menungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan. Namun belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education). Atau kegurauan (teaching) (Ornstein dan Levine, dalam Soetjipto dan Kosasi, 2004:19).
Terdapat berbagai perdapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang.Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara ilmiah.Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains (science), sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat atau seni (art). Namun dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of Educational Research misalnya , terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khsususnya. Sebailknya masih ada pula yang berpendapat bahwa ilmu pendidikan seang dalam krisis identitas, batangv tubuh tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et. al, 204: 19). Sementara itu, ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioural science). Ilmu pengetahuan alam dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan peraturandan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodelogi yang jelas. Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Di samping itu, ilmu terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya dan disetujui sebagian besar ahlinya. (Gideons dan Wording, dalam Soetjipto dan Kosasi, 2004:20)
Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan para ahlinya, selalu berdebat dan berselisih, mahalah kadang-kadang menimbulkan pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan baik ini adalah isi dari kurikulum penidikan guru berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, walaupun telah mulai disamakan dengan menentukan topik-topik inti yang wajib ada dalam kurikulum.
Banyak guru di sekolah menengah diperkirakan mengajar di luar bidang ilmu yang cocok dengan ijazahnya; Misalnya banyak guru matematika yang tidak mendapatka mayor falam matematika sewaktu dia belajar pada lembaga pendidikam guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika.. Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam, walaupun sudah ada berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang ini.
Apakah guru bidang ilmu pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku pendidikan dan pelatihannya? Sampai saat ini pendidikan guru banyak yang ditentukan ‘dari atas’ada yang waktu pendidikannya cukup dua tahun saja ada yang perlu tiga tahun atau harus empat tahun.
Untuk melangkah kepada jabatan profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus mempunyain kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama, dan bukan di dikte dengan kelompok yang berkepentingan, misalnya oleh lembaga pendidikan guru atau wilayah pendidikan beserta jajarannya.
3.     Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka)
Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini yang membedakan jabatan profesional dengan non profesional antara lain adalan dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Pertama, yakni penidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Orstein dan Levine, 2004:21). Tetapi jenis kedua ini tidak adalagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan berpendapat bahwa persiapam profesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdriri dari pendidikan umum, profesional, dan khusus sekurang-kurangnya emapat tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK) atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi non LPTK. Namun sampai sekarang di Indonesia ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
4.  Jabatan yang memerlukan 'latihan dalam jabatan' yang berkesinambungan.
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan laihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan profesional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Untunglah di Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
6. Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri.
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
Sementara kebanyakan jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk meyakinkan kemampuan minimum yang diharuskan, tidak demikian halnya dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan calon mahasiswa yang masuk ke lembaga pendidikan guru nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat dipengaruhi oleh mutu masuknya atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu calon mahasiswa lembaga pendidikan guru.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan profesional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetisinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan kliennya.
Dokter dan pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara kliennya membayar untuk itu namun tak seorangpun mengharap bahwa orang banyak atau klien akan menulis resep ataupun yang menulis kontrak. Bila klien ikut mempengaruhi keputusan dari praktek dokter atau pengacara, maka hubungan profesional-klien berakhir. Ini pada hakikatnya berarti mempertahankan klien dari mangsa ketidaktahuannya, disamping juga menjaga profesi dari penilaian yang tidak rasional dari klien atau khalayak ramai. Para profesional harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat penilaian, sebaliknya tidak demikian dengan klien.
Bagaimana dengan guru? Guru sebagaimana sudah diutarakan di atas, sebaliknya membolehkan orang tua, kepala sekolah, pejabat kantor wilayah atau anggota masyarakat mengatakan apa yang harus dilakukan mereka. Otonomi profesional tidak berarti bahwa tidak ada sama sekali kontrol terhadap profesional. Sebaliknya, ini berarti bahwa kontrol yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan profesional dalam hal itu. Kelihatannya untuk masa sekarang sesuai dengan kondisi yang ada di negara kita, kriteria ini belum dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat perperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih jabatan guru. Oleh karena itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi. Kriteria ini dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan waah seluruh guru mulai ari guru taman kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan tingkat atas, dan ada pula Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh sarjana pendidikan. Di samping itu, juga telah ada kelompok guru mata pelajaran sejenis, baik pada tingkat daerah maupun tingkat nasional, namun belum terkait secara baik dengan PGRI. Harus dicarikan usaha yang sungguh-sungguh agar kelompok-kelompok guru mata pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan, tetapi dirangkul kedalam pangkuan PGRI sehingga merupakan jalinan yang amat rapi dari suatu profesi yang baik.

