Minggu, 03 Januari 2016

Peningkatan Prestasi Pedagogik Guru

PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU IPS SEKOLAH DASAR MELALUI PENERAPAN KETERAMPILAN MENGAJAR
Sri Handayani1)
1) Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember
e-mail: Srihandayani_FKIP@unej.ac.id
Abstract: According to government rule Number. 17 Years of 2005, teacher should be having four of competent, including: (1) pedagogic; (2) personality; (3) professional and (4) social competent. On the pedagogic competent, the teacher has to capable to implement base skill of teaching, as ability to get concrete action, coordinate learning to achieving main object. Base skill of learning must be implemented that as; (1) skill to get starting and finishing of lesson; (2) explaining; (3) asking; (4) get variation; (5) giving enforcement; (6) guide the small group discussion; and (7) managing a class. On the Social Sciences learning in the elementary school (SD), other than all requisite must be fulfilled as professional teacher, choose the appropriate learning strategy, utilize the better media of learning, must be consider the history of learner member.
Abstrak: Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005, guru harus memiliki empat kompetensi, yaitu: (1) pedagogik; (2) kepribadian; (3) profesi dan (4) sosial. Pada kompetensi pedagogik, guru harus mampu mengimplementasikan kemampuan dasar mengajar sebagai kemampuan untuk aksi nyata, mengkoordinasikan pembelajaran untuk mencapai tujuan utama belajar. Kemampuan dasar mengajar harus diaplikasikan sebgagai: (1) keahlian untuk membuka dan menutup pelajaran; (2) menjelaskan; (3) bertanya; (4) memvariasikan; (5) memberikan penguatan; (6) membimbing diskusi kelompok kecil; dan (7) mengelola kelas. Pada pembelajaran sains sosial di sekolah dasar (SD) selain memenuhi persyaratan guru profesional, memilih strategi belajar yang sasuai, penngguanaan media belajar yang lebih baik, harus dipertimbangkan riwayat anggota pebelajar
.
Kata kunci: kompetensi pedagogik, keterampilan dasar mengajar, pendidikan IPS SD
PENDAHULUAN
Dalam menghadapi era globalisasi, tuntutan terhadap pendidikan yang berkualitas semakin meningkat. Ada beberapa faktor yang menuntut lembaga pendidikan secara terus- menerus meningkatkan kualitas proses maupun keluaran (output) pendidikan. Dari beberapa faktor tersebut antara lain adalah adanya persaingan global, menyebabkan kompetensi sangat ketat, sehingga setiap individu dituntut memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin, memiliki semangat belajar secara terus- menerus (Naim, 2011). Kaitannya dengan etos kerja guru IPS SD, tidak hanya diukur dengan pendidikan, etos keilmuan dan etos kerja, yang dilandasi oleh
sistem moral etis dalam segala perilakunya, akan tetapi dalam menjalankan profesi pedagogik guru dituntut untuk menguasai dan menerapkan keterampilan mengajar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, guru sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan anak usia dini harus memiliki 4 kompetensi yaitu : (1) kompetensi pedagogik; (2) kompetensi kepribadian; (3) kompetensi profesioanal; dan (4) kompetensi sosial. Salah satu kompetensi pedagogik adalah keterampilan dasar mengajar. Keterampilan dasar mengajar adalah kemampuan seorang guru untuk melakukan tindakan- tindakan kongkrit, mengkoordinasikan unsur-unsur pembelajaran yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dari hasil observasi yang mendalam, dan pengamatan secara terus menerus terhadap peserta PLPG Rayon 16 yang dilaksanakan oleh FKIP Universitas Jember tahun 2010, 2011, para guru Sekolah Dasar, sebagian besar kurang memahami dan menerapkan keterampilan yang harus dilaksanakan ketika sedang mengajar di depan kelas. Oleh karena kurang memahami keterampilan mengajar, maka dalam proses pembelajaran masih di dominasi oleh guru, hal tersebut kurang sejalan dengan pembelajaran pada paradigma baru. Paradigma baru pembelajaran memiliki ciri- ciri : (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (student centered approach); (2) strategi pembelajaran secara tidak langsung (discovery dan inquiry); (3) pemanfaatkan metode yang bervariasi; (4) tujuan pembelajaran adalah penguasaan kompetensi.
Menurut Undang- Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidik (guru) adalah merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Sebagai tenaga profesional, guru diharapkan membimbing peserta didik agar mampu merencanakan, menganilisis dan menyimpulkan masalah- masalah yang dihadapi (Ali, 2004). Tugas guru tidak terbatas pada status sebagai pengajar, tetapi peranannya cukup luas, sebagai penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan mutu produktivitas. Guru sebagai unsur yang strategis dan sebagai ujung tombak dalam merealisasi tujuan untuk mewujudkan produktivitas sekolah yang berkualitas. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang berkualitas antara lain dengan menguasai dan menerapkan keterampilan mengajar secara optimal. Keterampilan- keterampilan mengajar yang harus dikuasai dan di implementasikan oleh guru ketika proses pembelajaran adalah: (1) keterampilan membuka dan menutup pelajaran; (2) keterampilan menjelaskan; (3) keterampilan mengadakan variasi; (4) keterampilan mengelola kelas; (5) keterampilan bertanya dasar dan lanjut; (6)
2 ____________________________________© Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 1-15, Maret 2014
keterampilan memberi penguatan; (7) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil (Pedoman Pelaksanaan Pengajaran Mikro, 2006).
PEMBAHASAN
A. Kondisi Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar
Secara umum pembelajaran IPS di Sekolah Dasar memanfaatkan metode caramah, resitasi, diskusi maupun membaca buku tex. Pemanfaatan buku tex sudah kurang lazim lagi diterapkan, oleh karena buku tex kadangkala kurang dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) perlu informasi- informasi aktual yang berkembang di masyarakat, materi yang dibahas sesuai dengan konteks dan isu- isu moral yang sedang berkembang dalam masyarakat. Dalam pembelajaran cenderung masih didominasi oleh guru, siswa sekedar mengerjakan LKS, dan apabila menerapkan diskusi masih belum menekankan proses berfikir siswa baik secara mandiri maupun kelompok. Pendidik masih kurang mengembangkan materi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Dari kenyataan tersebut, maka pembelajaran IPS di SD kurang menarik, membosankan dan menjenuhkan bagi peserta didik, karena mereka hanya diarahkan untuk menghafalkan materi pelajaran, tidak terjadi proses understanding, materi yang dipelajari tidak relevan dengan pengalaman peserta didik sehari- hari (Baldridge, 1983). Dari hasil penelitian di sekolah dasar tahun 2011 diperoleh data bahwa nilai UAS mata pelajaran IPS di tiga sekolah terkemuka di Kabupaten Jember berada dibawah rata- rata nilai PKn, Matematika, dan Bahasa Indonesia (Handayani, 2011).
Peranan guru IPS pada era globalisasi dan otonomi daerah diharapkan mampu mengembangkan aspek- aspek pembelajaran yang meliputi kognitif, afektif, psikomotor, religius, dan emosional siswa. Untuk itulan pembelajaran IPS SD seyogyanya menerapkan paradigma baru dalam proses pembelajaran yang lebih mengedepankan proses daripada hasil. Dalam pembelajaran dipertimbangkan berbagai faktor, antara lain: latar belakang peserta didik, psikologi anak, jenis belajar dll. Untuk memilih strategi pembelajaran IPS di SD perlu diperhatikan tentang (1) kebutuhan dasar peserta didik; (2) latar belakang peserta didik; (3) perkembangan kognisi peserta didik; (4) jenis dan kecakapan belajar; (5) media dan sumber belajar; (6) karakter mata pelajaran; (7) karakteristik kurikulum; dan (8) pengalaman guru. Dalam menentukan strategi pembelajaran tidak berdasarkan pada kemampuan dan keinginan guru, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dasar peserta didik. Ada beberapa kebutuhan dasar peserta didik (the universal need of children) yaitu : (1) kebutuhan untuk berkomunikasi; (2) kebutuhan untuk mengkonstruksi; (3) kebutuhan untuk berfikir dan bertindak; (4) kebutuhan
Sri Handayani, Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru ...................................................._________________________ 3
untuk mengekpresikan diri (Saxe, 1994). Selain berdasarkan pada kebutuhan dasar peserta didik, beberapa hal yang harus dipertimbangkan juga dalam memilih strategi pembelajaran yaitu prior knowledge dan keterampilan yang dimiliki oleh masing- masing peserta didik, sehingga pembelajaran dapat efektif, sesuai dengan standar kompetensi minimal (SKM) yang ditetapkan. Kebutuhan dasar peserta didik tersebut sesuai dengan hakekat manusia, baik sebagai insan individu, insan sosial maupun mahkluk Tuhan. Sebagai insan sosial peserta didik memerlukan komunikasi terutama komunikasi pendidikan merupakan proses penyampaian informasi/pesan secara timbal balik yang terjadi, terkendali, dan terkondisi untuk tujuan- tujuan pendidikan, merambah bidang atau peristiwa- peristiwa pendidikan (David, 1991). Peserta didik membutuhkan informasi yang sebanyak- banyaknya baik yang berasal dari guru, dari lingkungan sekitar, dari buku, maupun dari media massa ketika proses pembelajaran. Setelah peserta didik memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan kemudian merekonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya. Jadi peserta didik membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pengalamannya sendiri, bukan berasal dari guru. Dalam konteks pembelajaran paradigma baru, peserta didik didorong untuk mampu berpikir sendiri, menggali pengetahuan dan keterampilan sendiri yang pada gilirannya ilmu pengetahuan tersebut diimplementasikan dalam kehidupan nyata sehari- hari, sehingga ilmu pengetahuan tersebut menjadi berguna baik bagi peserta didik sendiri maupun bagi orang lain.
Tujuan pendidikan SD sesuai dengan jenjang, bentuk dan jenisnya, secara umum adalah memberikan bekal kepada peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, makhluk Tuhan serta mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya yang lebih tinggi baik jenjang pendidikan menengah maupun perguruan tinggi. Bernadib (1984) menyatakan bahwa tugas utama dalam lapangan pendidikan adalah meningkatkan kecerdasan agar peserta didik mampu memecahkan berbagai masalah. Selain itu tujuan pendidikan SD juga memberikan bekal kemampuan untuk dapat bekerja. Sekolah dasar memiliki fungsi sebagaimana fungsi pendidikan pada umumnya yaitu fungsi konservasi dan fungsi inovasi (Danin, 2007). Sekolah memiliki fungsi konservasi artinya sekolah berupaya untuk melestarikan nilai- nilai sosial budaya masyarakat. Fungsi inovasi adalah upaya- upaya sekolah dalam rangka melakukan pembaharuan di dalam masyarakat. Disamping fungsi konservasi dan inovasi sebagai fungsi utama, sekolah juga mengembangkan fungsi personalisasi (individualisasi), sosialisasi, nasionalisasi, universialisasi, dan profesialisasi. Fungsi-fungsi sekolah tersebut teraktualisasi dalam kurikulum pelajaran SD, dan diimplementasikan pada tujuan pembelajaran.
4 ____________________________________© Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 1-15, Maret 2014
Menurut pasal 37 UU RI No. 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa, mata pelajaran IPS merupakan salah satu bagian dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Tujuan utama pendidikan IPS di SD mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari- hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun masyarakat. Dari tujuan IPS tersebut agar peserta didik dapat : (1) memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungannya melalui pemahaman terhadap nilai- nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat; (2) mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang di adopsi dari ilmu- ilmu sosial, dan digunakan untuk memecahkan masalah; (3) memperhatikan isu- isu dan masalah- masalah sosial dan membuat analisis secara kritis; (4) mengembangkan berbagai potensi untuk membangun diri sendiri agar survive di tengan globalisasi ; (5) mampu berkompetisi dan berpartisipasi dalam masyarakat. Pembelajaran IPS akan berhasil dengan baik apabila guru dapat memperhatikan cultural background dan cultural diversity (Gorton, 1991). Untuk itulah dalam proses pembelajaran mempertimbangkan pengalaman dan latar belakang pesereta didik sebagai landasan dasar, untuk memahami setiap permasalahan yang dihadapi. Menurut perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget, bahwa siswa SD berada pada tahap operasional kongkrit, oleh sebab itu pembelajaran akan lebih berhasil apabila di dasari oleh pengalaman- pengalaman pribadi peserta didik secara faktual dan kongkrit. Peserta didik belajar IPS diawali dari keadaan lingkungan sekitar, baik yang menyangkut aspek geografi, ekonomi, sejarah, antrophologi, pemerintahan ( politik) dls. Untuk membangun suatu konsep dimulai dengan proses asimilasi, dan selanjutnya apabila sudah mantap berlanjut kepada jenjang berikutnya yaitu proses adaptasi.
Proses pembelajaran IPS akan dapat berhasil apabila guru memiliki bekal pengetahuan, formula IPS dan karakteristik IPS itu sendiri. Pelajaran IPS sebagai perpaduan dari lima komponen yang terdiri dari : (1) time; (2) space; (3) issues;(4) concept; dan (5) relitionship ( Saxe, 1994). Pemahaman guru tentang konsep dan karakteristik pelajaran IPS merupakan modal penting untuk membimbing belajar pesertadidik dalam pembelajaran IPS. Oleh karena materi IPS di SD cukup luas, sedangkan waktu yang disediakan untuk pelajaran itu hanya 2 jam pelajaran setiap minggunya, maka guru juga harus pandai- pandai memilih dan memilah materi pelajaran yang perlu di perhatikan sehingga terpenuhi aspek keluasan dan kedalaman materi.
Sri Handayani, Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru ...................................................._________________________ 5
B. Keterampilan Dasar Mengajar
Keterampilan dasar mengajar (teaching skill) adalah kemampuan khusus yang harus dimiliki oleh guru, agar dapat melaksanakan tugas mengajar secara efektif, efisien dan profesional (Robandi, 2010). Keterampilan dasar mengajar berkenaan dengan beberapa kemampuan yang bersifat mendasar dengan beberapa kemampuan atau keterampilan yang mendasar dan melekat harus dimiliki dan diaktualisasikan oleh setiap guru. Mengapa guru dalam pembelajaran harus menerapkan keterampilan mengajar? Sesuai Undang- Undang No. 14 Tahun 2005, pasal 1, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Yang perlu kita pahami bersama adalah bahwa mengajar adalah bukan sekedar proses penyampaian atau meneruskan pengetahuan. Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks, yaitu penggunaan secara `integratif sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan. Pengintegrasian keterampilan-keterampilan yang dimaksud dilandasi oleh seperangkat teori dan diarahkan oleh suatu wawasan (Dadang, 2010). Sedangkan aplikasinya secara unik dalam arti secara simultan dipengaruhi oleh semua komponen belajar-mengajar. Komponen yang dimaksud yaitu tujuan yang ingin dicapai, pesan yang ingin disampaikan, subjek didik, fasilitas dan lingkungan belajar, serta yang tidak kurang pentingnya keterampilan, kebiasaan serta wawasan tentang diri dan misi seorang guru sebagai pendidik. Adapun keterampilan dasar yang harus dimiliki dan diimplementasikan dalam pembelajaran adalah: (1) keterampilan membuka dan menutup pelajaran; (2) keterampilan menjelaskan; (3) keterampilan bertanya; (4) keterampilan mengadakan variasi; (5) keterampilan memberi penguatan; (6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil: dan (7) keterampilan mengelola kelas, yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
Membuka pelajaran (set induction) merupakan usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prakondisi pesertadidik agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar. Komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi: (1) menarik perhatian peserta didik; (2) menimbulkan motivasi; (3) memberi acuan melalui berbagai usaha, dan (4) membuat kaitan atau hubungan di antara materi-materi yang akan dipelajari.
Keterampilan membuka pelajaran dalam proses atau kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan awal yang mencakup apersepsi, orientasi dan motivasi. Dengan membuka pelajaran, pesertadidik memiliki kesiapan mental dalam menghadapi topik pelajaran baru yang dilandasi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Dalam
6 ______________________________________© Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 1-15, Maret 2014
membuka pelajaran, guru sebagai komunikator jika ingin menjalankan fungsinya dengan baik, seyogyanya menggunakan logika berpikir peserta didik (Naim, 2011); ( Ardianto, 2007); (Arifin, 2003). Dengan logika berpikir peserta didik, guru mengawali pelajaran dapat diterima dan dipahami oleh siswa.
Menutup pelajaran (closure) adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dan pesertadidik untuk mengakhiri pelajaran. Komponen keterampilan menutup pelajaran meliputi:(1) meninjau kembali penguasaan inti pelajaran dengan cara merangkum; (2) membuat ringkasan; dan (3) mengevaluasi.
Kiat untuk menutup pelajaran antara lain : (1) cara menutup pelajaran menarik; (2) mendorong pesertadidik untuk menguasai bahan pelajaran yang baru dipelajari; (3) antara bagian penutup dan inti hubungannya jelas; (4) menciptakan pencapaian tujuan pada pesertadidik.
2. Keterampilan Menjelaskan
Yang dimaksud dengan keterampilan dasar mengajar menjelaskan dalam pembelajaran ialah keterampilan menyajikan informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan antara satu bagian dengan lainnya, misalnya antara sebab dan akibat, definisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui. Penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan disajikan dengan urutan yang cocok, merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan.
Pemberian penjelasan merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam kegiatan seorang guru. Interaksi di dalam kelas cenderung dipenuhi oleh kegiatan pembicaraan baik oleh tenaga pendidik sendiri, oleh tenaga pendidik dan peserta didik, maupun antar peserta didik. Pada pembelajaran ini, terjalin proses komunikasi yang berkaitan dengan berbagai pertanyaan : siapa ? menyampaikan apa ?, dengan cara apa atau melalui apa ? kepada siapa ? dan berakibat apa? ( Stewar & Moss, 1994); ( Ardana dkk, 2008); ( Rohim, 2009)
Ada beberapa tujuan yang dapat dicapai dengan menerapkan keterampilan menjelaskan, yaitu: (1) membimbing peserta didik memahami materi yang dipelajari; (2) melibatkan peserta didik untuk berpikir dengan memecahkan masalah-masalah; (3) memberi balikan kepada peserta didik mengenai tingkat pemahamannya, dan untuk mengatasi kesalahpahaman; (4) membimbing peserta didik untuk menghayati dan mendapat proses penalaran, serta menggunakan bukti-bukti dalam pmecahan masalah; (5) menolong peserta didik untuk mendapatkan dan memahami hukum, dalil, dan prinsip-prinsip umum secara objektif dan bernalar.
Sri Handayani, Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru ...................................................._________________________ 7
Komponen-komponen keterampilan dasar menjelaskan adalah sebagai berikut. Komponen pertama adalah merencanakan. Agar penjelasan guru bisa dimengerti peserta didik, penjelasan yang diberikan perlu direncanakan dengan baik, terutama yang berkenaan dengan isi pesan dan penerima pesan. Dua hal tersebut sangat menentukan apakah penjelasan kita tepat sasaran atau tidak. Komponen kedua adalah isi pesan dan penerima pesan. Isi pesan adalah merupakan materi yang akan diinformasikan/ disampaikan oleh guru kepada pesertadidik pada proses pembelajaran. Materi pelajaran yang akan disampaikan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan demikian isi atau materi pelajaran menyesuaikan dengan tujuan/ indikator yang akan dicapai, bukannya tujuan menyesuaikan dengan materi/ isi pelajaran. Merencanakan suatu penjelasan mempertimbangkan penerima pesan. Kesiapan pesertadidik untuk mendengarkan penjelasan guru berpengaruh terhadap hasil belajar. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi adalah: Jenis kelamin, usia, kemampuan, latar belakang sosial dan lingkungan belajar . Meskipun materi yang dijelaskan sama, akan tetapi masing- masing pesertadidik memilkiki persepsi yang berbeda.
Penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya dengan memperhatikan hal-hal : (1) kejelasan; (2) penggunaan contoh dan ilustrasi; (3) penekanan;(4) pengorganisasian; (5) balikan. Agar guru dapat menggunakan keterampilan menjelaskan dengan baik, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu : (1) penjelasan dapat diberikan di awal, di tengah, ataupun di akhir jam pertemuan (pelajaran), tergantung pada keperluannya; (2) penjelasan harus relevan dengan tujuan pembelajaran; (3) guru dapat memberikan penjelasan apabila ada pertanyaan dari peserta didik ataupun telah direncanakan sebelumnya; (4) materi bermakna bagi peserta didik; (5) penjelasan disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik.
3. Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, yang sekaligus merupakan bagian dari keberhasilan dalam pengelolaan instruksional dan pengelolaan kelas. Dengan bertanya guru mampu mendeteksi hambatan proses berpikir di kalangan pesertadidik dan sekaligus dapat memperbaiki dan meningkatkan proses belajar di kalangan pesertadidik.
Tujuan pertanyaan diajukan, agar pesertadidik belajar, memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir, baik berupa kalimat tanya atau suruhan yang menuntut respon pesertadidik. Bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir. Pertanyaan dapat diklasifikasikan manjadi dua jenis, yaitu pertanyaan menurut
8 ______________________________________© Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 1-15, Maret 2014
maksudnya dan pertanyaan pengetahuan (taksonomi Bloom). Pertanyaan menurut maksudnya terdiri dari : Pertanyaan permintaan ( compliance question), pertanyaan retoris (rhetorical question), pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question) dan pertanyaan menggali (probing question). Sedangkan pertanyaan pengetahuan terdiri dari: pertanyaan pengetahuan (recall question atau knowlagde question), pemahaman (conprehention question), pertanyaan penerapan (application question), pertanyaan sintetis (synthesis question) dan pertanyaan evaluasi (evaluation question) Perlunya keterampilan bertanya karena: (1) guru cenderung mendominasi kelas; (2) pesertadidik kurang terbiasa mengajukan pertanyaan;(3) pesertadidik seharusnya dilibatkan secara mental- intelektual secara maksimal; (4) adanya anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi untuk menguji pemahaman pesertadidik. Pertanyaan dalam proses pembelajaran bertujuan untuk: (1) membangkitkan minat dan rasa ingin tahu pesertadidik;(2) memusatkan perhatian pesertadidik;(3) mendoagnosis kesulitan- kesulitan yang menghambat belajar;(4) mengembangkan cara belajar pesertadidik;(5) memberi kesempatan pesertadidik untuk menyampiakan informasi;(6) mengukur hasil belajar pesertadidik;(7) mengukur keberhasilan guru dalam mengajar.
Dalam mengajukan pertanyaan beberapa hal yang perlu diperhaikan yaitu : (1) pertanyaan jelas; (2) memberi acuan; (3) pemusatan; (4) pemindahan giliran; (5) penyebaran; (6) memberi waktu untuk berpikir; (7) memberi tuntunan.
Keterampilan bertanya lanjut merupakan lanjutan dari keterampilan bertanya dasar yang lebih mengutamakan usaha mengembangkan kemampuan berpikirpesertadidik, memperbesar pertisipasi dan mendorong siswa agar dapat berinisiatif sendiri. Keterampilan bertanya lanjut di bentuk di atas landasan penguasaan komponen-komponen bertanya dasar. Karena itu, semua komponen bertanya dasar masih dipakai dalam penerapan keterampilan bertanya lanjut. Komponen-komponen bertanya lanjut itu adalah (1) pengubahan susunan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan; (2) pengaturan urutan pertanyaan; (3) penggunaan pertanyaan pelacak dan peningkatan terjadinya interaksi.
4. Keterampilan Mengadakan Variasi
Untuk mengatasi kebosanan pesertadidik dalam pembelajaran, perlu adanya variasi dalam proses interaksi antara guru dengan siswa.Variasi dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan sebagai proses perubahan dalam pengajaran. Keterampilan mengadakan variasi dapat di kelompokkan ke dalam beberapa komponen sebagai berikut. Pertama, variasi cara mengajar guru, meliputi: (1) penggunaan variasi suara; (2) pemusatan perhatian pesertadidik;(3) kesenyapan;(4) mengadakan kontak pandang dan gerak;(5) variasi gerakan
Sri Handayani, Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru ...................................................._________________________ 9
badan dan mimik;(6) variasi ekspresi wajah guru; (7) pergantian posisi guru. Penerapan mengadakan variasi dipengaruhi oleh keterampilan guru untuk berkomunikasi secara efisien dan efektif ( Uchana, 2003). Kedua, variasi dalam penggunaan media dan alat pembelajaran. Media dan alat pelajaran bila ditunjau dari indera yang digunakan dapat digolongkan ke dalam tiga bagian, yakni dapat didengar, dilihat, dan diraba. Ketiga, variasi pola interaksi dan kegiatan pesertadidik. Pola interaksi guru dengan murid dalam kegiatan belajar mengajar sangat beraneka ragam coraknya. Penggunaan variasi pola interaksi dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan pesertadidik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
5. Keterampilan Memberikan Penguatan
Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, bersifat verbal ataupun non verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku pesertadidik bertujuan memberikan informasi atau umpan balik (feed back) bagi si penerima atas perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi.
Penguatan juga merupakan respon terhadap tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Penggunaan penguatan dalam kelas dapat mencapai atau mempunyai pengaruh sikap positif terhadap proses belajar siswa dan bertujuan untuk meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan kegiatan belajar serta membina tingkah laku siswa yang produktif. Keterampilan memberikan penguatan terdiri dari beberapa komponen yang perlu dipahami dan dikuasai penggunaannya oleh guru agar dapat memberikan penguatan secara bijaksana dan sistematis ( Muthoharoh, 2010). Pemberian penguatan sebagai implementasi motivasi dari guru terhadap para siswa ( Hanson,E.M.1991); ( Robins,S.P.1991). Komponen-komponen penguatan adalah : (1) penguatan verbal, diungkapkan dengan menggunakan kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya; (2) penguatan non-verbal, terdiri dari penguatan berupa mimik dan gerakan badan, penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan (contact), penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, penguatan berupa simbol atau benda dan penguatan tak penuh. Penggunaan penguatan secara efektif harus memperhatikan tiga hal, yaitu kehangatan dan evektifitas, kebermaknaan, dan menghindari penggunaan respons yang negatif.
10 ____________________________________© Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 1-15, Maret 2014
6. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan pesertadidik menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan kreativitas, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya keterampilan berbahasa. Diskusi kelompok sebagai implementasi dari pendekatan pembelajaran kooperatif, yang membagi kelas menjadi kelompok – kelompok kecil, anggotanya terdiri dari 4- 5 pesertadidik. Anggota kelompok dibentuk secara heterogin baik menganai kecerdasan/kemampuan, gender, etnis dll.
Strategi kooperatif dalam pembelajaran IPS di SD adalah untuk membimbing pesertadidik untuk bisa bekerjasama dengan yang lain, agar pesertadidik mau menerima perbedaan pendapat dan bisa menghargai pendapat orang lain. Dengan bekerjasama, pesertadidik menyadari dan memahami bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, tetapi perlu kerjasama dan saling menolong dengan orang lain. Dengan bekerja kelompok, maka pesertadidik mulai belajar bermasyarakat.
7. Keterampilan Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses pembelajaran. Dalam melaksanakan keterampilan mengelola kelas perlu diperhatikan komponen keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat prefentip). Guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran bersifat represif, agar dapat mengadakan tindakan remedial untuk mengembalikan kondisi belajar optimal.
Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan pembelajaran agar tercapai hasil yang baik. Tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan pesertadidik dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan pesertadidik bekerja dan belajar, serta membantu pesertadidik untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam mengelola kelas, guru menerapkan fungsi kepemimpinannya untuk mengorganisir komponen- komponen pembelajaran ( Robins, S.P, 1991); ( Mulyana D. 2010).
Kemampuan mengelola kelas harus dimiliki oleh setiap guru, karena guru adalah pihak yang berhubungan secara langsung dengan pesertadidik. Guru harus mengetahui kondisi dan kekhususan masing-masing kelas, baik yang menyangkut siswa maupun yang menyangkut lingkungan fisiknya. Tindakan pengelolaan kelas akan efektif apabila guru dapat
Sri Handayani, Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru ................................................._________________________ 11
mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi sehingga pada gilirannya guru dapat memilih strategi penanggulangan yang tepat. Tindakan yang dapat diambil oleh guru tersebut dapat berupa (1) pencegahan, (2) korektif atau tindakan, atau (3) kuratif atau penanggulangan disesuaikan dengan masalah yang terjadi.
Kemampuan mengelola kelas merupakan salah satu bagian dari keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini disebabkan oleh tugas guru di dalam kelas sebagian besar adalah membelajarkan siswa dengan menyediakan kondisi belajar yang optimal. Kondisi belajar yang optimal tersebut akan dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana dan prasarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Apabila penyediakan kondisi belajar kurang maksimal, maka proses pembelajaran akan berlangsung secara tidak efektif, sehingga hasil dari proses pembelajaran juga tidak akan optimal. Ketidak berhasilan tersebut dapat dikatakan sebagai akibat dari tidak profesionalnya guru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru tidak kompeten. Kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam bagian pengelolaan kelas antara lain adalah : (1) penghentian tingkah laku siswa yang menyelewengkan perhatian kelas; (2) Pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas siswa, dan (3) Penetapan norma kelompok yang produktif
Pengelolaan kelas lebih ditekankan pada bagaimana interaksi antar pribadi-pribadi di dalam kelas. Interaksi merupakan satu hal yang amat penting bagi keberhasilan pembelajaran, karena kehidupan pribadi siswa seringkali diwarnai oleh situasi kondisi interaksinya dengan pendidik dan juga dengan teman-teman di kelasnya. Interaksi yang berlangsung di dalam kelas termasuk komunikasi organisasi ( Cangara, H, 2004); (David. K.,1977).Terdapat tiga keuntungan dalam suatu interaksi kelas yang efektif, yaitu (1) setiap pribadi semakin memiliki rasa percaya diri yang kuat dan sehat; (2) masing-masing pribadi memperoleh kepuasan dalam berinteraksi; dan (3) mereka semakin dekat satu sama lain dan saling melengkapi ( Purwa. B.K, 2010); ( Anonim, 2010).Tiga cara untuk menciptakan dan membangun suasana kelas yang kondusif untuk mendorong terciptanya interaksi dan struktur kelas yang sehat dan efektif, yaitu : (1) membuat kesepakatan; (2) mencari waktu luang untuk berinteraksi dengan pesertadidik; (3) membagi pengalaman, gagasan, dan sikap pribadi (Anonim, 2010).
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas, agar pengelolaan kelas dapat diusahakan secara maksimal dan membantu dalam proses pendidikan. Faktor-faktor tersebut adalah : (1) pribadi guru; (2) disiplin kelas. Guru diharapkan mampu mengenal diri sendiri dan mengenal siswa agar mempergunakan seluruh kemampuannya dalam mengelola kelas. Pernama (2010) menyatakan bahwa tidak setiap guru memiliki sifat-
12 ____________________________________© Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 1-15, Maret 2014
sifat yang dibutuhkan oleh profesi keguruan misalnya disiplin diri. Oleh karena itu guru perlu berusaha untuk mengenal dirinya sendiri dan selanjutnya membina kepribadian yang baik sebagai guru. Kepribadian-kepribadaian yang selayaknya dibina dan dikembangkan oleh guru misalnya adalah kepribadian yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, terpuji seperti sabar, demokratis, menghargai pendapat orang lain, sopan santun dan tanggap terhadap pembaharuan. Pengenalan terhadap siswa akan memudahkan guru dalam pengelolaan kelas, misalnya dalam pengaturan tempat duduk, pemilihan pasangan tempat duduk untuk siswa sesuai dengan besar kecilnya, kemampuan pendengaran ataupun kemampuan penglihatan masing-masing siswa.
Disiplin kelas merupakan keadaan tertib di mana guru dan siswa yang tergabung dalam suatu kelas tunduk pada peraturan - peraturan yang telah ditetapkan dengan senang hati. Suasana tertib di dalam kelas merupakan salah satu syarat penting bagi berjalannya proses belajar-mengajar yang efektif.
Ada beberapa prinsip yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh guru dalam mengelola kelas. Prinsip tersebut adalah : (1) kehangatan dan keantusiasan; (2) tantangan, dengan kata- kata/ tindakan untuk meningkatkan gairah belajar; (3) bervariasi dalam menggunakan media, gaya, interaksi pembelajaran; (4) keluwesan / keterampilan guru untuk mengubah strategi pembelajaran; (5) menekankan pada hal- hal yang positif; dan (6) penanaman disiplin diri terhadap pesertadidik dengan guru sebagai contohnya ( Anonim, 2010).
KESIMPULAN
Paradigma baru pembelajaran IPS di sekolah dasar lebih mengedepankan proses daripada hasil. Dalam pembelajaran dipertimbangkan berbagai faktor, antara lain: latar belakang peserta didik, psikologi anak, jenis belajar dll.
Tujuan utama pendidikan IPS di SD mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan ketimpangan yang terjadi, terampil mengatasi masalah yang terjadi sehari- hari di masyarakat. Proses pembelajaran IPS akan dapat berhasil apabila guru memiliki bekal pengetahuan, formula IPS dan karakteristik IPS itu sendiri. Pelajaran IPS sebagai perpaduan dari lima komponen yang terdiri dari : (1) time; (2) space; (3) issues;(4) concept; dan (5) relitionship. Pemahaman guru tentang konsep dan karakteristik pelajaran IPS merupakan modal penting untuk membimbing belajar pesertadidik dalam pembelajaran IPS.
Sri Handayani, Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru ................................................._________________________ 13
Dalam proses pembelajaran jika memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar pesertadidik, pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, sesuai dengan tujuan pembelajaran, dan guru mampu menerapkan keterampilan mengajar secara optimal, maka tujuan pembelajaran akan dapat dicapai. Keterampilan dasar mengajar yang harus diterapkan dalam pembelajaran adalah : (1) keterampilan membuka dan menutup pelajaran; (2) keterampilan menjelaskan; (3) keterampilan bertanya; (4) keterampilan mengadakan variasi; (5) keterampilan memberi penguatan; (6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil; (7) keterampilan mengelola kelas
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 2004. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar baru Algensindo
Anonim. 2010. Keterampilan Dasar Mengajar. ..\BAHAN\06 Keterampilan Dasar Guru\KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR « Solok Selatan dari mata Wong Cilik.htm
Ardianto, E. Dan Lukiati,K. 2004. Komunikasi Masa Suatu Pengantar. Bandung ; Simbiosa Rekatama Media.
Anonim. 2010. Delapan Kompetensi Dasar Mengajar. ..\BAHAN\06 Keterampilan Dasar Guru\Delapan Kompetensi Dasar Mengajar.htm
Baldridge, J.V.& Terrence.D. 1983. The Dynamics of Organizational Change in Education ( 3 rd ed). Berkeley, California : McCutchan Publising Corporation.
Cangara, H. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : raja Grafindo Persada.
Dadang. S. 2010. Keterampilan Dasar Mengajar.D:/Pasca Sarjana UNP/ Strategi Pembelajaran Fisika/ Bahan/06/ Keterampilan Dasar Guru/ makalah ket das mengajar.
Danim, S. 2007. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Silia.
David, K. 1977. Human Behavior at work : Organizational Behavior. New york : McGraaw. Hill. Inc.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Paket Pembelajaran Better Education Trought Refarmet Managemen and Universal Teacher Upgrading. Jakarta ; Dirjen PMTK, Ditjen Pembinaan Diklat, PMTK Depdiknas.
Uchana,O. 2003. Human Relation dan Publik Relation dalam Manajemen, Bandung, Kaifa..
Hanson, E.M. 1991. Educational Administration and Organization Behavior. Boston : All and Bacon.
Handayani,S. 2011. Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Ujian Nasional, Jember, Kampus Tegal Boto jember.
14 ____________________________________© Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 1-15, Maret 2014
Mulyana, D. 2010. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, Bandung. PT remaja Rasdakarya.
Muthoharoh. H. 2010. Keterampilan Memberi Penguatan. BAHAN\06 Keterampilan Dasar Guru\Keterampilan Memberi Penguatan « Blog Guru SMPN 1 Kikim Barat Kabupaten Lahat.htm
Naim Ngaimun. 2011. Dasar – Dasar Komunikasi Pendidikan, Yogyakarta : Ar Ruszz Media.
Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Asoka Dikta durat Bahagia.
Pernama, G.J. 2010. Indikator Kompetensi Guru TIK. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\06 Keterampilan Dasar Guru\ Indikator Kompetensi Guru TIK
Purwo B.K. 2010. Mengembangkan Penalaran dalam Pendidikan. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\06 Keterampilan Dasar Guru\ Mengembangkan Penalaran dalam Pendidikan
Robandi. B. 2010. Keterampilan Dasar Mengajar. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\06 Keterampilan Dasar Guru\ KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
Saxe, W.D. 1994. Social Studies for The Elementary Teaching , Massachusett: Allyn dand Bacon.
Stewart L.T.& Moss.S. 1994. Human Communication. Edisi ke-7. New York : Mc Grawe – Hill.
Lab Microteaching. 2006. Pedoman Pelaksanaan Pengajaran Mikro (Microteaching) Untuk Mahasiswa FKIP Universitas jember, Universitas jember.
Robins, S.P. 1991. Organization Behavior, Englewood Cliffs, New Yersey : Prentice- Hall, Inc.
Robins, S.P. 1984. Essential of Organizational Behavior. Anglewood Cliffs,N.J: Prentice hall Inc.
Sri Handayani, Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru ................................................._________________________ 15
PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PKN MATERI POKOK PENYELENGGARAAN SISTEM PEMERINTAHAN DALAM OTONOMI DAERAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN RESOURCE BASED LEARNING PADA SISWA KELAS IVA SEMESTER GANJIL TAPEL 2013/2014
DI SDN SUMBERSARI 03 JEMBER
Mien Endang Tri Yuliani1)
1) SDN Sumbersari 03, Sumbersari, Jember
Abstract: The main problem of this research is how to increase motivation and learning outcomes PKN in the subject of Operation System Administration Regional Autonomy through Learning Model Resource Based Learning. The design of this research is classroom action research using model of Kemmis and Taggart, in which done with 2 cycles. Each cycle consists of four phases: planning, action, observation, and reflection. Data collection method used is the method of observation, interviews, documentation, and testing. Subjects of this study were students in grade IVA SDN 03 Sumbersari Jember totaling 36 students, consisting of 15 male students and 21 female students. The results of the research, application of learning models Resource Based Learning can improve motivation and learning outcomes grade IVA SDN 03 Sumbersari Jember District of Sumbersari, with the score on pre cycle 62,50, cycle 1 65.03 and cycle 2 81.31
Abstrak: Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimanakah Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar PKN PKN materi pokok Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Dalam Otonomi Daerah melalui Model Pembelajaran Resource Based Learning. Rancangan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) model Kemmis dan Taggart yang di lakukan dengan 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari empat fase yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Metode pengumpulan data yang dipakai adalah metode observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VA SDN Sumbersari 03 Jember yang berjumlah 36 orang siswa, terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Hasil penelitian penerapan model pembelajaran Resource Based Learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV A SDN Sumbersari 03 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dari pra siklus 62,50, siklus 1 65,03 dan siklus 2 sebesar 81,31.
Kata kunci: Motivasi belajar, Hasil Belajar, Pembelajaran Resource Based Learning
PENDAHULUAN
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) merupakan mata pelajar an yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang mampu dan memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas,
terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasjla dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosiso kultural, bahasa, usia dan suku bangsa. Hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, siswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa cenderung tidak tertarik dengan pelajaran PKN sebab selama ini dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan, kurang menekan aspek penalaran, sehingg minat belajar di sekolah sangat rendah. Adapun faktor yang menyebabkan hasil belajar PKN siswa rendah yaitu faktor internal, diantaranya motivasi belajar, intelegensi, dan rasa percaya diri. Faktor eksternal seperti, guru sebagai pembina pelajaran, strategi pembelajaran yang diterapkan, lingkungan, sarana dan kurikulum sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Faktor-faktor penyebab terjadi keluhan ini adalah karena guru kurang memahami dan menguasai model-model pengajaran yang sesuai dengan hakikat pengajaran PKN. Dari pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa model pembelajaran menjadi salah satu faktor yang bisa menentukan keberhasilan pembelajaran
Temuan hasil Observasi tentang aktifitas hasil belajar siswa kelas IVA di SDN Sumbersari 03 Jember, yang dilakukan pada hari Senin tanggal 7 Oktober menunjukkan bahwa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) dengan pokok bahasan Pemerintahan Desa dan Kecamatan, dari 36 orang siswa terdapat 5 orang (13,89%) tergolong sangat aktif, 4 orang siswa (11,11%) tergolong aktif, 6 orang siswa (16,67%) cukup aktif, 12 orang siswa (33,33%) tergolong kurang aktif, 8 orang siswa (22,22%) tergolong sangat kurang aktif. Selain itu berdasarkan data dokumentasi tentang hasil belajar dalam daftar nilai siswa yang ada pada guru kelas IVA dapat diketahui, bahwa dari sebanyak 36 orang siswa terdapat 2 orang siswa (5,56%) yang mendapatkan skor sangat baik (80-85), terdapat 5 orang siswa (13,89%) mendapatkan skor baik (70-75), 5 orang siswa (13,89%) mendapatkan nilai dalam kategori cukup (60-69) dan sebanyak 14 orang siswa (38,89%) mendapatkan skor dalam kategori kurang (50-59). Sisanya sebanyak 10 orang siswa (27,77%) mendapatkan skor dalam kategori sangat kurang (40-49). Adapun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan untuk skor mata pelajaran PKN adalah 70.
Berdasarkan data dokumen dan hasil observasi tentang hasil belajar tersebut, dapat dikemukakan bahwa proses pembelajaran PKN di kelas IVA SDN 03 Sumbersari masih belum optimal. Oleh karena itu upaya yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan siswa secara optimal, diterapkan pembelajaran Resouce Based Learning (PBSB). Menurut Neneng (2012, 1), Modell Pembelajaran Berdasarkan Sumber Belajar (Resource Based
Mien Endang Tri Yuliani, Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar ..................................._________________________ 17
Learning), guru menyediakan berbagai sumber belajar untuk siswa dan siswa memilih sumber belajar yang paling cocok untuk dirinya. Bila kedua komposisi tersebut diaplikasikan dengan maksimal, maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan optimal. Dengan kata lain, siswa akan lebih mampu untuk mengungkapan sesuai dengan ide dan kreativitasnya. Model Pembelajaran Berdasarkan Sumber Belajar (PBSB) adalah titik tengah atau perpaduan dari model pembelajaran berbasis guru dan berbasis murid. Pembelajaran Resource Based Learning menurut Suryosubroto (2006 ) adalah suatu pendekatan yang dirancang untuk memudahkan siswa dalam mengatasi keterampilan siswa tantang luas dan keanekaragaman sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar. Selanjutnya menurut Nasution (2006) Resource Based Learning adalah segala bentuk belajar yang langsung menghadapkan murid dengan sesuatu atau sejumlah individu atau kelompok dengan segala kegiatan belajar yang berkaitan dengan itu, bukan dengan cara konvensional dimana guru menyampaikan beban pelajaran kepada murid. Dari pengertian para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan Resource Based Learning merupakan pendekatan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai sarana atau alat sebagai perantara komunikasi dalam menyampaikan isi materi pelajaran. Guru dalam proses pembelajaran berfungsi sebagai perantara komunikasi dalam menyampaikan isi materi pelajaran melibatkan keikutsertaan secara aktif dengan berbagai sumber (orang, buku, jurnal, surat kabar, multi media, web, dan masyarakat), dimana para siswa akan termotivasi untuk belajar dengan berusaha meneruskan informasi sebanyak mungkin. Ciri-ciri pendekatan Resource Based Learning bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan bertalian dengan sejumlah perubahan-perubahan yang mempengaruhi pembinaan kurikulum. Perubahan-perubahan itu mengenai: 1) perubahan dalam sifat dan pola ilmu pengetahuan manusia, 2) perubahan dalam masyarakat dan taksiran kita tentang tuntutannya, 3) perubahan mengenai pengertian kita tentang anak dan cara-cara belajar perubahan dalam media komunikasi.
Dalam penelitian ini permasalahan yang hendak dipecahkan adalah bagaimanakah meningkatkan motivasi belajar PKN melalui Model Resource Based Learning pada materi Penyelenggaaraan Sistem Pemerintahan Dalam Otonomi Daerah pada siswa kelas IVA Semester Ganjil SDN Sumbersari 03 Jember Tahun Pelajaran 2013 -2014”? Permasalah ke dua adalah bagaimanakah peningkatan Hasil belajar PKN melalui Model Resource Based Learning pada Materi Penyelenggaaraan Sistem Pemerintahan Dalam Otonomi Daerah pada siswa kelas IVA di SDN Sumbersari 03 Jember Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013 -2014”?
18 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 16-25, Maret 2014
METODE PENELITIAN
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas IVA SDN Sumbersari 03 Jember yang berjumlah 36 orang siswa, terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) model Kemmis dan Taggart yang dilakukan dengan 2 siklus, yang setiap siklusnya terdiri dari empat fase yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Tahapan setiap siklusnya sdebagai berikut :
Siklus 1.
1. Perencanaan: a) menetapkan waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan materi pelajaran yang digunakan, serta menetapkan observer dan pembagian tugas kegiatan penelitian, b) menyusun rancangan pembelajaran, c) menyusun daftar kelompok yang heterogen dengan dasar atas jenis kelamin, ras, maupun kemampuan akademik siswa, d) menyusun lembar kerja kelompok sebagai sarana belajar siswa dalam kelompok belajarnya, e) lembar soal test awal dan test akhir, dan menyusun lembar observasi aktivitas siswa.
2. Tindakan: a) menetapkan waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan materi pelajaran yang digunakan, serta menetapkan observer, b) menyusun rancangan pembelajaran, c) menyusun daftar kelompok yang heterogen dengan dasar dan menyusun daftar peran siswa sebagai pedoman kegiatan belajar dalam kelompok belajar, d) menyusun lembar kerja kelompok sebagai sarana belajar siswa dalam kelompok belajarnya, e) lembar soal test awal dan test akhir, f) menyusun daftar pertanyaan untuk mewawancarai siswa mengenai tanggapan dan masalah yang dihadapi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran model Resource Based Learning ( PBSB).
3. Observasi: Observasi dilaksanakan dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah dipersiapkan dengan menggunakan chek list ( √ ).
4. Refleksi: Pengkajian data pada tahap refleksi melibatkan observer dan guru sehingga diharapkan evaluasi dan refleksi akan lebih tajam. Evaluasi data dan hasil tindakan dengan menggunakan kriteria keberhasilan yang telah dipersiapkan pada perencanaan tindakan. Melalui proses dan hasil analisis data tersebut yang kemudian dicocokkan dengan kriteria keberhasilan, maka akan diperoleh data hasil evaluasi tentang pelaksanaan tindakan siklus 1
Mien Endang Tri Yuliani, Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar .................................._________________________ 19
apakah sudah memuaskan atau belum. Hasil evaluasi akan digunakan sebagai bahan replanning siklus 2
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan dalam penelitian ini ada tiga kelompok data. Pertama, data pra siklus tentang kategori hasil belajar siswa secara klasikal. Kedua, data tentang kategori hasil belajar siswa secara klasikal dengan penggunaan pembelajaran model Resource Based Learning (PBSB) Siklus 1. Ketiga, data tentang kategori hasil belajar siswa secara klasikal dengan penggunaan model Resource Based Learning Siklus 2 . Hasil rekaman ketiga macam data semua siklus meningkatan motivasi hasil belajar PKN melalui pembelajaran model Resource Based Learning pada materi kelas IVA Semeter Ganjil Tapel 2013-2014 di SDN Sumbersari 03 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember sebagai berikut :
Tabel. 1. Kategori hasil belajar secara klasikal Pra siklus
Kategori aktivitas
Frekuensi (F)
Persentase
Sangat baik
2
5,56
Baik
5
13,89
Cukup baik
5
13,89
Kurang baik
14
38,89
Sangat kurang baik
10
27,77
Jumlah
36
100
Sebelum penggunaan model pembelajaran Resourced Based Learning (PSBS) pada tabel 1 menunjukkan ada 29 orang siswa atau 81,55 % kriteria hasil belajar masih kurang baik. Rata-rata nilai siwa secara klasikal baru mencapai angka 62,50. Berarti masih belum mencapai kriteria secara klasikal yang sudah disepakati yaitu 70. Oleh karena itu peneliti melakukan diskusi dan wawancara dengan guru mata pelajaran PKN kelas IVA, untuk mengatasi masalah pembelajaran tersebut diberi saran menerapkan model pembelajaran Resourced Based Learning (PSBS). Bila data hasil belajar sebelum tindakan disajikan dalam grafik sebagai berikut :
20 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 16-25, Maret 2014
Diagram 1: Pra siklus
Tabel 2. Kategori hasil belajar secara klasikal siklus I
Kategori aktivitas
Frekuensi (F)
Persentase
Sangat baik
6
16,67
Baik
14
38,89
Cukup baik
8
22,22
Kurang baik
5
13,89
Sangat kurang baik
3
8,33
Jumlah
36
100
Setelah penggunaan model pembelajaran Resourced Based Learning (PSBS) pada tabel 2, menunjukkan ada peningkatan hasil belajar siswa yaitu 6 orang siswa atau 16,67% mencapai kriteria hasil belajar sangat baik, 14 orang siswa atau 38,89% kriteria baik, 8 orang siswa atau 22,22% kriteria hasil belajar cukup baik, 5 orang siswa atau 13,89% kriteria hasil belajar kurang baik dan 3 orang siswa atau 8,33% kriteria hasil belajar sangat kurang baik. Rata-rata nilai siwa secara klasikal baru mencapai angka 65,03. Berarti masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yang sudah disepakati yaitu 70. Data hasil belajar setelah tindakan Siklus 1 bila disajikan dalam grafik adalah sebagai berikut :
2
5
5
14
10
5,56
13,89
13,89
38,89
27,77
Sangat baik
Baik
Cukup baik
Kurang baik
Sangat kurang baik
PRASIKLUS
Frekuensi (F)
Persentase
Mien Endang Tri Yuliani, Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar .................................._________________________ 21
Diagram 2: Siklus 1
Tabel 3. Kategori hasil belajar secara klasikal siklus 2
Kategori aktivitas
Frekuensi (F)
Persentase
Sangat baik
11
30,56
Baik
16
44,44
Cukup baik
9
25
Jumlah
36
100
Setelah penerapan Model Pembelajaran Resource Based Learning pada siklus 2 pada tabel 3 menggambarkan ada 11 orang siswa dengan persentase 30,56%, kategori hasil belajar sangat baik, sedang kategori baik dcapai oleh 16 orang siswa dengan persentase 44, 44%. Kategori hasil belajar cukup baik ada 9 orang siswa dengan persentase 25 %. Untuk kategori kurang baik dan sangat kurang baik mendapatkan angka 0%. Bila hasil belajar siklus 2 digambarkan dalam grafik adalah sebagai berikut:
2
5
5
14
10
5,56
13,89
13,89
38,89
27,77
Sangat baik
Baik
Cukup baik
Kurang baik
Sangat kurang baik
SIKLUS 1
Frekuensi (F)
Persentase
22 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 16-25, Maret 2014
Diagram 3: Siklus 2
Adapun diagram perbandingan hasil belajar siklus 1 dan siklus 2 adalah sebagai berikut:
Diagram 5: perbandingan hasil belajar siklus 1 dan siklus 2
Dari penerapan Pembelajaran Resource Based Learning ini dapat dilihat peningkatan nilai sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Pada tabel di atas menunjukkan skor hasil belajar pra siklus 62,50, siklus 1 65,03 dan siklus 2 sebesar 81,31. Dapat dikatakan bahwa penerapan model Pembelajaran Resource Based Learning meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IVA SDN Sumbersari 03 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014.
11
16
9
30,56
44,44
25
Sangat baik
Baik
Cukup baik
SIKLUS 2
Frekuensi (F)
Persentase
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Sangat baik
Baik
Cukup baik
Kurang baik
Siklus 1
Siklus 2
Mien Endang Tri Yuliani, Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar .................................._________________________ 23
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan Model Pembelajaran Resource Based Learning dapat meningkatkan Motivasi belajar siswa Kelas IVA SDN Sumbersari 03 Kecamatan Sumbersari. Pada siklus 1 terdapat 20 orang (55,66%) mengalami peningkatan dan siklus 2 ada 27 orang (75%). Penerapan Model Pembelajaran Resource Based Learning juga dapat meningkatkan hasil belajar Siswa Kelas IVA SDN Sumbersari 03 Kecamatan Sumbersari yaitu, skor hasil belajara pada pra siklus 62,50, siklus 1 65,03 dan siklus 2 sebesar 81,31.
Dengan diketahuinya hasil penelitian tersebut telah menunjukkan bukti bahwa, Model Pembelajaran Resource Based Learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, maka disarankan, 1) guru dalam proses belajar mengajar lebih kreatif untuk menerapkan metode Resource Based Learning, sebagai alternatif dan informasi dalam memberikan materi pelajaran, sehingga motivasi belajar siswa lebih meningkat dan tidak bosan dalam menerima pelajaran, 2) pemilihan metode, media, alat dan bahan serta sumber sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta
Arifin, Z. 1990. Evaluasi Instruksional Prinsip Teknik Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Depdiknas. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah : Direktorat Tenaga Kependidikan
Depdiknas Dirjen Dikti. 2005. Pedoman Penyusunan Usulan dan Laporan Penelitian Tindakan kelas (Classroom Action Research). Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan ketenagaan perguruan Tinggi.
Djamarah, Z. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Djunaidi, M. 2002. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. Jurnal UMS.
Ibrahim et al. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Mustaqim dan Wahib. 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
24 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 16-25, Maret 2014
Nur, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.
Nurhadi, Yasin, Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang.
Purwanto, M. N. 1991. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran Bandung Remaja Rosdakarya.
Warsito. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Solo: PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Mien Endang Tri Yuliani, Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar .................................._________________________ 25
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IPS DENGAN BERORIENTASI STRATEGI INKUIRI DI KELAS IV SDN KEPATIHAN 06 JEMBER POKOK BAHASAN KEGIATAN EKONOMI DAN POTENSI ALAM
Rahayu1)
1) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Jember
e-mail: Rahayu_FKIP@unej.ac.id
Abstract: This study aims to determine the activity and student learning outcomes with the implementation of the strategy of inquiry in learning activities. The design of this research was research development design, which refers to the four D (4D). Models developed learning tools include lesson plans and THB (tests Learning Outcomes). Analysis technique using independent sample t-test 2. After the implementation of the learning activities were post tests and the results between the experimental group using the strategy of inquiry-oriented learning and the control group using the conventional method differ significantly. This is evidenced an average value for the control group of 72,125 and the average value for the experimental group was 85. In conclusion, the implementation of the learning-oriented strategies was support inquiry learning activities effectively.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas dan hasil belajar siswa dengan diterapkannya strategi inkuiri dalam kegiatan pembelajaran. Rancangan penelitian menggunakan desain penelitian pengembangan, yang mengacu pada four D (4D). Model perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi RPP dan THB (Tes Hasil Belajar). Teknik analisa menggunakan uji t 2 sampel independen. Setelah pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilakukan post tests, hasilnya antara kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran berorientasi strategi inkuiri dan kelompok kontrol yang menggunakan metode ceramah berbeda secara signifikan. Hal ini dibuktikan rata-rata nilai untuk kelompok kontrol 72, 125 dan rata-rata nilai untuk kelompok eksperimen adalah 85. Jadi penerapan perangkat pembelajaran berorientasi strategi inkuiri efektif menunjang kegiatan pembelajaran.
Kata kunci: Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Pembelajaran Berorientasi Strategi Inkuiri
PENDAHULUAN
Salah satu disiplin ilmu yang diajarkan di sekolah dasar dan erat kaitannya dengan masalah kehidupan sosial dan lingkungan masyarakat sekitar siswa adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Anitah, 2007). Belajar IPS berarti belajar mengenai kenyataan-kenyataan sosial serta mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk membantu mewujudkan kemanusiaan yang penuh dengan kecerdasan dan kemajuan. Sumber belajar IPS terdapat di lingkungan sekitar siswa
dan kaya akan potensi pengetahuan, pengalaman, dan pembentukan sikap siswa. Untuk menciptakan interaksi antara siswa dengan lingkungannya dalam pembelajaran IPS diperlukan pendekatan yang berbasis aktivitas berinteraksi dengan lingkungan. Pendekatan yang sesuai dalam pembelajaran ini adalah inkuiri.
Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya akan terjadi melalui penemuan pribadi, Gulo dalam Trianto (2007:135). Inkuiri berarti rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis sehingga mereka merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Langkah-langkah dalam pembelajaran inkuiri menurut Wahab (2007:62) adalah: 1) orientasi terhadap masalah, 2) menyusun hipotesis, 3) membuat perumusan dan pembatasan masalah, 4) melakukan eksplorasi, 5) mengumpulkan fakta-fakta dan data, 6) generalisasi atau pernyataan terhadap masalah.
Pelaksanaan proses pembelajaran di SDN Kepatihan 06 Jember masih belum menggunakan strategi inkuiri untuk melatihkan keterampilan proses berpikir kreatif dan kritis serta memecahkan masalah, dan guru kurang memanfaatkan potensi lingkungan sekitar siswa sebagai sumber belajar. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diidentifikasi, maka rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah “Apakah perangkat pembelajaran dengan strategi inkuiri sesuai untuk diterapkan pada pelajaran IPS di SD dengan pokok bahasan Kegiatan Ekonomi dan Potensi Alam? ”
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengembangkan perangkat pembelajaran IPS berorientasi strategi inkuiri, oleh karena itu rancangan penelitian menggunakan desain penelitian pengembangan. Model perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Tes Hasil Belajar (THB). Pengembangan perangkat pembelajaran mangacu pada four D (4D), yaitu: 1) Define (pendefinisian), 2) Design (perencanaan), 3) Develop (pengembangan), 4) Dissiminate (penyebaran). Subjek penelitiannya adalah siswa SDN Kepatihan 06 Jember, kelas IV semester II tahun pelajaran 2011/2012. Teknik analisa yang digunakan adalah uji t 2 sampel independen.
Rahayu, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPS ......................................................._________________________ 27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah menghasilkan perangkat pembelajaran menggunakan strategi inkuiri dengan kualitas baik dan efektif dalam menunjang proses pembelajaran.
A. Kualitas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Tabel 1. Hasil Validasi RPP Berorientasi Strategi Inkuiri
No
Aspek yang dinilai
Skor Validitas
I
II
Rerata
Kategori
1
2
3
4
5
6
I.
Format
1. Kejelasan pembagian materi
5
4
4,50
Baik
2. Sistem penomoran jelas
4
4
4
Baik
3. Jenis dan ukuran huruf sesuai
5
4
4,50
Baik
II.
Isi
1. Menuliskan Kompetensi Dasar (KD)
5
5
5
Sangat baik
2. Menuliskan indikator
5
4
4,50
Baik
3. Menuliskan tujuan pembelajaran
5
4
4,50
Baik
4. Ketepatan indikator dengan KD
5
4
4,50
Baik
5. Ketepatan indikator dengan tujuan
5
4
4,50
Baik
6. Kebenaran isi/materi
5
4
4,50
Baik
7. Dikelompokkan dalam bagian-bagian yang logis
5
4
4,50
Baik
8. Kesesuaian dengan standar kompetensi KTSP
5
4
4,50
Baik
9. Penilaian strategi, metoda dan sarana pembelajaran diakukan dengan tepat, sehingga memungkinkan siswa aktif belajar.
5
4
4,50
Baik
10. Kegiatan guru dan siswa dirumuskan secara jelas dan operasional.
5
4
4,50
Baik
11. Kesesuaian dengan pembelajaran berdasarkan strategi inkuiri.
5
4
4,50
Baik
12. Kesesuaian dengan urutan materi.
5
4
4,50
Baik
13. Kesesuaian alokasi waktu
5
4
4,50
Baik
14. Kelayakan sebagai perangkat
5
4
4,50
Baik
28 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 26-35, Maret 2014
pembelajaran
III.
Bahasan
1. Kebenaran tata bahasa
4
4
4
Baik
2. Kesederhanaan struktur kalimat
4
4
4
Baik
3. Kejelasan petunjuk
5
4
4,50
Baik
4. Komunikatif bahasa yang digunakan
5
4
4,50
Baik
Skor total
102
85
93,5
Skor rata-rata
4,86
4,05
4,45
Baik
Sumber : Data yang sudah diolah
Hasil dari validasi RPP pada tabel 1 menunjukkan rata-rata skor validasi kelayakan RPP dari validitas I adalah 4,86 dan validitas II adalah 4,05 dengan kategori baik, valid dan layak digunakan.
B. Kualitas Tes Hasil Belajar (THB)
Tabel 2. Hasil Validasi Tes Hasil Belajar (THB)
No
Validitas
Keterangan
Isi
Bahasa dan
Penulisan Soal
Kesimpulan
Validitas
Validtr I
Validtr II
Validtr I
Validtr II
Validtr I
Validtr II
1
2
3
4
5
6
7
8
1


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
2


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
3


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
4


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
5


Sdp
Dp
TR
TR
Tanpa revisi
6


Sdp
Dp
RK
RK
Revisi
7


Dp
Dp
TR
TR
Tanpa revisi
8


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
9


Sdp
Dp
TR
TR
Tanpa revisi
10


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
11


Sdp
Dp
TR
TR
Tanpa revisi
12


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
13


Sdp
Dp
TR
TR
Tanpa revisi
14


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
15


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
16


Dp
Dp
TR
TR
Tanpa revisi
Rahayu, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPS ......................................................._________________________ 29
17


Sdp
Dp
TR
TR
Tanpa revisi
18


Dp
Dp
TR
TR
Tanpa revisi
19


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
20


Dp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
21


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
22


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
23


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
24


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
25


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
26


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
27


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
28


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
29


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
30


Dp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
31


Dp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
32


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
33


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
34


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
35


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
36


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
37


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
38


Dp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
39


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
40


Sdp
Sdp
TR
TR
Tanpa revisi
Sumber : Data yang sudah diolah
Berdasarkan uraian tersebut, hasil validasi para validator dapat disimpulkan: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mempunyai kategori baik dan Tes Hasil Belajar (THB) mempunyai kategori valid, dapat dipahami, dan tanpa revisi.
C. Deskripsi Hasil Penelitian Eksperimen
1) Pelaksanaan Pembelajaran
Data Pelaksanaan pembelajaran pada penelitian kelas eksperimen menggunakan instrument lembar pengamatan yang dilakukan oleh 2 orang pengamat. Datanya sebagai berikut.
30 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 26-35, Maret 2014
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pelaksanaan Berorientasi Strategi Inkuri
No
RPP I
Aspek yang diamati
P1
P2
Rata-rata
Kategori
1
2
3
4
Pra pembelajaran
Pembukaan pembelajaran
Kegiatan inti pembelajaran
Penutup
3
4
3,31
3,50
3,5
3,5
3,46
4
3,25
3,75
3,38
3,75
Baik
Baik
Baik
Baik
13,81
14,46
3,53
Reliabelitas
97,77
Reliabel
No
RPP II
Aspek yang diamati
P1
P2
Rata-rata
Kategori
1
2
3
4
Pra pembelajaran
Pembukaan pembelajaran
Kegiatan inti pembelajaran
Penutup
4
3,5
3,53
3,5
3,5
3,5
3,39
3,50
3,75
3,50
3,46
3,25
Baik
Baik
Baik
Baik
14,53
13,89
Reliabelitas
97,75
Reliabel
Keterangan:
P1 = Pengamat 1
P2 = Pengamat 2
Pada tabel 3 menunjukkan rata-rata kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS yang berorientasi strategi inkuri reliabelitasnya adalah pada RPP I 97,77, RPP II 97,75 maka kemampuan guru di dalam mengelola pembelajaran sudah baik, dan reliabelitasnya di atas 75 berarti instrumen yang digunakan sudah reliabel.
2) Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran
Hasil aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan strategi inkuri dan metode ceramah dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Aktivitas Siswa Pertemuan I
No
Aktifitas yang diamati
Pertemuan I
Eksperimen
kontrol
Rerata
Persentase
Rerata
Persentase
1
2
3
4
5
6
Memperhatikan penjelasan guru
Mengajukan pertanyaan
Menjawab pertanyaan secara kelompok
Mempresentasikan jawaban secara kelompok
Menyimpulkan
Aktivitas yang tidak relevan
3,22
3,36
3,44
3,3
3,44
1,2
80,47
84,38
85,94
82,81
85,94
29,69
2
1,9
1,6
50
49,22
39,84
Kategori
Baik
Kurang baik
Berdasarkan hasil pengamatan kelas eksperimen aktivitas 1 80,47% dan kelas kontrol 50,78% dan aktivitas 2 eksperimen 84,38% kelas kontrol 49,22%, sehingga dapat disimpulkan aktivitas siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan aktivitas siswa kelas kontrol.
Rahayu, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPS ......................................................._________________________ 31
Tabel 5. Aktivitas Siswa Pertemuan II
No
Aktifitas yang diamati
Pertemuan II
Eksperimen
kontrol
Rerata
Persentase
Rerata
Persentase
1
2
3
4
5
6
Memperhatikan penjelasan guru
Mengajukan pertanyaan
Menjawab pertanyaan secara kelompok
Mempresentasikan jawaban secara kelompok
Menyimpulkan
Aktivitas yang tidak relevan
3,34
3,42
3,38
3,42
3,38
1,2
83,59
85,94
84,38
85,94
84,38
30,47
2,23
2
1,66
56
50,78
41,41
Kategori
Baik
Kurang baik
Berdasarkan hasil pengamatan kelas eksperimen aktivitas 1 83,59% dan kelas kontrol 56% dan aktivitas 2 eksperimen 85,94% kelas kontrol 50,78%. Sehingga dapat disimpulkan aktivitas siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan aktivitas siswa kelas kontrol.
3) Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Metode Ceramah
Tes Hasil Belajar Siswa dengan menggunakan metode ceramah disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 6. Hasil Belajar Siswa Dengan Metode Ceramah
No
Nama
Skor
Ketuntasan Belajar
Pretest
Post test
Pretest
Post test
1
2
3
4
5
6
1
Adinda Putri N.
68
76
TT
T
2
Adistya Archi
72
80
T
T
3
Aisyah Budiarti
76
80
T
T
4
Alfiana Intan S
64
68
TT
TT
5
Alisyah A
68
72
TT
T
6
Bhisma Briantama
76
80
T
T
7
Daffa Krisnadika
72
84
T
T
8
Daffanail H.
56
68
TT
TT
9
Dewa Andiansyah
68
72
TT
T
10
Dimas Firdaus
72
76
T
T
11
Divanti Nur
60
64
TT
TT
12
Elvian Dwi Adi
68
76
TT
T
13
Fauzia Kartika
64
72
TT
T
14
Gaddy Indro
72
76
T
T
15
Khafifah Kusuma
68
80
TT
T
16
M. Arsy Roby
80
92
T
T
17
M. Haris Naufal
68
68
TT
TT
32 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 26-35, Maret 2014
18
M. Rizaidi
68
76
TT
T
19
Nabila A.
60
68
TT
TT
20
Natisha Ramadani
56
56
TT
TT
21
Niasari Nastiti
68
68
TT
TT
22
Novia Ananta
60
64
TT
TT
23
Nur aini
80
88
T
T
24
Putri Eka
60
60
TT
TT
25
Reza Nabila
64
72
TT
T
26
Ronihadi
72
72
T
T
27
Salsabila
68
64
TT
TT
28
Savira Ayu
56
64
TT
TT
29
Tasya Putri
48
56
TT
TT
30
Tasya Aurelia
60
76
TT
T
31
Wulan Nirmalasari
60
72
TT
T
32
Yafi Caesar R.
64
68
TT
TT
Rata-rata
66.125
72.125
Berdasarkan tabel 6 hasil preetest siswa nilai rata-rata 66 dengan nilai minimum 48 dan maksimum 80. Hasil postest siswa nilai rata-rata 72 dengan nilai minimum 56 dan maksimum 92. Jadi ketuntasan siswa 59% dari seluruh siswa.
4) Hasil Belajar Siswa Berorientasi Strategi Inkuri
Hasil Belajar Siswa Berorientasi Strategi Inkuri disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 7. Hasil Belajar Siswa Berorientasi Strategi Inkuri
No
Nama
Skor
Ketuntasan Belajar
Pretest
Post test
Pretest
Post test
1
2
3
4
5
6
1
Achmad Rizki P.
60
72
TT
T
2
Adnan Kashogi
56
76
TT
T
3
Afian Azha
72
84
T
T
4
Agung Ferdiansyah
68
88
TT
T
5
Alysa ananda
80
96
T
T
6
Amelia Azhamin
72
88
T
T
7
Amirul Wahid
64
80
TT
T
8
Aulerta Ines
68
72
TT
T
9
Auralia Diaz
76
96
T
T
10
Azizah N
72
92
T
T
11
Bramestya Putra
64
84
TT
T
12
Chintya Monika Sari
60
64
TT
TT
13
Dini Agustina
60
80
TT
T
14
Faradila
68
76
TT
T
15
Ferdinan
60
80
TT
T
Rahayu, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPS ......................................................._________________________ 33
16
Fitriya
80
100
T
T
17
Intan Shavira
56
88
TT
T
18
M. Yanuar Fikri
56
72
TT
T
19
M. Reza Pahreli
56
76
TT
T
20
M. Rizky Maulana
68
96
TT
T
21
M. Aulia R
64
84
TT
T
22
M. Lutfillah
76
100
T
T
23
Putri Asri
64
80
TT
T
24
Rani Priyanka
64
88
TT
T
25
Renia Sekar
80
92
T
T
26
Rizda Amalia
68
96
TT
T
27
Salma Firdauzi
68
84
TT
T
28
Salsabila
64
88
TT
T
29
Savania
68
88
TT
T
30
Salma Azarka
72
92
T
T
31
Tasya Alifda
76
88
T
T
32
Wiby Anazak
64
80
TT
T
Berdasarkan tabel 7 hasil preetes siswa nilai rata-rata 67 dengan nilai minimum 56 dan nilai maksimum 85. Hasil postest siswa nilai rata-rata 85 dengan nilai minimum 64 dan nilai maksimum 100. Jadi ketuntasan siswa 97% dari seluruh siswa (ada satu siswa yang tidak tuntas).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan sesuai dengan tujuan yang diharapan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengelolaan pembelajaran yang berorientasi strategi inkuiri dalam kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru dikategorikan baik dan sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah mampu mengelola pembelajaran khususnya mata pelajaran IPS yang berorientasi strategi inkuiri.
2. Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran yang berorientasi strategi inkuiri dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, dapat memotivasi dan merangsang siswa dalam berfikir kritis, kreatif dan bekerja sama, hal ini tampak dari aktivitas siswa didalam menyimpulkan dan mengemukakan pendapatnya secara kelompok untuk menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
34 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 26-35, Maret 2014
SARAN
Berdasarkan diskusi hasil penelitian dan pengalaman selama penelitian, maka peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil belajar yang telah dicapai dengan pembelajaran yang berorientasi strategi inkuiri dapat dijadikan alternatif untuk diterapkan disekolah dasar pada materi yang berbeda dan relevan menggunakan perangkat pembelajaran yang lebih baik, minimal sama dengan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan oleh peneliti.
2. Dalam pembelajaran IPS sebaiknya guru Sekolah Dasar (SD) memanfaatkan lingkungan sekitar untuk menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, melatih keterampilan siswa dalam diskusi, meningkatkan rasa ingin tahu untuk berfikir kritis dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Anitah, S. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Arifiani, E. 2003. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Inquiri Untuk Bahan Kajian Sistem Pencernaan. Makalah Komprehensif. Program Pasca Sarjana Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Arikunto, S. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Nasional Standar Pendidikan, Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas.
Borich, G.D. 1994. Observation Skill for Effective Teaching. Englewood Cliffs: Merril Publisher.
Budiningsih, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Carin, A. A. 1992. Teaching Science Throught Discovery. New York: Maxwell Macmillan International.
Depdiknas. 2006. Model Penilaian Kelas: KTSP SD/MI. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional.
Dick, W. and Carey L. 1990. The Systematic Design of Instructional, Third Edition. Florida, United States of America: Harper Collins Publisher
Dimyati, M. 2002. Keilmuan Pendidikan Dasar. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Hamalik, O. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahayu, Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPS ......................................................._________________________ 35
PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 1 – 5 TAHUN
Sihono1)
1) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Jember
e-mail: Sihono_FKIP@unej.ac.id
Abstract: Children’s motoric development has closely reltionship with their physical and intellectual condition. At is also influenced by nutrition factor, how to treat the children and environment. Generally, a 3 until 4 year old children have physical condition which is still developing, but they still have short-concentration-span, easy to move from one activity to another. A 5 year old child has a flexible physical condition and is interested in regular gym and exercises.
Abstrak: Perkembangan motorik anak berhubungan erat dengan kondisi fisik dan intelektual anak. Faktor gizi, pola pengasuhan anak dan lingkungan ikut berperan dalam perkembangan motorik anak. Pada umumya anak usia 3 sampai 4 tahun memiliki kekuatan fisik yang mulai berkembang tetapi konsentrasinya masih pendek, cenderung berpindah-pindah dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Sedangkan pada usia 5 tahun secara fisik anak sangat lentur dan mulai tertarik pada senam dan olahraga yang teratur.
Kata kunci: Perkembangan, motorik, anak usia 1-5 tahun
PENDAHULUAN
Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai makhluk yang berpikir atau “homo sapiens”, makhluk yang berbentuk atau “homo faber”, makhluk yang dapat dididik atau “homo educandum”, dan seterusnya merupakan pandangan – pandangan tentang manusia yang dapat digunakan untuk menetapkan cara pendekatan yang akan dilakukan terhadap manusia tersebut. Berbagai pandangan itu membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Kini bangsa Indonesia telah menganut suatu pandangan, bahwa yang dimaksud manusia secara utuh adalah manusia sebagai pribadi yang merupakan ciri atau karakter hakiki atau sifat kodrati manusia yang seimbang antar berbagai segi, yaitu segi individu dan sosial, jasmani dan rohani, dan dunia dan akhirat. Sifat - sifat dan ciri – ciri tersebut merupakan hal yang secara mutlak disandang oleh manusia, sehingga setiap manusia pada dasarnya sebagai pribadi atau individu yang utuh. Individu berarti tidak dapat dibagi (undivided), tidak dapat dipisahkan keberadaannya sebagai makhluk yang pilah, tunggal dan khas. Seseorang berbeda dengan orang lain karena ciri – cirinya yang khusus itu (Sunarto & Hartono, 2006:2).
Berdasarkan pengertian di atas dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi – potensi yang dimilikinya dan akan membawa
perubahan – perubahan apa saja yang di inginkan dalam kebiasaan dan sikap – sikapnya. Jadi anak dibantu oleh guru, orang tua dan orang dewasa lainnya untuk memanfaatkan kapasitas dan potensi yang dibawanya dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang di inginkan. Bukti – bukti jelas bahwa seorang anak tidak dilahirkan dengan perlengkapan yang sudah sempurna. Dengan sendirinya pola – pola berjalan, berbicara, merasakan, berpikir, atau pembentukan pengalaman harus dipelajari. Dorongan – dorongan potensi tertentu atau impul – impul tertentu membentuk dasar – dasar dari minat apa saja yang dikembangkan anak di lingkungan tempat ia tumbuh dan berkembang. Menurut Langer, (1968:7) konsep dasar dari perkembangan psikologis ialah yang berhubungan dengan konseptualisasi manusia dalam hubungan dengan lingkungannya. Ada dua konsep yang muncul, yaitu manusia itu aktif dalam hubungan dengan lingkungannya atau manusia itu pasif.
Perkembangan individu dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayat. Sejak lahir, bahkan sejak masih di dalam kandungan ibunya, manusia merupakan kesatuan psikofisis atau psikosomatis yang terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan itu merupakan sifat kodrat manusia yang darus mendapat perhatian secara seksama. Dalam pertumbuhan dan perkembangan, manusia mempunyai kebutuhan – kebutuhan. Pada awal kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan kebutuhan jasmaninya, ia belum peduli dengan apa yang terjadi di luar dirinya. Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan faktor biologis cenderung lebih bersifat tetap, sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keluarga ayah dan garis keluarga ibu. Sejak saat terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru itu secara berkesinambungan dipengaruhi oleh banyak dan bermacam – macam faktor lingkungan merangsang. Masing – masing perangsang tersebut, baik secara terpisah atau terpadu dengan rangsangan yang lain, semuanya membantu perkembangan potensi – potensi biologis demi terbentuknya tingkah laku manusia yang dibawa sejak lahir. Hal itu akhirnya membentuk suatu pola karakteristik tingkah laku yang dapat mewujudkan seseorang sebagai individu yang berkarakteristik berbeda dengan individu – individu lain (Sunarto & Hartono, 2006:5).
PEMBAHASAN
Perkembangan adalah terjadinya perubahan – perubahan aspek psikologis dan aspek sosial. Perkembangan motorik merupakan perubahan tingkah laku motorik yang terjadi secara
Sihono, Perkembangan Motorik Anak Usia 1-5 Tahun......................................................_________________________ 37
terus-menerus sepanjang siklus kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh tuntutan – tuntutan tugas, biologis individual dan juga lingkungan. Sedangkan dalam domain psikomotorik, kognitif dan afektif, tingkat fungsional yang dimaksud adalah produk keturunan, kematangan, pertumbuhan, dan pengalaman sebagai pengaruh dari lingkungan. Secara konseptual, perkembangan anak didasarkan pada tiga domain yaitu psikomotorik, kognitif dan afektif. Domain psikomotorik terdiri atas kemampuan fisik dan motorik yang didasarkan pada proses biologis (pertumbuhan) dan motorik (fungsional). Perkembangan motorik merupakan seluruh kemampuan pokok dalam memfungsikan keterampilan motorik. Dalam perkembangan psikomotorik terbagi menjadi tiga bagian yaitu, pertumbuhan dan perkembangan motorik dan pengembangan persepsi motorik serta kesegaran jasmani.
Gerakan – gerakan tubuh yang dimotori dengan kerja sama antara otot, otak dan saraf – saraf kita namakan motorik. Perkembangan motorik pada anak dibagi menjadi 2 bagian, yaitu perkembangan motorik besar dan perkembangan motorik tipikal. Perkembangan motorik besar berkaitan dengan perubahan kemampuan fisik secara umum. Artinya tidak memandang usia dan jenis kelamin. Sementara yang dimaksud dengan perkembangan motorik tipikal adalah perkembang motorik menurut perkembangan usiannya. Ada 3 tahap perkembangan motorik, yaitu :
1. Tahap Kognitif, disebut tahap kognitif karena pada tahap ini, anak baru mencoba – coba gerakannya. Dia melihat orang lain berlari maka iapun mulia belajar berlari, tentu saja gerakannya masih kaku dan serba salah. Berlari sering terlalu bersemangat sehingga terjatuh. Untungnya anak – anak sangat ulet sehingga tidak menyerah saat membuat kesalahan.
2. Tahap Asosiatif, pada tahap ini anak sudah semakin maju. Memang anak masih coba – coba dan belajar tapi gerakannya sudah ada di dalm otaknya sehingga dia tidak kaku lagi. Ibarat naik sepeda ia sudah bisa mengayuh bebberapa kali tapi kemudian berhenti. Gerakannya sendiri sudah bisa, hanya belum lancar.
3. Tahap Otonomik, pada tahap ini si anak sudah tidak perlu diberitahu lagi. Dia sudah lancar. Gerakan – gerakannya sudah menjadi bagian dari tubuhnya sehingga mudah membalikan tangan, (http://sepriblog.blogspot. com/2010/02/pertumbuhan-dan-perkembangan-fisik -dan.html, di unduh 15 Desember 2010)
Pertumbuhan dan perkembangan dan fisik merupakan semua hal kapasitas anak untuk melakukan kegiatan olahraga tergantung struktur fisik dan bagaimana cara perkembangan mulai dari usia dini hingga dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan fisik merupakan fisik secara kuantitatif dan fungsional seperti pada sistem syaraf, tulang dan otot. Dalam
38 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 36-43, Maret 2014
pertumbuhan dan perkembangan terdapat istilah Cephalocaudal dan Proximodistal. Cephalocaudal adalah perkembangan fisik yang terjadi secara longitudinal dari kepala hingga kaki. Ini perkembangan yang terjadi secara bertahap khususnya terhadap peningkatan pengendalian otot yang dimulai dari otot kepala dan leher kebagian togok. Fenomena ini terjadi pada masa fetus (bayi dalam kandungan). Pertama kepala dibentuk dan kemudian kepala dan lengan terakhir tungkai. Sedangkan yang dimaksud dengan Proximosdistal adalah perkembangan yang dimulai dari bagian tengah tubuh ke bagian tepi yaitu pengendalian pertumbuhan pada otot yang terjadi pada tonggok dan bahu sebelum pergelangan tangan, tangan, dan jari tangan. Pengendalian motorik kasar kehalus anak – anak melalui pengendalian yang bersifat umum dan halus pada anak – anak dapat diartikan sebagai pengendalian yang dilakukan pertama kali oleh sekelompok otot besar dan selanjutnya anak mampu membedakan bagian – bagian otot yang lebih halus untuk bergerak secara sendiri – sendiri.
Pada saat perkembangan awal dalam mengendalikan motorik, gerakan yang dilakukan masih bersifat lateral yaitu kecenderungan anak- anak untuk memanipulasi suatu benda. Secara bertahap anak – anak akan memulai memilih menggunakan kakinya secara bersamaan dengan tangannya. Pembedaan dan penyatuan (differentiation dan Integration). Kedua jenis proses ini yang terkait dengan meningkatnya fungsi motorik yang bersumber dari perkembangan system syaraf. Differentiation berkaitan dengan perkembangan bertahap dari pengendalian motorik umum ke pengendalian motorik yang lebih halus. Sedangkan Intergration adalah suatu kegiatan motorik yang banyak melibatkan fungsi ke dalam integrasi yang terkoordinasi satu sama lain. Perkembangan motorik akan dipengaruhi oleh kematangan dan pengalamannya seperti melalui pengajaran, latihan dan juga peralatan dalam menguasai keterampilan motorik Pylogenetic dan Ontogenetic. Keterampilan pylogenetic adalah tingkah laku yang cenderung terjadi secara otomatis serta dengan urutan yang dapat diperkirakan sebelumnya seperti pada gerakan meraih, menjangkau dan juga mampu bertahan terhadap pengaruh ingkungan sekitarnya. Perilaku ontogenetic adalah perilaku yang dipengaruhi melalui belajar dan lingkungan sekitar seperti berenang, bersepeda dan sejenisnya.
Pertumbuhan dan perkembangan dan fisik merupakan semua hal kapasitas anak untuk melakukan kegiatan olahraga tergantung struktur fisik dan bagaimana cara perkembangan mulai dari usia dini hingga dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan fisik merupakan fisik secara kuantitatif dan fungsional seperti pada sistem saraf, tulang dan otot. Sistem saraf otak merupakan sistem pusat dan komunikasi bagi tubuh manusia. Sistem saraf meliputi: otak, sumsum tulang belakang, serta saraf – saraf ferifer. Melalui pembedaan dan penyatuan, sel
Sihono, Perkembangan Motorik Anak Usia 1-5 Tahun......................................................_________________________ 39
akan berkembang dan membesar, dilapisi jaringan lemak berwarna putih yang disebut myline yang memiliki fungsi untuk meningkatkan efektifitas transmisi rangsang syaraf dan juga sekaligus sebagai insulator terhadap rangsangan saraf yang salah. Cerebral Cortex adalah bagian otak yang berfungsi mengontrol respon gerak yang disadari serta diperlukan untuk penguasaan bahasa, berpikir abstrak dan semua proses kogntif. Perkembangan ini hampir sempurna pada saat anak berusia 4 tahun. Cereblum merupakan bagian otak yang berkembang paling akhir dan berfungsi dalam control temporal (timing), pengaturan gerak, terampil yang disadari serta untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Fungsi ini disempurnakan oleh vestibular lainnya, dimana informasi datang akan di transmit ke berbagai otot yang bertanggung jawab untuk mempertahankan keseimbangan (http://sepriblog.blogspot.com/2010/02/pertumbuhan-dan-perkembangan-fisik-dan. html, di unduh 15 Desember 2010)
Agar anak bisa mencapai dan melewati perkembangannya dengan normal, perlu diberikan stimulasi yang tepat sesuai usianya. Idealnya, perkembangan motorik kasar dan halus akan diamati setiap berkunjung ke dokter spesialis anak dengan melakukan beberapa tes: apakah anak sudah bisa melakukan suatu gerakan A, misal. Dengan begitu, ketika ada keterlambatan, dokter langsung dapat mengintervensi dan memberi saran pada orang tua. Tes yang umum dilakukan untuk memantau perkembangan motorik adalah tes Denver. Tes ini membagi perkembangan anak jadi empat, yaitu perkembangan personal sosial, perkembangan bahasa, serta perkembangan motorik kasar dan motorik halus adaptif. Perkembangan bayi akan diamati setiap 1 bulan sekali. Sedangkan balita, atau tepatnya setelah anak menginjak usia 2 tahun ke atas, cukup 3 bulan sekali.
Tes Denver ini, untuk mempermudah pemantauan akan perkembangan anak. Apakah anak sesuai dengan perkembangan usianya saat itu atau tidak. "Kalau misalnya anak terlambat, kita harus tahu pasti, bagian mana yang terlambat. Apakah perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa atau personal sosialnya." Bila sudah diketahui, misal, "O, anak ini hanya perkembangan motoriknya saja yang terganggu, yang lain sesuai." Maka terapinya akan ditekankan ke situ. Namun, jangan buru-buru menganggap si anak mengalami kelainan, karena siapa tahu yang jadi penyebab justru kurangnya stimulasi. Itu sebab, bila terjadi keterlambatan, kita harus tahu persis penyebabnya. Bukan tak mungkin orang tua yang overprotective akan membuat anak sulit berkembang. Kalau ini masalahnya, jelas orang tuanya yang perlu diterapi. Harus di beri penjelasan tentang dan cara-cara melakukan stimulasi pada anak. Tapi kalau semua perkembangan anak terlambat, dari perkembangan bahasa, personal sosial, motorik kasar dan halusnya, maka anak dinyatakan mengalami
40 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 36-43, Maret 2014
retardasi mental/keterbelakangan mental. Misal, anak usia 3 tahun namun kemampuan motorik halus, kasar, termasuk berbahasa dan sosialnya, masih setara dengan anak usia 1 tahun 8 bulan (http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah, di unduh 15 Desember 2010)
Pada usia 1 tahun mulai semakin banyak keterampilan yang dikuasai anak. Pada awal usia satu tahun, anak semakin aktif bergerak dan mencoba hal-hal baru yang membutuhkan aktifitas motorik baik kasar maupun halus. Dukungan orang tua sangat besar untuk menumbuhkan minat baru pada anak karena di usia inilah saat yang tepat untuk memperkenalkan anak akan berbagai keterampilan baru. Pastikan anak mempunyai ruang gerak yang cukup dan aman hingga tidak menghambatnya melakukan aktifitas motorik. Hindari ruangan yang membahayakan seperti terlalu banyak furnitur, pernak pernik yang gampang pecah atau lantai yang licin. Dengan demikian anak tidak akan terlalu sering mendengar kata “jangan” yang dapat menyebabkan ia malas untuk mencoba hal baru. Salah satu parameter perkembangan anak pada kurun waktu ini adalah kemampuan berjalan. Pada usia empat belas bulan umumnya kemampuan berjalan anak telah mencapai 90%. Segera berkonsultasi pada dokter spesialis anak jika pada usia ini anak belum menunjukan kemampuan berjalan sesuai usianya (http://informasitips.com/perkembangan-motorik-halus-pada-bayi-1-12 bulan # di unduh 15 Desember 2010).
Ciri – ciri gerakan motoris menurut Zulkifli (1986:25):
1. Gerakan dilakukan dengan tidak sengaja, tidak ditujukan untuk maksud – maksud tertentu.
2. Gerakan yang dilakukan tidak sesuai untuk mengangkat benda.
3. Gerakan – gerakan yang berlebihan merupakan ciri – ciri dari motorik yang masih muda.
Berikut adalah perkembangan motorik anak usia 1 – 5 tahun:
Perkembangan Motorik anak usia 1 tahun antara lain:
Sebagian besar anak mulai berjalan sendiri mendekati usia satu tahun, sebagian lagi tidak dapat berjalan sampai usia 15 bulan. Bayi yang sangat aktif dan berani cenderung berjalan lebih awal, bayi kurang aktif, lebih penakut dan yang terikat dengan menyelidiki obyek-obyek secara terperinci barjalan lebih lambat (http://www.scribd.com/doc/31719019/ Referat-Tumbuh-Kembang-Anak-Usia-1-5-Tahun-Scribd)
Sihono, Perkembangan Motorik Anak Usia 1-5 Tahun......................................................_________________________ 41
Perkembangan Motorik anak usia 2 tahun antara lain:
Tingkat pertumbuhan lebih lambat pada umur tahun ke dua dan nafsu makan menurun. Pertumbuhan otak, disertai mielinisasi yang berlanjut, menghasilkan penambahan lingkar kepala lebih dari 2 cm dalam 1 tahun. (http://www.scribd.com/doc/31719019/Referat-Tumbuh-Kembang-Anak-Usia-1-5-Tahun-Scribd)
Perkembangan Motorik anak usia 3 tahun antara lain:
Memiliki kekuatan fisik yang mulai berkembang, tapi rentang konsentrasinya pendek, cenderung berpindah-pindah dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Meskipun memiliki rentang konsentrasi yang relatif pendek, mereka menjadi ahli pemecah masalah dan dapat memusatkan perhatian untuk suatu periode yang cukup lama jika topik yang diajarkan menarik bagi mereka. Pada usia ini, anak mengembangkan keterampilan motorik kasar dan melakukan gerakan fisik yang sangat aktif. Energi mereka seolah-olah tiada habisnnya. (http://parentingislami.wordpress.com/2008/03/03/aspek-perkembangan-motorik-dan keterhubungannya -dengan-aspek-fisik-dan-intelektual-anak-part-2/)
Perkembangan Motorik anak usia 4 tahun antara lain:
Koordinasi gerakan motorik halus anak sangat berkembang, bahkan hampir sempurna koordinasi gerakan motorik halus dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan (http://episentrum.com/artikel-psikologi/perkembangan-motorik-anak-usia-dini)
Perkembangan Motorik anak usia 5 tahun antara lain:
Pada masa ini anak telah mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan, dan tubuh secara bersamaan,antara lain dapat dilihat pada waktu anak menulis atau menggambar.(http://episentrum.com/artikel-psikologi/perkembangan-motorik-anak-usia-dini)
KESIMPULAN
Motorik anak perlu dilatih agar dapat berkembang dengan baik. Perkembangan motorik anak berhubungan erat dengan kondisi fisik dan intelektual anak. Faktor gizi, pola pengasuhan anak, dan lingkungan ikut berperan dalam perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik anak berlangsung secara bertahap tapi memiliki alur kecepatan perkembangan yang berbeda pada setiap anak. Pada umumnya anak usia 3 sampai 4 tahun memiliki kekuatan fisik yang mulai berkembang, tapi rentang konsentrasinya pendek, cenderung berpindah-pindah dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Sedangkan pada usia 5 tahun Secara fisik, pada usia ini fisik anak sangat lentur dan tertarik pada senam dan olah raga
42 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 36-43, Maret 2014
yang teratur. Mereka mengembangkan kemampuan motorik yang lebih baik. Kegiatan-kegiatan seperti memakai baju, menggunting, menggambar dan menulis lebih mudah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, J. (1976). Issues for a closed-loop theory of motor learning. In Stelmach, G. E.: Motor Control (87-107). New York: Academic Press.
Http://episentrum.com/artikel-psikologi/perkembangan-motorik-anak-usia-dini
Http://parentingislami.wordpress.com/2008/03/03/aspek-perkembangan-motorik-dan-keterhubungannya-dengan-aspek-fisik-dan-intelektual-anak-part-2/
Http://www.scribd.com/doc/31719019/Referat-Tumbuh-Kembang-Anak-Usia-1-5-Tahun-Scribd)
Iskandar. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.
Langer, J. (1968). Theories of Development. Holt., Rinehart and winston, Inc., New York.
Perkembangan Anak Sampai Usia Dua Tahun. (http://shahabsuraiyah.blogspot. com/2010/07/perkembangan-anak-usia-dibawah-dua.html, di unduh 15 Desember 2010)
Perkembangan Motorik Halus dan Kasar. (http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah, di unduh 15 Desember 2010)
Perkembangan Motorik Pada Bayi. (http://informasitips.com/perkembangan-motorik-halus-pada-bayi-1-12 bulan# di unduh 15 Desember 2010).
Pertumbuhan dan Perkembangan. (http://sepriblog.blogspot.com/2010/02/ pertumbuhan-dan-perkembangan-fisik.dan. html, di unduh 15 Desember 2010)
Sunarto & B. Agung Hartono. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Zulkifli, L. (1986). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sihono, Perkembangan Motorik Anak Usia 1-5 Tahun......................................................_________________________ 43
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA POKOK BAHASAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAHLUK HIDUP MELALUI METODE ROLE PLAY PADA SISWA KELAS IV SDN KRANJINGAN 04 KECAMATAN SUMBERSARI, KABUPATEN JEMBER
Tri Nunuk Sujiartatik1)
1) SDN Kranjingan 04, Kecamatan Sumbersari, Jember
Abstract: The purpose of this study is to improve science learning outcomes subject dependence among living things where student achievement is low. Therefore, action is taken to improve learning outcomes by applying the method of Role Play in Elementary School grade 4 students in SDN Kranjingan 04 districts Sumbersari Jember, academic year 2013/2014. Subjects numbered 27 students. This research is a classroom action research was conducted in two cycles. Of two cycles of learning outcome obtained from the average value of 58.84 with the percentage of completeness of 38.4% in cycle 1, to an average value of 63.26 with the percentage reaching 69% at cycle 2. It can be concluded that the use of the method Role Play can improve student learning outcomes SDN Kranjingan 04 grade 4 school year 2013/2014
Abstrak: Tujuan pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA pokok bahasan ketergantungan antar mahluk hidup dimana prestasi siswa masih rendah. Oleh karena itu dilakukan tindakan untuk meningkatkan hasil belajar dengan menerapkan metode Role Play pada siswa kelas lima di SDN Kranjingan 04 kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember tahun pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian berjumlah 27 siswa. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Dari dua siklus diperoleh peningkatan hasil belajar dari nilai rata-rata 58,84 dengan persentase ketuntasan 38,4 % pada siklus 1 menjadi nilai rata-rata 63,26 dengan persentase mencapai 69% pada siklus ke 2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode Role Play dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SDN Kranjingan 04 tahun pelajaran 2013/2014
Kata Kunci: Pembelajaran IPA, ketergantungan antar mahluk hidup, metode Role Play, hasil belajar
PENDAHULUAN
Peningkatan mutu pendidikan merupakan fokus perhatian dalam rangka memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM). Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga pendidikan maupun masyarakat diantaranya dilakukannya upaya-upaya inovasi dibidang pendidikan dan pembelajaran. Sesuai dengan permendiknas Undang- undang No.20 tentang Sisdiknas, pasal 40, di mana salah satu ayat nya berbunyi: ”Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban
untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis dan PP No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat (1). Dalam PP no 19, ayat (1) dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi siswa”.
Dari tuntutan perundangan tersebut dengan jelas bahwa esensi pendidikan atau pembelajaran harus memperhatikan kebermaknaan bagi peserta didik yang dilakukan secara dialogis atau interaktif, yang pada intinya pembelajaran berpusat pada siswa sebagai pebelajar dan pendidik sebagai fasilitator yang memfasilitasi agar terjadi belajar pada peserta didik.
Proses belajar mengajar pelajaran IPA di sekolah dasar dilaksanakan tergantung pada kondisi sekolahnya, baik metodenya atau media mengajarnya. Secara umum pengajaran IPA masih disampaikan secara konversional dalam artian ceramah dan diskusi. Hanya sedikit yang menggunakan metode pendekatan permainan atau demonstrasi. Semua itu terkendala pada keterlambatan media pembelajaran, apalagi SD di daerah terpencil guru hanya mengandalkan sepenuhnya pada buku paket yang bersumber dari dinas pendidikan nasional atau departemen pendidikan kebudayaan atau buku teks lain.
Selama ini pembelajaran IPA di SDN Kranjingan 04 Sumbersari masih banyak mengandalkan metode ceramah dari guru tanpa memberi kesempatan anak untuk bertanya. Kondisi ini menyebabkan siswa pasif dalam pembelajaran. Guru bersifat sebagai transfer of knowledge dan transfer of information saja, tanpa memperhatikan konsepsi awal siswa yang diperoleh berdasarkan pengalaman sehari-hari. Seorang guru seharusnya memahami jiwa anak usia sekolah dasar yang telah memiliki konsepsi awal tentang sebuah peristiwa berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari. Hal itu juga yang menyebabkan siswa hanya menerima informasi yang disampaikan guru, sedangkan guru kurang memperhatikan proses asimilasi informasi dalam diri siswa, apakah struktur kognitif siswa (konsepsi awal siswa) tersebut telah sesuai dengan informasi baru yang disampaikan guru atau malah sebaliknya.
Jadi titik sentral pembenahan pendidikan Sains, adalah terletak pada kualitas proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Hal ini penting karena hanya dengan pembelajaran yang baik, siswa dapat meningkatkan pemahamannya terhadap konsep-konsep sains.
Menurut pandangan konstruktivis, belajar merupakan proses aktif yang melibatkan konstruksi makna perorangan. Konstruksi makna sangat dipengaruhi oleh pengetahuan awal mereka (Tytler, 1986). Jadi pengetahuan tidak dipindahkan maknanya kepada orang lain (siswa) melainkan siswa itu sendiri yang membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya.
Tri Nunuk Sujiartatik, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA........................................._________________________ 45
Salah satu model pembelajaran yang mengacu pada pancangan konstruktivisme adalah model pembelajaran interaktif melalui metode role play. Dalam penelitian ini akan dicobakan model tersebut, yaitu model pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam proses pembelajaran, dalam hal ini seluruh siswa terlibat langsung secara aktif dan bertanggung jawab terhadap tokoh yang akan diperankannya. Model ini menurut peneliti dapat meningkatkan gairah belajar siswa, karena dalam proses pembelajaran tersebut, melalui tahap ekplorasi dan investigasi, siswa itu sendirilah yang aktif secara mental membangun pengetahuannya. Selain itu model ini juga dapat memberi pemahaman-pemahaman baru bagi guru tentang pemikiran-pemikiran baru pada siswa yang tidak diduga sebelumnya (Dalzel : 1986). Rendahnya kualitas pendidikan dan rendahnya daya serap anak terhadap materi IPA terlihat dari prestasi yang dicapai oleh siswa kelas 4 SDN Kranjingan 04. Rendahnya prestasi yang diperoleh siswa disebabkan rendahnya keterlibatan atau partisipasi siswa dalam kegiatan belajar siswa.
Tabel 1: Rentang Nilai Matematika Kelas IV
RentangNilai
Banyaksiswa
Prosentase
Keterangan
0-65
21siswa
81 %
TidakTuntas
66-100
6siswa
19 %
Tuntas
Jumlah
27siswa
100%
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka peneliti mencoba melakukan upaya dengan menggunakan metode role play. Benarkah metode role play dapat meningkatkan hasil belajar?
Bermain peran merupakan metode untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian. Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran. Dalam "Role Play", anak-anak berperan sebagai karakter lain, mereka memainkan suatu peran. Namun, permainan ini tidak perlu latihan dan tidak untuk hiburan. Role play biasanya menyampaikan suatu masalah sebelum memberikan pemecahan atas masalah itu. Anak-anak yang memainkan peran itu
46 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 44-52, Maret 2014
menunjukkan apa yang akan mereka lakukan, bagaimana reaksi mereka terhadap suatu kejadian atau situasi (e-Bina Anak, 2008).
Bermain peran (role playing), para peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi, model ini berusaha membantu peserta didik menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Juga melalui model ini para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok sosial yang beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi sosial, model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah dilakukan secara demokratis. Dengan demikian melalui model ini peserta didik juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis (Endang Komara, 2009).
Langkah-langkah penerapan pembelajaran saling ketergantungan antar mahluk hidup melalui metode Bermain Peran (Role Play).
Tahapan–tahapan pembelajaran bermain peran meliputi :
1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik;
2. Memilih peran;
3. Menyusun tahap-tahap peran;
4. Menyiapkan pengamat;
5. Tahap pemeranan;
6. Diskusi dan evaluasi tahap I ;
7. Pemeranan ulang;
8. Diskusi dan evaluasi tahap II;
9. Membagi pengalaman dan pengambilan keputusan (SyaifulHadi, 2008).
Kelebihandankekuranganbermainperan (Role Play)
1. Kelebihan bermain peran (Role Play) antara lain :
a. Siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran, karena masalah-masalah alam sangat berguna bagi mereka .
b. Siswa dengan berperan seperti karakter lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain itu.
Tri Nunuk Sujiartatik, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA........................................._________________________ 47
c. Siswa dapat merasakan perasaan karakter lain dan dapat mengakui pendapat orang lain sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi dan cinta kasih terhadap orang lain.
2. Kekurangan bermain peran (Role Play) antara lain :
a. Kalau guru tidak menguasai tujuan instruksional penggunaan teknik ini dalam kegiatan belajar mengajar, maka bermain perannya tidak akan berhasil.
b. Apabila guru tidak memahami langkah-langkah pelaksanan metode ini, maka akan mengacaukan berlangsungnya bermain peran, karena yang memegang peranan atau penonton tidak tahu arah bersama-sama.
c. Dengan adanya bermain peran jangan menjadi kesempatan untuk menumbuhkan sifat prasangka yang buruk, ras diskriminasi, balas dendam, sehingga menyimpang dari tujuan semula (Roestiyah, 2001:92-93).
METODE PENELITIAN
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penerapan metode role play dapat meningkatkan hasil belajar IPA pokok bahasan saling ketergantungan antar mahluk hidup siswa kelas IV SDN Kranjingan 04 Kecamatan Sumbersari kabupaten Jember tahun pelajaran 2013/2014? Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengungkapkan bagaimana peranan model pembelajaran interaktif melalui metode role play terhadap peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa sekolah dasar dalam mata pelajaran IPA. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut untuk meningkatkan hasil belajar IPA pokok bahasan saling ketergantungan antar mahluk hidup melalui metode Role Play pada siswa kelas IV SDN kranjingan 04 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.
Hasil dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran kepada berbagai pihak terutama bagi guru, sekolah dan pengawas sekolah. Bagi guru dapat memperoleh pengalaman dalam melakukan pembelajaran IPA yang berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran; bagi sekolah secara praktis hasil penelitian dapat bermanfaat langsung meningkatkan kualitas pembelajaran IPA, sedangkan bagi pengawas sekolah akan menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat membantu guru IPA. Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SDN Kranjingan 04 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Tahun pelajaran 2013/2014. Pokok bahasan yang dipelajari adalah saling ketergantungn antar mahluk hidup. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2013 samapi dengan 29 Oktober 2013 secara berutuan untuk siklus I dan siklus II. Secara oprasional, role play didefinisikan sebagai pembelajaran yang menggunakan metode
48 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 44-52, Maret 2014
bermain peran kepada siswa. Aktivitas belajar merupakan aktivitas dengan indikator minat, perhatian dan partisipasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPA. Hasil belajar dimyatakan dalam bentuk nilai setelah siswa mengikuti pelajaran (Panduan publikasi ilmiah dalam angka PKB guru); M.Sulthon (2013:8-9).
Data dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan cara tes dan observasi. Alat pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini berupa butir soal tes, lembar observasi siswa dan lembar observasi guru. Agar diperoleh data hasil belajar siswa yang absah (valid) diperlukan adanya instrumen tes yang valid yang memuat sejumlah butir soal yang tepat mengukur penguasaan siswa tentang saling ketergantungan antar mahluk hidup. Validitas data proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode role play yang menitikberatkan pada keaktifan siswa dalam belajar dengan optimalisasi proses observasi.
Hasil belajar siswa dianalisis dengan analisis diskriptif komperatif yaitu dengan membandingkan nilai tes antar siklus dengan indikator kinerja Hasil observasi dianalisis dengan analisis deskriptif. Indikator kinerja dalam penelitian tindakan kelas ini berupa nilai rata-rata naik dari 6,5 menjadi 7,5.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan 2 siklus secara berkelanjutan. Setiap siklus dilakukan perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi dan evaluasi untuk mengetahui efektifitas tindakan. Pelaksanaan tindakan terintegrasi melalui proses pembelajaran yaitu : PraSiklus dilakukan satu kali pertemuan dengan indikator menjelaskan saling ketergantungan antar mahluk hidup melalui metode ceramah dan tanya jawab. Siklus dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya dengan indikator menjelaskan saling ketergantungan antar mahluk hidup, dengan menggunakan metode role play. Siklus kedua dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya dengan indikator menjelaskan saling ketergantungan antar mahluk hidup, dengan menggunakan metode role play.
Penelitian dilakukan secara kolaboratif dengan guru IPA lainnya. Pengamatan dilakukan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi. Data berupa hasil obsevasi kegiatan guru dan keaktifan siswa, sedangkan hasil belajar siswa dijaring melalui tes formatif kemudian dibandingkan dengan hasil tes awal. Data yang dikumpulkan dalam siklus pertama dianalisis, didiskusikan dengan para observer kemudian dideskripsikan. Hasilnya dijadikan sebagai bahan perencanaan untuk melaksanakan tindakan yang dimodifikasi dari siklus sebelumnya guna mencapai hasil yang baik.
Tri Nunuk Sujiartatik, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA........................................._________________________ 49
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Kegiatan KBM Siklus I padatgl 21 oktober 2013 di kelas V dengan Jumlah siswa 26. Peneliti adalah guru/Walikelas. Proses pembelajaran mengacu pada RPP yang telah disiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan belajar mengajar pada pembelajaran matematika SIKLUS I diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 58,84 dan ketuntasan belajar mencapai 38,4% atau ada 11siswa dari 27 siswa sudah tuntas belajar.. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 38,4 % lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar lebih dari 70% . Pada pembelajaran matematika SIKLUS II diperolehnilai rata-rata hasili belajar siswa adalah 63,26 dan ketuntasan belajar mencapai 69% atau ada 20 siswa dari 27 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus keduapun secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥65 hanya sebesar 69% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar lebih dari 70 %.
Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas dengan judul peningkatan hasil belajar IPA pokok bahasan ketergantungan antar mahluk hidup melalui metode role play siswa kelas empat di SDN Kranjingan 04 kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember tahunpelajaran 2013/2014adalah rata-rata motivasi belajar IPA siswa yang rendah menjadi naik yaitu lebih dari atau sama dengan 60%. Hasil belajar ketuntasan siswa meningkat dari yang hanya 19 % menjadi 69 %.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama melaksanakan penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas telah menciptakan perubahan ke arah yang positif. Adapun perubahan itu meliputi perubahan pada siswa dan perubahan pada guru.
Perubahan yang terjadi pada siswa terlihat pada meningkatnya minat siswa dalam proses belajar mengajar yang diikuti dengan meningkatnya hasil belajar siswa pada materi pokok ketergantungan antar mahluk hidup. Indikator ini dapat terlihat pada kesiapan belajar siswa semakin meningkat, siswa semakin aktif dalam mengikuti proses pembelajaran terbukti dengan banyaknya siswa bertanya dan menanggapi pertanyaan siswa lain, banyaknya siswa yang merasa lebih senang belajar dengan menggunakan alat ketergantungan antar mahluk hidup.
Perubahan yang terjadi pada guru peneliti adalah guru mengalami peningkatan kinerja dalam proses pemebelajaran terutama dalam penggunaan media pembelajaran. Dalam
50 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 44-52, Maret 2014
penelitian ini guru semakin meningkat aktivitasnya dalam menggunakan charta sebagai media atau alat bantu dalam setiap pembelajaran materi pokok ketergantungan antar mahluk hidup . Indikator ini dapat terlihat pada merencanakan persiapan proses pengajaran dengan sebaik-baiknya sehingga tercapai pembelajaran yang aktif dan kreatif, meningkatkan motivasi guru terhadap siswa dalam pembelajaran sehingga minat siswa belajar meningkat pula, meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga mutu hasil belajar siswa meningkat.
Perubahan kearah yang positif tidak hanya terjadi pada siswa dan guru peneliti saja tetapi juga pada guru mitra. Perubahan tersebut berupa semakin meningkatkan kegiatan observasi yang dilaksanakan, demikian pula kualitas temuan-temuan yang diperoleh selama proses tindakan yang dijadikan dasar bagi perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya baik di kelas penelitian maupun di kelas guru mitra mengajar.
Sehubungan dengan hasil penelitian ini, peneliti mengemukakan beberapa saran dalam usaha meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan khususnya pada materi pokok ketergantungan antar mahluk hidup dan pelajaran IPA pada umumnyasebagaiberikut:
- disarankan guru mengajar materi ketergantungan antar mahluk hidup, serta menerapkan strategi belajar dengan menggunakan metode konstruktivistik karena dapat meningkatkan minat, motivasi, dan hasil belajar siswa,
- disarankan guru membiasakan mempresentasikan hasil kerja siswa di depan kelas kemudian mengomentari kekurangan dan kelebihan hasil kerja tersebut,
- karena hasil yang dicapai melalui penelitian tindakan kelas ini nyata dan positif, maka disarankan pada kelas-kelas lain bahkan di sekolah lain dapat menerapkan strategi belajar / tindakan tersebut dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, F., 1982, Pendidikan Penelitian, CV Baru Jakarta.
Arikunto, S., 1988, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT BinaAksara, Jakarta.
Biddulph, F., 1990, Pupil Questioning as a Teaching/Learning Strategiini Primary Science Education, diterjemahkan PASI.
Dalzell, D., 1986, Interactive Teaching on First Using The Approach (2), Cristchurch, SET.
Elliot, J., (1991), Action Research for Educational Change, OpenUniversity Press, Milton Keynes Philadelpia.
Tri Nunuk Sujiartatik, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA........................................._________________________ 51
Fread, M., 198, Dasar-DasarMengajar, Angkasa Bandung KBBI Depdikbud 1989, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Koentjoroningrat, 1980, Metode Penelitian, CV Baru, Jakarta.
Malik dan Tuanaya T., 1986, Diktat Kuliah Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, Jember.
Paulus W., 1984, Statistik. Fakultas Ilmu Pendidikan, UNEJ, Jember.
Poerwodarminto, WJS., 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Sru A. S., 1982, Metodologi Penelitian Jilid I. Eka Badranaya, Jember.
Suryabrata, S., 1983, Metodologi Penelitian, UGM, Rajawali Pera Jakarta.
Sutrisno H., 1988, StatistikJilid I, II, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.
Winarno, S., 1982, Pengantar Penelitian, Dasar Metode Tehnik, Tarsito, Bandung.
52 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 44-52, Maret 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS BELAJAR MAHASISWA PSIK UNIVERSITAS JEMBER
Muhtadi Irvan1)
1) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universtas Jember
E-mail: Muhtadi_Irvan.FKIP@unej.ac.id
Abstract: This research aims to know the influence of success motivation, creativity, and student's perception about lecturer's proficiency towards student's learning effectiveness. It is applied to 50 students of The Study Program of Nursing Jember University as responders. The result indicates that there is positive and significant effect from success motivation (X1) towards learning effectiveness (Y) with regression equation Y = 81,445 + 0,912 Xi and ry1 = 0,656. Creativity (X2) influences learning effectiveness positively and significantly with regression equation Y = 122,975 + 0,679 X2 and ry2 = 0,440. Student's perception to lecturer's proficiency (X3) has positive and significant influence towards learning effectiveness with regression equation Y = 99,230 + 0,768 X3 and ry3 = 0,562. Those independent variables simultaneously influence learning effectiveness positively and significantly with Ry.123 = 0,741 and plural regression Y = 64,337 + 0,620 X1+ 0,331 X2 + 0,530 X3.
Abstrak: Tujuan riset ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari motivasi keberhasilan, kreativitas, dan persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen terhadap efektivitas belajar mahasiswa. Riset ini dilaksanakan pada mahasiswa di PSIK Universitas Jember dengan jumlah responden mahasiswa. Hasil riset menunjukkan bahwa (1) ada pengaruh positif dan signifikan dari motivasi keberhasilan (X1) terhadap efektivitas belajar (Y) dengan persamaan regresi Y = 81,445 + 0,912 X1 dan ry1 = 0,656; (2) kreativitas (X2) bepengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas belajar dengan persamaan regresi Y = 122,975 + 0,679 X2 dan ry2 = 0,440; dan (3) persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen (X3) mempunyai pengaruh yang positif dan siginifikan terhadap efektivitas belajar dengan persamaan regresi Y = 99,230 + 0,768 X3 dan ry3 = 0,562. Ketiga variabel bebas itu secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas belajar dengan Ry.123 = 0,741 dan regresi jamak Y = 64,337 + 0,620 X1 + 0,331 X2 + 0,530 X3.
Kata Kunci: Motivasi keberhasilan, kreativitas, persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen, efektivitas belajar mahasiswa, regresi jamak
PENDAHULUAN
PSIK Universitas Jember adalah salah satu Pendidikan Keperawatan di Indonesia yang boleh dikatakan masih baru, diawali dari tahun 2005, saat ini PSIK Universitas Jember Memiliki 14 orang dosen tetap (12 orang S1 Keperawatan, 1 orang S2 Keperawatan, dan 1 orang sedang studi lanjut S2 Keperawatan). 131 mahasiswa, dengan distribusi 72 orang
untuk angkatan 2005 (dua orang mengundurkan diri di awal semester 4) dan 52 orang untuk angkatan 2006 (satu orang meninggal dunia). Dari grafik IP semester yang diperoleh oleh mahasiswa angkatan pertama yaitu IP tertinggi pada semester I 3,45 dan IP terendah 0,96, untuk IP semester II, tertinggi 3,00 dan terendah 0,45. IP semester III, tertinggi 3,50 dan terendah 0,25. Melihat kenyataan ini menunjukkan prestasi mahasiswa yang sangat bervariasi. Keberhasilan mahasiswa dalam belajar tidak terlepas dari peran aktif dosen yang mampu memberi motifasi dan dapat menciptakan iklim belajar yang harmonis, kondusif dan menggairahkan dan mampu member semangat kapada mahasiswa. Disamping itu, keberhasilan juga ditentukan oleh seberapa besar tujuan belajar dapat dicapai, yang diukur dar hasil belajar dan dinyatakan sebagai efektivitas belajar. Mengingat luas masalah yang dipaparkan dan banyak factor yang berpengaruh, maka penelitian ini dibatasi pada factor yang berhubungan dengan efektivitas belajar. Faktor-faktor tersebut meliputi motivasi keberhasilan, kreativitas, persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dosen.
Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya (Etzioni, 1964). Efektivitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar diri seseorang. Dengan demikian efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, akan tetapi dapat pula dilihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya. Disamping itu, efektivitas juga dapat dilihat dari bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (Robbins, 1997). Belajar dapat pula dikatakan sebagai komunikasi terencana yang menghasilkan perubahan atas sikap, keterampilan dan pengatahuan dalam hubungan dengan sasaran khusus yang berkaitan dengan pola perilaku yang diperlukan individu untuk mewujutkan secara lengkap tugas atau pekerjaan tertentu (Bramley, 1996).
Dengan demikian, yang dimaksud dengan efektivitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan pelatihan. Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Dengan pemahaman tersebut di atas, maka dapat dikemukakan aspek-aspek efektivitas belajar sebagai berikut: Peningkatan pengetahuan, penigkatan keterampilan, perubahan sikap, perilaku, kemampun adaptasi, peningkatan integrasi, peningkatan partisipasi, dan peningkatan interaksi cultural
54 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 53-63, Maret 2014
Motivasi atau motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menibulkan dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa motivation adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah pada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Oleh karena itu tidak akan ada motivasi, jika tidak dirasakan rangsangan-rangsangan terhadap hal semacam di atas yang akan menumbuhkan motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan motor dan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan. Dalam motivasi keberhasilan ada enam kondisi ekspemimen yaitu kondisi santai, netral, orientasi pada keberhasilan, sukses, gagal dan sukses gagal (Mc Clelland, 1976).
Motivasi orang tergantung pada kekuatan motifnya. Motif yang dimaksud dalam uraian ini adalah kebutuhan, keinginan, dorongan atau gerak hati dalam individu (Hersey, Blanchard dan Johnson, 1996), dengan kata lain sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu, atau sekurang-kurangnya mengembangkan tertentu (Hodgetts,1996). Sementara itu, motivasi ckstrinsik dalam dunia pendidikan dapat dilakukan oleh guru. Guru harus mengambil keputusan tentang apa yang harus diajarkan, bagaimana menyajikan pelajaran dan bagaimana menentukan cara pengajaran agar siswa mengerti apa yang diajarkan dan mampu menerapkan dalam kehidupan nyata (Brohpy,1990). Dorongan eksternal dari guru sangat penting bagi seseorang untuk mencapai keberhasilan belajar. Sedangkan teori motivasi intrinsik menjelaskan kesadaran tentang keingintahuan, memahami lingkungan, kesadaran eksistensi diri dan kesadaran tentang merealisasikan kemampuan.
Teori ketidakcocokan kognitif menjelaskan ketegangan yang muncul pada saat manusia sadar adanya ketidakcocokan antara dua atau beberapa pengertian seperti persepsi-persepsi, sikap atau keyakinan. Teori motivasi keberhasilan ini menyelaraskan tentang pencapaian tujuan yang mengandung tiga factor yaitu motif keberhasilan, kemungkinan keberhasilan dan nilai keberhasilan. Dengan demikian yang dimaksud dengan motivasi keberhasilan adalah dorongan untuk memenuhi keinginan yang mempengaruhi perilaku individu untuk melakukan aktivitas dengan cara lebih baik untuk mencapai tujuan. Dengan pemahaman tersebut maka dapat dikemukakan aspek-aspek yang terkandung dalam motivasi keberhasilan sebagai berikut: 1.Cenderung bertanggung jawab, 2. Senang membahas kasus yang menantang, 3. Menginginkan prestasi belajar yang lebih baik, 4. Suka memecahkan
Muhtadi Irvan, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas..........................................._________________________ 55
masalah, 5. Senang menerima umpan balik atas hasil karyannya, 6.Senang berkompetisi untuk mencapai hasil belajar terbaik 7. Senang membahas kasus-kasus sulit, dan 8. Melakukan segala sesuatu dengan cara yang lebih baik dibandingkan dengan temannya. Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Kreativitas sebagai proses adalah kemampuan mengidentiflkasi banyak kemungkian solusi pada persoalan tertentu (Vecchio, 1995). Sebagai suatu proses yang dimaksudkan adalah upaya yang bersifat imajinatif, tidak konvensional, estetis, fleksibel, integrasi informasi dan proses sejenis (Sprinthall dan Sprinthall, 1990), atau setiap tindakan, gagasan atau produk yang mengubah domain yang ada atau domain yang baru (Csikzentmihalyi, 1996). Kreativitas sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu yang baru, dari pada akumulasi keterampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari buku. Kreativitas berkaitan dengan apa yang dikembangkan (Nunnally, 1964). Kreativitas bukanlah ciri kepribadian, tetapi keterampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif (Woolfok,1993). Model kreativitas Csikzentmihalyi (1996) menyatakan bahwa kreativitas mempunyai komponen The Domain, The Field dan The Individual Person. Berfikir kreatif menyangkut kemampuan melakukan operasi kognitif yang berbeda, yaitu Fluency, flexibility, originally dan elaboration (Khatena, 1992). Selain itu beberapa penulis menunjukkan ciri kreatif, antara lain Csikzentmihalyi (1996), Vecchio (1995) dan Semiawan (1990). Sebagai teori, kreativitas ditemukan oleh Gowan yang membedakan antara kreativitas personal dan kreativitas kultural (Barbara Clark, 1983). Sedangkan teori Roweton, mengklasifikasi kreativitas menjadi 6 enam) yaitu: Definitional, Behavioristic, Dispositional, Humanistic, Psychoanalytic dan operational (Khatena, 1992). Sedangkan Creativity menurut Baron dan Donn (1989) merupakan konsep terpadu yang terdiri dari thinking, feeling, sensing dan intuiting. Akhirnya, Treffinger (1980) menyatakan bahwa kreativitas berkembang secara bertahap: fungsi divergen, proses pemikiran serta perasaan yang majemuk dan terlibat pada tantangan yang nyata. Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan menyampaikan gagasan, melakukan tindakan, mengubah pola pikir, pemecahan masalah atau mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak konvensional. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka aspek-aspek kreativitas adalah : memiliki daya imajinasi yang kuat, memiliki banyak inisiatif, memiliki energi besar, orientasi jangka panjang, memiliki sikap tegas, memiliki minat luas, mempunyai sifat ingin tahu, berani mengambil resiko, berani berpendapat, dan memiliki rasa percaya diri.
56 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 53-63, Maret 2014
Persepsi sebagai suatu proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi mereka. Dengan demikian, persepsi adalah kesan atau pandangan seseorang terhadap objek tertentu (Robbins,1995). Suatu proses dengan mana kita memilih,mengorganisir dan menginterpretasi informasi dikumpulkan oleh pengertian kita dengan maksud untuk memahami dunia sekitar kita (Greenberg dan Baron, 1997). Sebagai cara yang unik di mana setiap orang melihat, mengorganisir dan menginterpretasikan sesuatu (Newstrom dan Davis, 1997). Suatu proses mengenal dan memahami orang lain (Vecchio,1995). Sebagai interpretasi dari informasi pancaindera, suatu arti yang dikuatkan pada informasi yang diterima melalui pancaindera (Woolfok,1993).
Pada hakikatnya persepsi ialah kemampuan memberi makna terhadap keberadaan dan manfaat melalui perhatian yang serius atau atensi dan harapan atau ekspetasi. Atensi meliputi informasi yang berkembang dan materi pengajaran. Sedangkan ekspektasi atau harapan adalah kualitas pengajaran yaitu kemampuan para dosen khususnya yang memberikan pelatihan dalam praktek, kemampaun dosen memberi motivasi kepada para mahasiswa dan kemampuan dosen membimbing dan mengarahkaii mahasiswa untuk belajar aktif dan kreatif. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses pengenalan individu pada informasi, memperhatikan dan memahami informasi. Dengan demikian aspek-aspek yang dapat ditampilkan adalah: berpikir kritis dan analitis, kemampuan memformulasikan gagasan baru, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan keterampilan, kemampuan. Melakukan pendekatan sosial, kemampuun merasakan dan mengontrol cmosi. kemampuan menempatkan diri, dan memiliki tingkat kesabaran.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, hipotesis penelitian disusun sebagai berikut : (1) Ada pengaruh positif dari motivasi keberhasilan terhadap efektivitas belajar, (2) Ada pengaruh positif dari kreativitas terhadap efektivitas belajar, (3) Ada pengaruh positif dari persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dosen dengan efektivitas belajar, dan (4) Ada pengaruh positif dari motivasi keberhasilan, kreativitas, dan persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dosen secara bersama-sama dengan efektivitas belajar.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh dan seberapa besar kuatnya pengaruh dari motivasi keberhasilan, kreativitas, dan persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama terhadap efektivitas belajar. Penelitian dilaksanakan di PSIK Universitas Jember dengan responden penelitian adalah
Muhtadi Irvan, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas..........................................._________________________ 57
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan I sebanyak 50 orang. Sebagai alat penelitian, pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang dikembangkan dari hasil kajian teoretis dan instrumen tersebut telah diuji coba, untuk efektivitas belajar mahasiswa jumlah 10 pertanyaan, instrumen untuk mengukur motivasi keberhasilan jumlah 10 pertanyaan, instrumen untuk mengukur kreativitas dengan jumlah 10 pertanyaan, instrumen untuk mengukur persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dosen, dengan jumlah 10 pertanyaan. Untuk memperoleh gambaran mengenai faktor faktor yang mempengaruhi efektivitas belajar mahasiswa keperawatan, dilakukan perhitungan analisa regresi berganda, yang keseluruhan analisa data dilakukan dengan mempergunakan program SPSS. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas terbukti bahwa efektivitas belajar sangat dipengaruhi oleh motivasi keberhasilan, kreativitas, dan persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen. Kenyataan di atas menunjukan bahwa efektivitas belajar mahasiswa dapat ditingkatkan dengan meningkatkan peran motivasi keberhasilan, kreativitas, dan persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen yang hasil penelitian dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkannya akan dikemukakan sebagai berikut. a. Pengaruh dari motivasi kcbcrhasilan (X1) terhadap elektivitas bclajar (Y) ditunjukkan oleh persamaan regresi Y = 81,445 + 0,912 Kekuatan pengaruh dari motivasi keberhasilan (X1) terhadap efektivitas belajar (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi ryl= 0,656 dengan koefisien determinasi r2y1) = 0,2822 berarti bahwa 28,22 % efektivitas belajar (Y) ditentukan oleh motivasi keberhasilan (X1), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dari motivasi keberhasilan (X1) terhadap efektivitas belajar (Y). Untuk meningkatkan motivasi keberhasilan mahasiswa perlu dilakukakan upaya-upaya sebagai berikut. Pertama, (1) meningkatkan dorongan internal dan dorongan eksternal. Dorongan internal berupa hati riurani, keinginan, keyakinan dan upaya keras. Sedangkan dorongan eksternal berupa pengaruh lingkungan luar dan ekspektasi, (2) membangkitkan hati nurai untuk membangkitkan dorongan untuk belajar, (3) meningkatkan keinginan mahasiswa untuk berhasil dalam belajar dengan cara dosen menjelaskan bahwa melalui belajar yang sungguh-sungguh merupakan salah satu sarana menuju pemahaman yang total mengenai materi bahasan, (4) meningkatkan keyakinan mahasiswa tentang manfaat belajar. Kedua, menjelaskan tujuan dan proses belajar kepada mahasiswa, sehingga mahasiswa menyadari bahwa belajar sungguh-sungguh tersebut sesuai dengan kebutuhannya dan akan memberikan manfaat. Ketiga, materi belajar perlu disempurnakan dan diselaraskan dengan
58 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 53-63, Maret 2014
perkembangan ilmu yang dibahas yang selalu berkembang dan bervariasi. Keempat, metode belajar perlu disempurnakan dengan memberikan ruang gerak lebih luas bagi mahasiswaagar dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik dan tepat. Metode belajar yang tepat untuk keperluan tersebut adalah metode partisipatif. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk berperan serta secara aktif dalam belajar. Hal teisebut merupakan pemberdayaan mahasiswa, menghilangkan sifat ketergantungan, dan menumbuhkan rasa percaya diri. Kelima, memperkenalkan teknologi terapan yang sesuai dengan kebutuhan lapangan dan secara bertahap ditingkatkan. Keenam, memberikan tantangan lebih besai untuk meningkatkan daya usaha dan kinerja mahasiswa sehingga terdorong dan teransang untuk menghadapi tantangan tersebut. Dengan demikian dapat memacu motivasinya dalam mengatasi masalah/tantangan dengan lebih baik. Ketujuh, memberikan beban tanggung jawab kepada mahasiswa sehingga akan memaksa mahasiswa untuk berbuat sebaik mungkin yang bisa dilakukan. Kedelapan, menghilangkan ketergantungan kepada dosen. Mahasiswa harus dilatih untuk mampu mandiri dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang telah diberikan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalahnya sendiri, sekaligus mendorong motivasinya. Kesembilan, menghidupkan suasana kompetitif yang sehat di antara para mahasiswa, sehingga mereka bersaing untuk mendapatkan prestasi terbaik dan meningkatkan kompetensinya. Kesepuluh, memberikan penghargaan dan rangsangan kepada mereka yang berhasil, agar orang mau berusaha lebih keras lagi. Kepada mereka yang motivasi dan kinerjanya rendah perlu didorong untuk mengejar ketertinggalannya b. Pengaruh dari kreativitas (X2) terhadap efektivitas belajar (Y) ditunjukkan oleh persamaan regresi Y = 122.975 + 0.679. Kekuatan pengaruh dari kreativitas (X2) terhadap efektivitas belajar (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry1= 0,440 dengan koefisien determinasi r2y2= 0,1920 berarti bahwa 19.20% efektivitas belajar (Y) ditentukan oleh kreativitas (X2), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dari kreativitas (X2) terhadap efektivitas belajar (Y). Untuk meningkatkan kreativitas mahasiswa ini perlu dilakukakan upaya-upaya sebagai berikut. Pertama, Memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengembangkan gagasan, wawasan, dan imajinasi tentang bagaimana melakukan intensifikasi. Berkembangiiya gagasan dan wawasan akan memperluas cakrawala pandang mahasiswa dan akhirnya mengembangkan peluang tumbuhnya motivasi. Kedua, Mengcmbangkan imujinusi dengan kcmunipuun mclukukan oricnlusi jungku panjang, agar mereka tidak terpaku pada keberhasilan sesaat, tetapi tetap menjaga keberlanjutan keberhasilan. Ketiga, Mengembangkan inisiatif dan minal n:ahasiswa untuk melakukan
Muhtadi Irvan, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas..........................................._________________________ 59
sesualu yang baru dengan cara-cara baru, agar mendapatkan pengalaman baru tanpa takut menghadapi kegagalan. Keberhasilan atau kegagalan merupakan bagian pembelajaran kreativitas. Keempat, Mengembangkan sifat ingin tahu sebagai upaya pengembangan pola pikir produktif dan berkembangnya produk kreatif. Kelima, Memberikan dorongan semangat dan sikap percaya diri agar lebih berani mengemukan pendapat, memberikan prinsip tegas, tidak ada keraguan diri dan tumbuhnya rasa percaya diri yang akan mengembangkan kreativitas spseorang. Keenam, Menciptakan iklim atau suasana belajar yang kondusif bagi tumbuhnya kreativitas. Kepada mahasiswa diberikan kebebasan mengemukakan pendapat, cara komunikasi yang baik diikuti dengan sikap saling menghargai terhadap pendapat atau hak orang lain, dilandasi jiwa penuh toleransi. Ketujuh, Menciptakan daya tarik belajar, sehingga menyenangi apa yang mereka ikuti dan kerjakan. Daya tarik tersebut bisa timbul karena materi pelatihan, metodenya, cara pelatih menyajikan, atau karena dosennya sendiri. Mahasiswa menekuni dan menyenangi apa yang mereka kerjakan akan tumbuh minat dan keterterikatannya, sehingga meningkatkan kreativitas. Kedelapan, Mengkembangkan active training dengan memberikan kesempatan pengembangan kognitif, perilaku dinamis dan mendorong kreativitas pelatihan.
c. Pengaruh dari persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen (X3) dengan efektivitas belajar (Y) ditunjukkan oleh persamaan regresi Y = 99.230 + 0.768. Kekuatan pengaruh dari persepsi mahsiswa tentang kemampuan dosen (X3) dengan efektivitas belajar (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry3= 0,562 dengan koefisien determinasi r2y3 = 0,2353 berarti bahwa 23.53% efektivitas belajar (Y) dapat ditentukan oleh persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen (X3). Dengan demikian, ada pengaruh positif dari persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen (X3) terhadap efektivitas belajar (Y). Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dosen adalah sebagai berikut. Pertama, Meningkatan persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dosen yang meliputi atensi dan ekspektasi. Persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dosen berbeda-beda ditentukan karakteristik pribadi perilaku persepsi yang meliputi sikap, motif, minat, dan harapan. Faktor internal yang melekat dalam din perilaku persepsi mahasiswa adalah belajar karena merasa perlu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Sebagai pelaku persepsi perlu diajak mampu berpikir logis dan rasional. Hal tersebut diperlukan agar memberikan kesan secara objektif dan tidak terlalu dipengaruhi oleh faktor internal saja yang bersumber pada keyakinan dan karakteristik kepribadian seseorang. Kedua, dosen harus berkualitas tinggi keilmuannya, hal ini diperlukan agar dosen mampu
60 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 53-63, Maret 2014
menyadarkan mahasiswa terhadap adanya faktor eksternal yang bersumber dari situasi dan h'ngkungan melalui proses informasi yang dapat mempengaruhi persepsi. Ketiga, mencairkan suasana dan kontradiksi karena bervariasinya mahasiswa. Mahasiswa cenderung kontradiktif karena : (1) di satu sisi mahasiswa kelompok terlalu aktif berbicara, di lain pihak ada kelompok yang selalu diam, (2) terdapat mahasiswa yang bergerak secara cepat dan sebaliknya ada pula yang justru sangat lamban, (3) mahasiswa merasa sudah tahu semuanya, (4) mahasiswa yang mengalami problema kepribadian. Keempaf, dosen tidak hanya sekedar melaksanakan tugas memberikan bimbingan belajar tetapi harus memberikan informasi yang jelas sehingga mudah dicerna oleh mahasiswa.
Kelima, selksi terhadap dosen yang tidak hanya menguasai masalah teori akademik, melainkan juga dituntut untuk dapat menyalurkan kemampuan dan keterampilannya kepada mahasiswa. Syarat sebagai dosen adalah kemampuan untuk melakukan komunikasi. Kualitas dosen akan memberikan kontribusi besar terhadap efektivitas belajar. Dalam praktik mungkin gagasan ini tidak mudah diterapkan, karcna duscn yang memiliki penguasaan teknih baik dan sekaligus memiliki kemampuan komunikasi yang baik itu jumlahnya relatif terbatas. Keenam, dosen memberikan demonstrasi dan uji coba unruk diikuti oleh mahasiswa. Demonstrasi tidak hanya berupa percontohan teknis, tetapi juga menunjukan kinerja yang iebih baik. Ketujuh, Penampilan dan cara dosen membawakan diri dalam hubungannya dengan mahasiswa akan sangat mempengaruhi persepsi mahasiswa. d. Pengaruh dari motivasi keberhasilan (X1)2 Kreativitas (X2)2 dan persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen (X3) secara bersama-sama dengan efektivitas belajar (Y) ditunjukkan oleh persamaan regresi Y = 64.337 + 0,620X1 + 0,331 X2 + 0,530X3. Berdasarkan uji keberartian dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi jamak di atas sangat signifikan.
Kekuatan pengaruh dari motivasi keberhasilan (X1), kreativitas (X2) dan persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen (X3) secara bersama-sama terhadap efektivitas belajar (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi Ry123 = 0,741 dengan koefisien determinasi R2y123 = 68.99 berarti 68.99% variasi efektivitas belajar (Y) dapat ditentukan oleh motivasi keberhasilan (X1), kreativitas (X2) dan persepsi mahasiswa terhadap kemampuan belajar (X3) secara bersama-sama.
Muhtadi Irvan, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas..........................................._________________________ 61
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengujian hipotesis penelitian membuktikan bahwa variabel motivasi keberhasilan (X1), kreativitas (X2), dan persepsi mahasiswa ten tang kemampuan dosen (X3) secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas belajar (Y). Dengan demikian di antara ketiga variabel bebas, variabel motivasi keberhasilan (X1) merupakan variabel yang paling dominan. Dengan kata lain, variabel motivasi keberhasilan (X1) merupakan variabel yang strategis, artinya langkah paling efektif untuk meningkatkan efektivitas belajar adalah melalui peningkatan motivasi keberhasilan. Peringkat selanjutnya adalah persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dosen dan terakhir variabel kreativitas. Saran Mahasiswa hendaknya memiliki kesadaran yang tinggi dan mampu memotivasi dirinya agar dapat berhasil dengan baik. Mahasiswa harus mampu memberi makna positif terhadap manfaat belajar, agar ilmunya dapat diaplikasikan didunia nyata dalam pekerjaan. Dosen hendaknya mampu memotivasi mahasiswa untuk mempelajari semua materi dan mampu menyajikan materi secara mudah. Selain kemampuan akademik, kemampuan keterampilan terkait skill keperawatan juga harus lebih, agar Mahasiswa memperoleh role odel selama pendidikan berlangsung. Perguruan tinggi hendaknya melakukan seleksi yang ketat dalam merekrut t osen-dosen yang akan ditugaskan sesuai dengan bidang keahliannya, selain persyaratan pembatasan IPK minimal perlu juga adanya pengalaman klinikal. Agar pengetahuan teori dapat di imbangi pengetahuan praktikal klinik. Materi harus senantiasa diperbaharui (aktualisasi) dan disesuaikan dengan kenyataan perkembangan pengetahuan. Hasil penelitian mcnunjukkan bahwa variabcl inotivasi kebcrhasilan mernpunyai peran paling menentukan dalam meningkatkan efektivitas belajar. Dengan kenyataan tersebut perlu menjadi pertimbangan tiap perguruan tinggi untuk menyusun disain belajar yang mengakomodasikan ranah afektif (achievement motivation) dengan porsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ranah kognotif dan ranah psikomotorik tanpa mengurai ranah kognotif dan ranah psikomotorik itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Baron, R. A. and Byrae., D., 1989. Social Psychology. Boston: Allyn and Bacon.
62 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 53-63, Maret 2014
Bramley, P., 1996. Evaluating Training Effectiveness. Cambridge: MCGraw-Hill International Limited. Brophy, J. E., 1990. Educational Psychology. New York: Longman. Csikszentmihalyi, Mikaly, 1996. Creativy, New York: Harper Collins Publishers, Inc. Greenberg, J. dan Robert A.B., 1997. Behavior in Organization. Boston: Allyn and Bacon. Hersey, P., Kenneth H. B., and Dewey E. J., 1996. Management of Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Hoy, W. K. and Cecil G. M., 1992. Educational Administration: Theory Research, and Practice, New York: Randim House, Inc. Khatena, J., Giffed. 1992. Challenge and Response for Education. Illinois: F.E. Peacok Publisher, Inc.
McClelland, David, C, et.al.,1976. The Achievement Motive. New York: Irvington, Publisher, Inc.
Nunnally, J. C, 1994. Educational Measurement and Evaluation. New York: McGraw-Hill, Inc. Robbins, S. P., 1997. Organization Theory: Structure, Design and Applications. Terjemahan Yusuf Udaya. Jakarta: Lic.Ec, Arean. Semiawan, C., et.a.l, 1990., Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sckolah Menengah. Jakarta: Gramedia. Sprinthall, N. A. and Richard C. S., 1990. Educational Psychology, a Development Approach. Singapore: McGraw-Hill. Treffinger, D. J., 1980. Encouraging Creative Learning for The Giffed and Talented. California: Ventura Country Superintendent of Schools Officer. Tubbs, S. L dan Sylvia M., 1996. Human Communication. Terjemahan Deddy Mulyana. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhtadi Irvan, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas..........................................._________________________ 63
PENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN MELALUI PENERAPAN PAKEM PADA MATERI PEMERINTAHAN DESA DAN KECAMATAN KELAS IV SEMESTER GANJIL TAPEL 2013/2014 DI SDN KERANJINGAN 01 KECAMATAN SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER
Siti Chairani1)
1) Sekolah Dasar Negeri Keranjingan 01, Sumbersari, Jember
Abstract: The main problem of this research is how the increase in activity and learning outcomes through the implementation of PAKEM on material Village Government and the District Class IV year 2013-2014 in SDN Keranjingan 01 Sumbersari Jember. To solve the problem, it was attempted by performing classroon action research with 2 cycles. In this study Hopkins cycle model was applied (PGSM: 1999), which consists of four basic steps: planning, action, observation or observation, and reflection. Data collection was done using test techniques, observation, questionnaires and interviews. Data Sources was fourth grade students of SDN Keranjingan 01 Jember Academic Year 2013-2014. From the results of the data analysis can be concluded that the implementation of PAKEM can increase the activity and learning outcomes in Pre-cycle Class: 63.65%, for Cycle 1: 69.95%, and Cycle 2: 78.10%.
Abstrak: Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimanakah peningkatan aktivitas dan hasil belajar PKN melalui penerapan PAKEM pada materi Pemerintahan Desa dan Kecamatan Di Kelas IV Tapel 2013-2014 SDN Keranjingan 01 Kecamatan Sumbersari Jember? Untuk memecahkan masalah tersebut dilakukan PTK dengan 2 siklus. Dalam penelitian ini, menggunakan model PTK Hopkins (PGSM: 1999), yang berbentuk spiral. Siklus yang dipakai terdiri atas empat langkah pokok yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan atau observasi, dan refleksi. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik test, observasi, angket dan wawancara. Sumber data siswa kelas IV SDN Keranjingan 01 Jember Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013-2014. Dari hasil anaisis data dapat dikemukakan kesimpulan, bawa penerapan PAKEM dapat meningkatkan aktivitas hasil belajar materi Pemerintahan Desa dan Kecamatan Kelas IV yaitu Pra siklus 63,65%, Siklus 1 sebesar 69,95% , Siklus 2 menjadi 78,10%.
Kata kunci: Aktivitas belajar, hasil belajar, PAKEM
PENDAHULUAN
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,( Depdiknas (2005: 34) Berdasarkan pendapat di atas jelas bagi kita bahwa PKn bertujuan mengembangkan potensi individu warga negara, dengan demikian
maka seorang guru PKn haruslah menjadi guru yang berkualitas dan profesional. Sebab jika guru tidak berkualitas tentu tujuan PKn itu sendiri tidak tercapai. Secara garis besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3 dimensi yaitu: (1) Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan moral, (2) Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics Skills) meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, (3) Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics Values) mencakup antara lain percaya diri, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur (Depdiknas 2003 : 4).
Realita dilapangan masih diketemukan kualitas pembelajaran PKN masih rendah. Hasil belajar rendah berdampak pada rendahnya aktivitas siswa dalam belajar baik bertanya dan berdiskusi. Kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep materi menyebabkan rendahnya hasil belajar yang akan dicapai. Misalnya kualitas pembelajaran yang rendah menyebabkan hasil nilai ulangan mata pelajaran PKn selalu rendah dan kurangnya minat atau gairah siswa terhadap pelajaran PKn tersebut. Permasalahan ini dapat dilihat dari kenyataan rata-rata nilai murni ulangan harian mata pelajaran tersebut. Berdasarkan hasil Observasi catatan daftar nilai PKN, pokok bahasan sistem Pemerintahan Desa dan Pemerintahan Kecamatan pada Siswa Kelas IV SDN Keranjingan 01 Kecamatan Sumbersari Semester Ganjil Tahun pelajaran 2013-2014 yang berjumlah 40 anak, ditemukan masih ada 19 anak atau 47,5 % memperoleh nilai berkisar 50 sampai dengan 63 (masih dibawah nilai KKM sebesar 68). Dari hasil wawancara dengan guru kelas, yang lebih dahulu membelajarkan mereka bahwa, nilai hasil ulangan mata pelajaran PKn siswa sebanding dengan mata pelajaran matematika yang tergolong sulit.
Berdasarkan pengalaman mengajar yang sudah dilaksanakan selama dua kali pertemuan, para siswa mendapat hasil yang kurang memuaskan dalam materi tersebut di atas. Penyampaian materi pada kelas sebelumnya hanya sekilas, itupun masih menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Ternyata dengan penyampaian materi seperti itu aktivitas siswa sangat pasif berpartisipasi dalam pembelajaran apalagi memicu kegairahan siswa. Jika permasalahan ini tidak ditangani secara sistematis maka yang terjadi adalah anak akan menjadi kurang mengerti, kurang memahami dan berdampak pada kurang aktifnya terhadap kegiatan pelajaran. Akibat dari nilai hasil belajar yang rendah, ketuntasan belajar pada anak tidak tercapai padahal tujuan dari proses mengajar-belajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Salah satu cara untuk membangkitkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan mengganti cara atau model pembelajaran yang selama ini tidak diminati lagi oleh siswa, seperti pembelajaran yang dilakukan dengan
Siti Chairani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn..............................................._________________________ 65
ceramah dan tanya jawab. Model pembelajaran ini membuat siswa jenuh dan tidak kreatif. Upaya guru agar siswa dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik menggunakan Metode PAKEM. Selanjutnya Suparlan (2008: 70 )menyatakan Pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan, dan efektif. Dari kedua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran PAKEM., meliputi: (1) Aktif: pembelajaran ini memungkinkan peserta didik berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi obyek-obyek yang ada didalamnya, dalam hal ini guru terlibat secara aktif, baik merancang, melaksanakan, danmengevaluasi proses pembelajaran (2) Kreatif: Pembelajaran membangun kreativitas peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar dan peserta didik, utamanya dalam menghadapi tantangan atau tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk kreatif, yaitu merancang dan melaksanakan PAKEM (3) Efektif: Efektifitas pembelajaran akan mendongkrak kualitas hasil bekajar peseta didik (4) Menyenangkan: Pembelajaran diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, dengan didukung lingkungan aman, bahan ajar relevan, menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif, yang pada umunya hal itu terjadi ketika dilakukan bersama dengan orang lain sebagai dorongan dan selingan humor serta istirahat dan jeda secara teratur. Selain itu, pembelajaran akan menyenangkan manakala secara sadar pikiran otak kiri dan kanan sadar, menantang peserta didik berekspresi dan berfikir jauh ke depan, serta mengonsolidasikan bahan yang sudah dipelajari dengan meninjau ulang dalam periode-periode yang relaks.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah masalah PTK sebagai berikut: 1. Bagaimanakah meningkatan aktivitas belajar PKN melalui penerapan PAKEM pada materi Pemerintahan Desa dan Kecamatan kelas IV Semeter Ganjil tapel 2013-2014 di SDN Keranjingan 01, Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember? 2. Bagaimanakah meningkatan hasil belajar PKN melalui penerapan PAKEM pada materi Pemerintahan Desa dan Kecamatan kelas IV semeter Ganjil Tapel 2013-2014 di SDN Keranjingan 01 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember?
METODE PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Kranjingan 01 Kecamatan Sumbersari sebanyak 40 orang siswa yang menurut hasil diagnosis peneliti memiliki aktivitas
66 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 64-75, Maret 2014
dan hasil belajar Pendidikan Kewarga Negaraan (PKN) cukup rendah. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara, observasi, angket, test, dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dari hasil wawancara, observasi, angket, hasil hadir siswa.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut Sukidin (2002,10) merupakan suatu penyelidikan atau kajian secara sistematis dan berencana yang dilakukan oleh peneliti dan praktisi (guru). Dalam penelitian ini, menggunakan model PTK Hopkins (PGSM : 1999) yang berbentuk spiral. Siklus yang dipakai terdiri atas empat langkah pokok yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan atau observasi, dan (4) refleksi. Penelitian ini akan menggunakan 2 siklus agar permasalahan yang ada secara pasti dapat dicarikan jalan keluarnya.
Rincian prosedur penelitian tindakan layanan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
SIKLUS 1
a. Perencanaan. Tahap ini dilakukan dengan melakukan refleksi awal yang dillakukan dengan mengidentifikasi permasalahan dan menganalisis masalah yang terdapat dalam pembelajaran di kelas IV SDN Keranjingan 01 Kecamatan Sumbersari.Dilanjutkan dengan perumusan masalah. Setelah itu menyusun rancangan tindakan, meliputi (1) penentuan kompetensi yang harus dilakukan siswa, (2) pembuatan rencana pembelajaran, dan (3) penyusunan alat pengumpul data.
b. Tindakan. Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam proses pemberian PAKEM saat belajar mengajar secara kongkrit dengan tiga rincian kegiatann yaitu: kegiatan pendahuluan, inti dan penutup dengan penerapan PAKEM yang menjadi fokus penelitian
c. Pengamatan. Dilakukan untuk mengumpulkan data penelitian tindakan kelas. Pengamatan dilakukan pada aktivitas siswa, wawancara, dan analisis data dokumentasi. Guru dibantu teman sejawat mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung, mencatat data-kemudian menyusunnya. Analisa data dilakukan dengan menilai hasil siswa setelah diberi PAKEM.
d. Refleksi. Dilakukan dengan analisis,sintesis, pemaknaan dan menyimpulkan. hasil siklus I sebagai dasar rancangan hasil siklus II.
SIKLUS 2
a. Perencanan. Dilakukan dengan memakai dasar hambatan yang masih terjadi pada Siklus 1. Kemudian dilakukan (1) penentuan kompetensi yang harus dikuasai siswa, (2) pembuatan rencana pembelajaran, dan (3) penyusunan alat pengumpul data
Siti Chairani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn..............................................._________________________ 67
b. Tindakan. Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam proses pemberian PAKEM saat belajar mengajar secara kongkrit dengan tiga rincian kegiatann yaitu : kegiatan pendahuluan, inti dan penutup dengan melakukan PAKEM yang menjadi focus penelitian
c. Pengamatan.Dilakukan untuk mengumpulkan data penelitian tindakan kelas. Pengamatan dilakukan pada aktivitas siswa, wawancara, dan analisis data dokumentasi. Guru dibantu teman sejawat mengamati proses pembelajaran,yang sedang berlangsung mencatat data kemudian menyusunya. Analisa data dilakukan dengan menilai hasil siswa setelah diberi PAKEM,
d. Refleksi. Dilakukan dengan analisis,sintesis, pemaknaan dan menyimpulkan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan pada Bab. pendahuluan, dalam penelitian ada tiga kelompok data utama. Pertama, data pra siklus tentang katagori hasil belajar siswa secara klasikal. Kedua, data tentang katagori hasil belajar siswa secara klasikal dengan penggunaan “PAKEM“Siklus 1.Ketiga,data tentang katagori hasil belajar siswa secara klasikal dengan penggunaan “PAKEM Siklus 2 .Hasil rekaman ketiga macam data utama semua siklus meningkatan hasil belajar PKN melalui penerapan PAKEM pada materi Pemerintahan Desa dan Kecamatan kelas IV emeter Ganjil Tapel 2013-2014di SDN Keranjingan 01 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember sebagai berikut:
Tabel 1. Pra siklus.Kategori hasil belajar siswa secara klasikal Pra siklus
Sebelum penggunaan strategi PAKEM pada tabel 1 menunjukkan bahwa ada 19 orang siswa rentangan skor berkisar 50-60,kriteria hasil belajar kurang baik atau 47,50 %. Sedangkan rata-rata nilai kelas tersebut di atas masih mencapai 63,65%, yang berarti belum mencapai Kriteria Ketuntasan secara klasikal yang sudah ditentukan yakni 75. Oleh karena itu penelitii melakukan wawancara dengan guru PKN kelas IV, untuk mengatasi hal tersebut
Kategori Aktivitas
Frekuensi (F)
Persentase ( %)
Sangat baik
2
5
Baik
19
47,5
Cukup baik
-
-
Kurang baik
19
47,5
Jumlah
40
100
68 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 64-75, Maret 2014
disarankan menggunakan strategi PAKEM. Bila disajikan hasil belajar dalam diagram sebagai berikut :
Diagram.1. Pra siklus Hasil belajar
Tabel.2 Kategori hasil belajar siswa secara klasikal siklus I
Setelah penerapan PAKEM pada siklus I, paparan tabel 2 menunjukkan bahwal ada 5 orang siswa atau 12,5% kriteria hasil belajar sangat baik dengan rentangan skor berkisar 80-90. Kategori baik ada 22 orang siswa atau 47,50 % dengan rentangan skor 70-79 ,kriteria hasil belajar baik. Sedang kriteria hasil belajar cukup baik dengan rentangan skor 60- 68 ada 9 orang siswa atau 22,5%. Kritreria hasil belajar kurang baik dengan rentang skor 50 – 59 ada 4 orang atau 10%. Adapun rata-rata hasil belajar setelah siklus 1 sudah mencapai 69,95% belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan yaitu 70.Bila hasil belajar disajikan dalam bentuk Diagram adalah sebagai berkut:
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Sangat baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
PRASIKSLUS
PRASIKSLUS
Kategori Aktivitas
Frekuensi (F)
Persentase ( %)
Sangat baik
5
12,5
Baik
22
55
Cukup baik
9
22,5
Kurang baik
4
10
Jumlah
40
100
Siti Chairani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn..............................................._________________________ 69
Diagram 2 Hasil belajar Siklus 1
Tabel.3 Aktivitas belajar siklus 1
Kategori Aktivitas
Frekuensi (F)
Persentase ( %)
Sangat aktif
9
22,5
Aktif
11
27,5
Cukup Artif
15
37,5
Kurang Aktif
5
12,5
Sangat kurang aktif
-
-
Jumlah
40
100
Diagram 3. Aktivitas Siswa Siklus.1
0
5
10
15
20
25
SANGAT BAIK
BAIK
CUKUP
KURANG
SIKLUS 1
SIKLUS 1
Aktifitas Siswa Siklus I
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif
Sangat Kurang Aktif
70 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 64-75, Maret 2014
Tabel.4 Kategori hasil belajar siswa secara klasikal siklus 2
Setelah penerapan PAKEM pada siklus 2, paparan tabel 4 menunjukkan bahwal ada 13 orang siswa atau 32,5% kriteria hasil belajar sangat baik dengan rentangan skor berkisar 80-90. Kategori baik ada 25 orang siswa atau 62,50 % dengan rentangan skor 70-79 ,kriteria hasil belajar baik. Sedang kriteria hasil belajar cukup baik dengan rentangan skor 60- 68 ada 2 orang siswa atau 5%. Kritreria hasil belajar kurang baik dengan rentang skor 50 – 59 ada 4 orang atau 10%. Adapun rata-rata hasill belajar setelah siklus 2 sudah mencapai 78,10% sudah melebihi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan yaitu 70 baik.
Bila hasil belajar siklus 2 disajikan dalam bentuk Diagram Batang adalah sebagai berikut:
Diagram.4. Hasil belajar siswa siklus 2
Untuk mengetahui tingkat keefektifan siklus 1, dilakukan perbandingan dalam tabel
sebagai berikut ;
0
5
10
15
20
25
SANGAT BAIK
BAIK
CUKUP
SIKLUS 2
SIKLUS 2
Kategori Aktivitas
Frekuensi (F)
Persentase ( %)
Sangat baik
13
32,5
Baik
25
62,5
Cukup baik
2
5
Kurang baik
-
-
Jumlah
40
100
Siti Chairani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn..............................................._________________________ 71
Tabel 5. Perbandingan hasil belajar pra siklus dan Siklus1
Kriteria Aktivitas
Siklus 1 (%)
Pra Siklus (%)
Selisih Siklus
Sangat Aktif
12,5
5
7,5
Aktif
55
47,5
7,5
Cukup Aktif
22,5
-
22,5
Kurang Aktif
10
10
Sangat Kurang Aktif
-
47,5
-47,5
Jumlah
100
100
0,00
Sedang untuk mengetahui tingkat keefektifan siklus 2 dilakukan perbandingan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel.6. perbandingan aktivitas belajar siklus 2 dan 1
Kriteria Aktivitas
Siklus 2 (%)
Siklus 1 (%)
Selisih Siklus 2 – 1
Sangat Aktif
32,5
12,5
20
Aktif
62,5
55
7,5
Cukup Aktif
5
22,5
-17,5
Kurang Aktif
-
10
-10
Sangat Kurang Aktif
-
-
-
Jumlah
100
100
0,00
Bila dipaparkan dalam bentuk hasil Diagram Perbandingan Hasil Belajar Siklus I dengan Siklus II sebagai berikut :
Diagram 5. Perbandingan hasil belajar Siklus 1 dan Siklus 2.
0
5
10
15
20
25
30
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Sangat Kurang Baik
Siklus I
Siklus II
72 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 64-75, Maret 2014
Tabel.7 Aktivitas belajar siswa siklus 2
Kategori Aktivitas
Frekuensi (F)
Persentase ( %)
Sangat aktif
12
30
Aktif
15
37,5
Cukup Artif
12
22,5
Kurang Aktif
1
2,5
Sangat kurang aktif
-
-
Jumlah
40
100
Sedang aktivitas belajar siswa bila dipaparkan dalam bentuk diagram adalah sebagai berikut:
Diagram 6. Aktivitas belajar siswa Siklus
Pengamatan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran PAKEM menggunakan angket.
Tabel. 8. Rekapitulasi hasil angket dalam mengikuti pembelajaran PAKEM
Siklus 1
Siklus 2
Rata-rata skor siswa
69,64
89,58
Berdasarkan tabel.8. menunjukkan terjadi peningkatan siswa pada setiap siklusnya, dan pembelajaran Pendidikan Kewarga Negaraan (PKN) lebih menyenangkan karena membantu siswa lebih muda memahami dalam materi .Akibatnya mendorong siswa belajar
Aktifitas Siswa Siklus II
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif
Sangat Kurang Aktif
Siti Chairani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn..............................................._________________________ 73
lebih giat ,membuat berani bertanya kepada guru dan menimbulkan rasa senang dalam berdiskusi .Rekapitulasi rata- rata skor pengamatan aktivitas guru disajikan dalam
Tabel 9. Rekapitulasi rata- rata skor pengamatan aktivitas guru dalam
melaksanakan pembelajaran PAKEM
Siklus 1
Siklus 2
Rata-rata skor
69,64
91,07
Berdasarkan tabel.9. terlihat bahwa guru mengalami peningkatan kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran PAKEM. Kemampuan tersebut adalah keterampilan guru dalam melaksanakan persiapan, kegiatan inti dan penutup.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan diskusi yang dikemukakan pada bagian sebelumnya dapat dikemukakan beberapa kesimpulkan bahwa: 1) Penerapan PAKEM dapat meningkatkan aktivitas belajar PKN materi Pemerintahan Desa dan Kecamatan pada siswa kelas IV SDN Keranjingan 01 Kecamatan Sumbersasari, yaitu Siklus 1 sebesar 69,64 % Siklus 2 menjadi 89,58%, 2) Penerapan PAKEM dapat meningkatkan hasil belajar PKN materi Pemerintahan Desa dan Kecamatan pada siswa kelas IV SDN Keranjingan 01 Kecamatan Sumbersari yaitu Prasiklus 63,65 %, Siklus 1 sebesar 69,95 % dan Siklus 2 menjadi 78,10 %.
Dengan diketahuinya hasil-hasil penelitian yang telah menunjukkan adanya bukti, penerapan PAKEM dapat meningkatkan dapat meningkatkan aktiivitas dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarga Negaraan (PKN), maka disarankan kepada: 1) Kepala Sekolah karena kegiatan ini sangat ber manfaat khususnya bagi guru dan siswa,diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara berkesinambungan dalam pelajaran PKN maupun pelajaran lain, 2) Bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan penerapan PAKEM sebagai suatu alternatif dalam mata pelajaran PKN untuk meningkat kan aktivitas dan hasil belajar siswa,3.Bagi Pengawas Sekolah agar dapat mensosialisasikan hasil penelitian ini kepada guru–guru PKN sebagai bahan Informasi dalam meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar PKN.
74 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 64-75, Maret 2014
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, W., 2012. Pendidikan Kewarganegaran berdasarakan KTSP BSNP 2006. Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas ,2003, Pendidikan Kewarganegaraan, Kurikulum dan Silabus Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Depdiknas
Depdiknas, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan, Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Depdiknas
Mulyasa, e., 2007, Pembelajaran PKN di SD, Bandung: Remaja Rosda Karya
Ide Guru. 2010. Strategi pembelajaran PAKEM. Usaha Nasion Indonesia
Kusnandar. 2008, Langkah mudah Penelitian Tindakan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sulthon, M. 2013. Panduan publikasi ilmiah dalam rangka PKB Guru: Universitas Terbuka- UPBJJ Jember
Sudjana, N. 2001. Strategi Belajar Mengajar dalam PBM.Bandung:Sinar Baru
Sukidin, et al. 2002. Managemen Penelitian Tindakan Jakarta: Insan Cendikia
Sunarso 2008. Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) Kelas IV Sekolah Dasar. Bogor: Penerbit Yudhistira
Suparlan, (2008). PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Bandung: PT Genesindo
Utami, 2010, Strategi Pembelajaran PAKEM di SD, Jakarta Universitas Terbuka.
Siti Chairani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn..............................................._________________________ 75
PEMANFAATAN “LABORATORIUM IPA VIRTUAL” DAN PERMAINAN MAZE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATERI SISTEM PENCERNAAN MANUSIA PADA SISWA KELAS V
SDN KARANGREJO 05
Dwi Suhartini1)
1) Sekolah Dasar Negeri Karangrejo 05, Jember
Abstract: The main problem of this study is whether the use of "Virtual Science Lab" and Maze Games can increase the activity and learning outcome for subject of the human digestive system in class V SDN Karangrejo 05. Class action research in two cycles is performed to solve the problem, the first cycle when the applied use of "Virtual Science Lab" and the second cycle when applied to the use of "Virtual Science Lab" and the Maze Game. Research location is SDN Karangrejo in the District 05 Sumbersari Jember. The subjects included 34 fifth grade students of SDN Karangrejo 05 year 2013/2014. Data collection, use 2 formats of assessment, namely the assessment of student learning activities and assessment of student learning outcomes. While the data analysis was done with quantitative and qualitative descriptive analysis. From the data analysis can be concluded that the use of "Virtual Science Lab" and Maze Games can increase the activity and learning outcome the subject of the human digestive system in class V SDN Karangrejo 05.
Abstrak: Masalah pokok penelitian ini adalah: apakah pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan Permainan Maze dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar materi sistem pencernaan manusia pada siswa kelas V SDN Karangrejo 05. Untuk memecahkan masalah tersebut dilakukan PTK dalam 2 siklus, yaitu siklus pertama ketika diterapkan pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan siklus kedua ketika diterapkan pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan Permainan Maze. Lokasi penelitian di SDN Karangrejo 05 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Adapun subyek penelitian meliputi 34 siswa kelas V SDN Karangrejo 05 tahun pelajaran 2013/ 2014. Untuk pengumpulan data, digunakan 2 format penilaian, yaitu penilaian aktivitas belajar siswa dan penilaian hasil belajar siswa. Sedangkan analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Dari hasil analisis data dapat dikemukakan keimpulan bahwa pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan Permainan Maze dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar materi sistem pencernaan manusia pada siswa kelas V SDN Karangrejo 05.
Kata kunci: Laboratorium IPA virtual dan permainan Maze, aktivitas belajar siswa, hasil belajar siswa
PENDAHULUAN
“Siang malam ku selalu menatap layar terpaku, untuk online…..online….online….online”. Lagu milik Saykoji ini begitu membahana dan populer akhir-akhir ini. Termasuk pada dunia anak-anak, lagu ini memberikan inspirasi dan perubahan pola pikir bahwa saat ini adalah jaman canggih serba komputer. Maka jika tidak dapat mengoperasikan komputer ataupun internet maka dianggap tidak canggih dan ketinggalan jaman.
Tak dapat dipungkiri perkembangan teknologi dan informasi saat ini berdampak pula pada dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang berperan dalam mencetak manusia agar menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi selayaknya banyak memanfaatkan perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu alternatif penyedia sarana dan prasarana belajar agar suasana belajar menjadi kondusif sehingga tujuan belajar dapat tercapai dengan baik.
Sejalan dengan hal tersebut, peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19, ayat 1 menyatakan:
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Maka sangat tepat jika sekolah sebagai suatu lembaga formal mulai mengenalkan penggunaan teknologi dalam suatu pembelajaran, disamping memang merupakan suatu tuntutan zaman. Pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi canggih sebagai media pembelajaran, misalnya komputer memang menyenangkan, menantang, menarik, melatih agar belajar mandiri, dan memotivasi siswa agar berpartisipasi aktif.
Dalam hal ini, pembelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah hendaknya dirancang untuk memupuk tumbuhnya sikap ilmiah dan meningkatkan pola berpikir logis yang menjadi landasan dalam proses ilmiah untuk menghasilkan produk ilmiah, sebagaimana tercantum dalam kurikulum 2006 melalui suatu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif ,dan menyenangkan.
Tumbuhnya sikap ilmiah dan pola berpikir logis tersebut dapat ditingkatkan melalui pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar dan melibatkan berbagai macam media pembelajaran. Media pembelajaran berbasis teknologi seperti komputer adalah salah satu penyedia informasi yang bervariasi.
Media pembelajaran dengan komputer dirancang sedemikan rupa agar siswa merasa senang, tertarik, dan giat dalam belajar. Selain itu, juga melatih agar siswa berinteraksi secara
Dwi Suhartini, Pemanfaatan Laboratorium IPA Virtual....................................................._________________________ 77
mandiri dalam rangka menemukan konsep belajarnya. Komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak (software) atau program yang bersifat interaktif memungkinkan siswa bebas bereksplorasi menggali pengetahuan sebanyak mungkin (Baisa: 2008).
Namun demikian pembelajaran pada salah satu materi esensial sains kelas V semester I tentang pencernaan manusia di SD Karangrejo 05 hanya disajikan melalui kegiatan-kegiatan yang menuntut siswa tak lebih dari sekedar menghapal konsep demi pencapaian sebuah standar ketuntasan minimal yang ditetapkan. Metode yang dipilih pun jauh dari kesan menyenangkan karena dituntut oleh waktu dan penuntasan materi.
Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan pada guru sains kelas V (Ibu Siti Nur Sofiyah), bahwa untuk mengajarkan materi pencernaan manusia hanya digunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Ceramah dan tanya jawab yang digunakan oleh guru berdasarkan buku teks dan LKS sebagai satu-satunya sumber belajar. Setelah itu, siswa ditugaskan mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS dengan sumber belajar buku cetak yang mereka miliki, tanpa menggunakan media apapun. Pembelajaran hanya bersifat text book oriented.
Berdasarkan obervasi pada hari Jumat, tanggal 09 Agustus 2013, pembelajaran IPA dengan materi Sistem Pencernaan Manusia dilakukan dengan cara guru memberikan 25 soal isian dengan materi sistem pencernaan manusia. Soal tersebut merupakan soal ulangan harian sekaligus untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi. Siswa mengerjakan tugas tersebut secara individual dengan alokasi waktu 40 menit.
Soal yang dikoreksi guru hasilnya sangat tidak memuaskan. Hanya beberapa dari 34 siswa yang memperoleh hasil sempurna. Dari 34 siswa, terdapat 5 anak (14,7%) yang tergolong sangat aktif, 7 anak (20,5%) tergolong aktif, 10 anak (29,4%) tergolong kurang aktif, dan 12 anak (35,2%) tergolong sangat kurang aktif. Bahkan dari 34 siswa, terdapat 4 anak (11,7%) yang mendapat skor sangat baik (80-100), 6 anak (17,6%) mendapat skor baik (70-79), 9 anak (26,4%) mendapat skor cukup (60-69), 11 anak (32,3%) mendapat skor kurang (50-59), dan 4 anak (11,7%) mendapat skor sangat kurang (kurang dari 50).
Melalui pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut, dapat diketahui bahwa: (1) siswa masih kesulitan memahami materi ini terbukti dari hasil uji kompetensi yang dilakukan menunjukkan bahwa rerata nilai uji kompetensi materi pencernaan manusia adalah 60,13 padahal SKM yang ditetapkan adalah 65, (2) pembelajaran kurang mengaktifkan serta kurang menyenangkan. Tampak beberapa siswa cenderung memilih berbicara dengan teman sebangkunya daripada mendengarkan penjelasan guru, (3) siswa merasa bosan, hal ini ditunjukkan dengan beberapa siswa meletakkan kepala di atas mejanya, serta beberapa anak
78 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 76-87, Maret 2014
beralasan ijin keluar kelas, dan (4) siswa kurang semangat untuk bertanya ataupun menjawab pertanyaan dari guru, lebih dari 70% anak-anak masih pasif.
METODE PENELITIAN
Untuk pemecahan masalah penelitian di atas dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan 2 siklus tindakan. Siklus 1 merupakan tindakan dengan pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual”. Setelah siklus 1 selesai, dialnjutkan dengan siklus 2. Siklus 2 ini merupakan tindak lanjut dari siklus 1 yang menerapkan Permainan Maze. Lokasi penelitian dilakukan di SDN Karangrejo 05 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Adapun subyek penelitian meliputi 34 siswa kelas V SDN Karangrejo 05 dengan mata pelajaran IPA yang membahas Sistem Pencernaan Manusia. Untuk pengumpulan data, digunakan 2 format penilaian, yaitu penilaian aktivitas belajar siswa dan penilaian hasil belajar siswa. Sedangkan analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kuantitatif.
Prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan dengan mencakup tahapan-tahapan kegiatan sebgaai berikut:
1) Prasiklus
Pada tahap ini peneliti terlebih dahulu melakukan observasi awal terhadap pembelajaran sains kelas V dengan materi sistem pencernaan manusia. Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa rerata nilai uji kompetensi materi pencernaan manusia siswa SDN Karangrejo 05 Jember sangatlah kurang optimal. Hasil pembelajaran kurang mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti kemudian menyusun rencana berupa tindakan perbaikan, peningkatan atau perubahan pembelajaran yang lebih baik. Tindakan yang dilakukan sebagai solusi permasalahan tersebut adalah dengan pemanfaatan multimedia interaktif “Laboratorium IPA Virtual” dan permainan maze. Penerapan penggunaan media dilakukan pada siklus 1 dan siklus 2.
2) Siklus 1
Langkah-langkah pelaksanaan siklus 1 adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Tahap perencanaan yang dilakukan peneliti meliputi kegiatan penyusunan rencana tindakan yang dilakukan berdasarkan masalah yang ditemukan di lapangan. Persiapan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran berdasarkan pada kompetensi dasar
Dwi Suhartini, Pemanfaatan Laboratorium IPA Virtual....................................................._________________________ 79
2) Menyusun perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran meliputiskenario pembelajaran, silabus dan sistem penilaian, bahan pembelajaran, media yang digunakan (gambar pemandangan alam), serta alat-alat lain yang mendukung proses pembelajaran.
3) Menentukan pemanfaatan media pembelajaran yang relevan. Media pembelajaran yang dipersiapkan dalam siklus 1 adalah “Laboratorium IPA Virtual” dan permainan Maze.
4) Menyiapkan dan membuat alat evaluasi. Alat evaluasi yang dibuat dalam penelitian ini adalah lembar observasi keaktifan siswa dan lembar penilaian hasil tes.
b. Menyusun Rencana Tindakan
Pada tahap ini, guru melaksanakan tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran dan silabus yang telah disusun. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada tahap ini meliputi: pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.
1) Pendahuluan (pramenulis)
2) Kegiatan Inti (saattulis):
a) Eksplorasi
b) Elaborasi
c) Konfirmasi
3) Penutup (pascatulis)
c. Observasi
Kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti dibantu seorang observer pada saat pelaksanaan tindakan. Dalam penelitian yang diobservasi adalah aktivitas siswa. Observasi yang dilakukan terhadap siswa berkaitan dengan perilaku siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi merupakan upaya untuk mengkaji segala hal yang terjadi, yang telah dihasilkan maupun yang belum dicapai dalam siklus 1. Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul secara lengkap, data kemudian dianalisis analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan pada bab 1, maka dalam penelitian ini ada tiga kelompok utama. Pertama, data tentang hasil tindakan sebelum diterapkan pemanfaatan “Lab IPA Virtual” dan Permainan Maze (Tahap Prasiklus). Pada
80 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 76-87, Maret 2014
tahapan ini peneliti mengambil data dari guru kelas dan data hasil belajar siswa yang diberikan tes tulis. Kedua, data tentang hasil tindakan yang dilakukan pada siklus 1 dengan diterapkannya pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual”. Pembelajaran pada siklus 1 dilakukan dengan 1 kali pertemuan. Data yang didapat dari siklus 1 digunakan sebagai acuan untuk melanjutkan di siklus 2. Setelah pembelajaran dilaksanakan, dilakukan evaluasi dan hasilnya dicatat untuk dijadikan sebagai data pada siklus 1. Ketiga, data tentang pembelajaran dengan memanfaatkan Lab IPA Virtual” dan Permainan Maze yang dilakukan dalam 2 kali pertemuan. Setiap kegiatan pembelajaran juga dievaluasi dan dicatat untuk dijadikan data pada siklus 2.
Pada tahap siklus 2, kegiatan pembelajaran dilakukan dalam 2 kali pertemuan dimana pada pertemuan pertama dilakukan perbaikan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan memanfaatkan “Lab IPA Virtual”. Pada pertemuan kedua, pembelajaran dilanjutkan dengan memanfaatkan “Lab IPA Virtual” dan Permainan Maze untuk mengasah kemampuan berfikir siswa menggunakan TTS. Perbedaan antara kedua siklus ini adalah terletak pada penyempurnaan pembelajaran dimana pada siklus 1 hasil belajar 15 siswa masih berada di bawah SKM yang ditentukan, sedangkan untuk aktivitas belajar, masih ada 6 siswa yang kurang aktif dan 4 siswa yang sangat kurang aktif. Pada siklus 2 aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat secara signifikan. Data seperti yang dimaksudkan di atas diperoleh melalui pengamatan tentang aktivitas dan hasil belajar siswa selama prasiklus, siklus 1, dan siklus 2.
Pada rekaman data hasil aktivitas belajar siswa siklus 1 di atas, dapat diketahui bahwa pada siklus 1 ada 4 siswa yang sangat aktif (11,8%), 4 siswa aktif (11,8%), 16 siswa cukup aktif (47%), 6 siswa kurang aktif (17,6%), dan 4 siswa sangat kurang aktif (11,8%). Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum aktif sepenuhnya pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Namun pada siklus 2 pertemuan 1, setelah dilakukan perbaikan pembelajaran dengan cara penggunaan Lab IPA Virtual secara bergantian terjadi perubahan peningkatan aktivitas siswa menjadi ada 7 siswa yang sangat aktif (20,6%), 7 siswa aktif (20,6%), 16 siswa cukup aktif (47%), 3 siswa kurang aktif (8,8%), dan 1 siswa sangat kurang aktif (3%).
Dwi Suhartini, Pemanfaatan Laboratorium IPA Virtual....................................................._________________________ 81
Tabel 1: Hasil Observasi Aktivitas Siswa Tahap Siklus 1 dan Siklus 2.
No.
Nama Siswa
JK
Hasil Observasi Siklus 1
Hasil Observasi Siklus 2 Pert. 1
Hasil Observasi Siklus 2 Pert. 2
Perbandingan Siklus 1 dan Siklus 2 Pert. 1
Perbandingan Siklus 2 Pert. 1 dan Pert. 2
Perbandingan
Siklus 1 dan Siklus 2 Pert. 2
1.
M. Risal
L
15/5 = 3
20/5 = 4
20/5 = 4
1
0
1
2.
Nevi S
P
10/5 = 2
10/5 = 2
15/5 = 3
0
1
1
3.
Bagas. P
L
15/5 = 3
15/5 = 3
20/5 = 4
0
1
1
4.
Devi. R
P
15/5 = 3
20/5 = 4
20/5 = 4
1
0
1
5.
Rizal. A
L
10/5 = 2
15/5 = 3
15/5 = 3
1
0
1
6.
S.Nurhalimah
P
15/5 = 3
15/5 = 3
15/5 = 3
0
0
0
7.
Ani Ayu
P
20/5 = 4
20/5 = 4
25/5 = 5
0
1
1
8.
Ardi. W
L
16/5 = 3,2
16/5 = 3,2
20/5 = 4
0
0,8
0,8
9.
A. Arista. P
P
10/5 = 2
15/5 = 3
20/5 = 4
1
1
2
10.
Eva Oktavia
P
15/5 = 3
15/5 = 3
20/5 = 4
0
1
1
11.
Eka Nuryana
P
10/5 = 2
15/5 = 3
15/5 = 3
1
0
1
12.
Fitria Ekasari
P
20/5 = 4
25/5 = 5
25/5 = 5
1
0
1
13.
H. Sa’diyah
P
10/5 = 2
19/5 = 3,8
19/5 = 3,8
1,8
0
1,8
14.
Lailatul. I
P
25/5 = 5
25/5 = 5
25/5 = 5
0
0
0
15.
Moh. Arik
L
20/5 = 4
20/5 = 4
20/5 = 4
0
0
0
16.
Moh. Rohid
L
19/5 = 3,8
20/5 = 4
20/5 = 4
0,2
0
0,2
17.
Moh. Sutrisno
L
15/5 = 3
25/5 = 5
25/5 = 5
2
0
2
18.
Moh. Arif
L
15/5 = 3
15/5 = 3
20/5 = 4
0
1
1
19.
Moh. F. Rozi
L
17/5 = 3,4
20/5 = 4
25/5 = 5
0,6
1
1,6
20.
Moh. Ilham
L
14/5 = 2,8
17/5 = 3,4
17/5 = 3,4
0,6
0
0,6
21.
Nita Oktavia
P
25/5 = 5
25/5 = 5
25/5 = 5
0
0
0
22.
Nova. W
P
16/5 = 3,2
16/5 = 3,2
20/5 = 4
0
0,8
0,8
23.
N.Muhammad
L
18/5 = 3,6
18/5 = 3,6
20/5 = 4
0
0,4
0,4
24.
Risqi. R
L
25/5 = 5
25/5 = 5
25/5 = 5
0
0
0
25.
Sulastri
P
16/5 = 3,2
16/5 = 3,2
20/5 = 4
0
0,8
0,8
26.
Siti Maryam
P
15/5 = 3
20/5 = 4
20/5 = 4
1
0
1
27.
Ulfa. M
P
22/5 = 4,4
25/5 = 5
25/5 = 5
0,6
0
0,6
28.
W. Angga
L
6/5 = 1,2
15/5 = 3
15/5 = 3
1,8
0
1,8
29.
F Hasanah
P
25/5 = 5
25/5 = 5
25/5 = 5
0
0
0
30.
Wasilah. A
P
17/5 = 3,4
17/5 = 3,4
17/5 = 3,4
0
0
0
31.
Zulfatur. R
P
17/5 = 3,4
17/5 = 3,4
17/5 = 3,4
0
0
0
32.
Rosa Septina
P
7/5 = 1,4
7/5 = 1,4
15/5 = 3
0
1,6
1,6
33.
Siti Ruhiyah
P
9/5 = 1,8
13/5 = 2,6
17/5 = 3,4
0,8
0,8
1,6
34.
Hamzah. F
L
6/5 = 1,2
11/5 = 2,2
16/5 = 3,2
1
1
2
Total Skor
106
122,4
135,6
16,4
13,2
29,6
Rerata
3,12
3,6
3,99
0,48
0,39
0,87
Tertinggi
4,4
5
5
1,8
1,6
1,8
Terendah
1,2
2
3
0
0
0
82 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 76-87, Maret 2014
Pada siklus 2 pertemuan 2 terjadi peningkatan yang lebih signifikan lagi, yaitu: sebanyak 9 siswa sangat aktif (26,6%), 13 siswa aktif (38%), dan 12 siswa cukup aktif (35,4%). Tidak ada siswa yang kurang atau sangat kurang aktif.
Tabel 2: Hasil Belajar Siswa Tahap Siklus 1 dan Siklus 2.
No.
Nama Siswa
Jenis Kelamin
Hasil Belajar Siswa Siklus 1
Hasil Belajar Siswa Siklus 2 Pert. 1
Hasil Belajar Siswa Siklus 2 Pert. 2
Perbandingan Siklus 1 dan Siklus 2 Pert. 1
Perbandingan Siklus 2 Pert. 1 dan Pert. 2
Perbandingan
Siklus 1 dan 2 Pert. 2
1.
M. Risal
L
60
70
80
10
10
20
2.
Nevi S
P
57
58
70
1
12
13
3.
Bagas. P
L
65
66
78
1
12
13
4.
Devi. R
P
66
66
77
0
11
11
5.
Rizal. A
L
66
63
73
-3
10
7
6.
S. Nurhalimah
P
67
69
77
2
8
10
7.
Ani Ayu
P
67
72
85
5
13
18
8.
Ardi. W
L
66
66
81
0
15
15
9.
A. Arista Putri
P
60
60
76
0
16
16
10.
Eva Oktavia
P
67
70
80
3
10
13
11.
Eka Nuryana
P
65
68
76
3
8
11
12.
Fitria Ekasari
P
71
73
84
2
11
13
13.
H. Sa’diyah
P
71
72
77
1
5
6
14.
Lailatul. I
P
75
81
91
6
10
16
15.
Moh. Arik
L
74
75
82
1
7
8
16.
Moh. Rohid
L
64
62
78
-2
16
14
17.
Moh. Sutrisno
L
64
65
78
1
13
14
18.
Moh. Arif
L
57
58
77
1
19
20
19.
Moh. F. Rozi
L
71
73
79
2
6
8
20.
Moh. Ilham
L
72
75
82
3
7
10
21.
Nita Oktavia
P
76
76
88
0
12
12
22.
Nova. W
P
67
67
77
0
10
10
23.
N.Muhammad
L
71
68
82
-3
14
11
24.
Risqi. R
L
77
82
92
5
10
15
25.
Sulastri
P
71
72
76
1
4
5
26.
Siti Maryam
P
64
62
76
-2
14
12
27.
Ulfa Maulidya
P
69
70
84
1
14
15
28.
W. Angga