LATIHAN

1. Jelaskan makna etika profesi
2. Jelaskan makna etika profesi dalam konteks keguruan
3. Sebutkan perbuatan etik yang berhubungan dengan profesi keguruan

RANGKUMAN

Secara Implisit sesungguhnya telah tersimpul beberapa ciri pokok yang membedakan suatu jenis pekerjaan yang telah dapat diidentifikasikan sebagai suatu profesi dari jenis kategori pekerjaan lainnya. Telah sejak lama permasalahan karakteristik keprofesian tersebut menjadi perhatian dan fokus telaahan banyak pakar yang meminatinya. Tiada keseragaman kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karakteristik keprofesian termaksud.
Karakteristik profesi kalau dicermati secara seksama ternyata terdapat titik-titik persamaannya dapat ciri-ciri dan syarat-syarat tersebut dapat digunakan sebagai kriteria atau tolok ukur keprofesionalan yang berfungsi ganda, yaitu: (a) untuk mengukur sejauh mana guru-guru di Indonesia telah memenuhi kriteria profesionalisasi, dan (b) untuk dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala upaya menuju profesionalisasi guru.
Etika dalam Islam menyangkut norma dan tuntunan atau ajaran yang mengatur sistem kehidupan individu atau lembaga (corporate), kelompok dan masyarakat dalam interaksi hidup antar individu, antar kelompok atau masyarakat dalam konteks hubungan dengan Allah dan lingkungan. Di dalam sistem etika Islam ada sistem penilaian atas perbuatan atau perilaku yang bernilai baik dan bernilai buruk.

TES FORMATIF 2
Petunjuk: Pilihan salah satu jawaban yang dianggap paling tepat!
1.      Profesi itu merupakan suatu jenis pelayanan atau pekerjaan yang unik (khas), dalam arti:

a. berbeda dari jenis pekerjaan atau pelayanan apapun yang  lainnya.
b.  tidak jelas batas-batas kawasan cakupan bidang garapannya
c.  suatu pekerjaan atau pelayanan yang amat penting
d.  amat dibutuhkan oleh pihak penerima jasa.
2.     Pelayanan itu amat menuntut:
a.          keterampilan atau pekerjaan manual semata-mata
b.         kemampuan kinerja intelektual
c.          penggunaan peralatan manual dalam praktek pelayanannya
d.         dibimbing oleh suatu teori dan wawasan intelektual
3.     Pendidikan profesi bertujuan untuk
a.      mencapai kualisifikasi keprofesian sempurna
b.     mencapai suatu tingkat kemandirian secara penuh dalam menjalankan profesinya
c.      memperoleh penguasaan dan kemampuan intelektual serta sikap profesional
d.     memperoleh bimbingan para seniornya dalam proses pemagangan
 
4.     Kinerja pelayanan profesional dapat dilakukan melalui
a.      melakukannya sendiri tugas pelayanan tersebut tanpa jaminan
b.      memberikan izin dan lisensi untuk melaksanakan kinerja itu
c.      Relatif bebas dari pengawasan, dan secara langsung mereka menangani prakteknya
d.     Membuat rujukan (referral) kepada orang lain dipandang lebih berwenang, atau membawanya ke dalam suatu panel atau konferensi kasus (case conference)

5.     Konsekuensi dari otonomi yang dilimpahkan kepada seorang tenaga praktisi prpfessional itu, maka berarti
a.      memikul tanggung jawab pribadinya secara penuh
b.     boleh keliru menangani permasalahan
c.      mempermasalahkan sistem yang ada
d.     menudingkan atau melemparkan kekeliruannya kepada pihak lain

6.     Mengingat pelayanan professional itu merupakan hal yang amat esensial (dipandang dari pihak masyarakat yang memerlukannya) maka hendaknya kinerja pelayanan tersebut lebih mengutamakan
a.      kepentingan perolehan imbalan ekonomis
b.     kepentingan pelayanan pemenuhan kebutuhan
c.      kepentingan pribadi
d.     kepentingan golongannya

7.     Mengingat pelayanan profesi itu sangat teknis sifatnya, maka masyarakat menyadari bahwa pelayanan semacam itu hanya mungkin dilakukan penanganannya oleh mereka yang
a.      pintar
b.     santai
c.      kuat
d.     kompeten

8.     Mengingat organisasi dan sekaligus juga anggotanya harus menjadi polisi atas dirinya sendiri maka hendaknya mereka bertindak sesuai dengan kewajiban dan tuntunan moralnya baik terhadap klien maupun masyarakatnya. Atas dasar itu, adanya suatu
a.      perangkat kode etika yang disepakati
b.     hati nurani yang bersih
c.      tingkah laku yang sopan
d.     sikap yang menyenangkan
 
9.     Suatu profesi apabila minimal telah memadai hal-hal sebagai berikut, kecuali
a.       Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas, definitive, dan sangat penting dan dibutuhkan masyarakat
b.     Memiliki perangkat teoritis yang relevan secara luas dan mendalam menguasai perangkat kemahiran teknis kinerja pelayanan memadai persyaratan standarnya
c.      Memiliki sifat profesi dan semangat pengabdian yang positif dan tinggi; serta kepribadian yang mantap dan mandiri
d.     Memiliki pengabdian yang secukupnya baik secara social (dari masyarakat) dan secara legal (dari pemerintah yang bersangkutan atas keberadaan dan kemanfaatan profesi termaksud)

10.                        Fungsi dari kriteria profesi guru yaitu:
a.      Untuk mengukur pemenuhan kriteria profesionalisasi
b.     Untuk dijadikan titik tujuan profesionalisasi guru
c.      Untuk menentukan baku (standar) sendiri
d.     Untuk mementingkan keuntungan pribadi






DAFTAR PUSTAKA

Brandt, R. (1993). "What Do You Mean ' Profesional"? Education Leadership, No. 6, Vol. 50, March
Catler, A. B. & Ruopp, F. N. (1993). Buying Time for Teacher Professional Development. Educational Leadership, Vol 6, 50, March
Castetter, W. B. (1981). The Personnel Function in Educational Administration. Pennsylvania: Macmillan
Goble, N. M. (1977). The Changing Role of the Teacher. Paris: UNESCO
Firestone, W. A. (1993). "Why 'Professionalizing' Teacher Is Not Enough?" Educational Leadership No. 6, Vol. 50, March
Hallack, J. (1990). Investing in the Future: Setting Educational Priorities in the Developing World. Paris: UNESCO
Hoover, K. H. (1976). The Professional Teacher's Handbook: A Guide for Improving Instruction in Today's Middle and Secondary Schools, Sydney: Allyn and Bacon
Joni, T. Raka (penyunting), (1992). Pokok-pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. Konsorsium Ilmu Pendidikan. Ditjen Dikti.
Makmun, A. S. (1996). Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan. Pedoman dan Intisari Perkuliahan. PPS IKIP Bandung
Power, C. N. (1996). Enchancing the Role of Teacher in a Changing World. Paris: UNESCO
Sanusi, A., dkk (1990). Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional Tenaga Kependidikan: Laporan Kemajuan, Bandung: PPS IKIP Bandung
Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Suryadi, Ace & Mulyana, Wiana, (1992). Kerangka Konseptual Mutu Pendidikan dan Pembinaan Kemampuan Profesional Guru. Jakarta: PT. Candimas Metropole
UNESCO. 1996. What Makes a Good Teacher? Children Speak Their Minds. Paris
World Bank, 1989. Indonesia: Streangthening the Quality of Teacher Education. Draft Technical Paper, Asia Region.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar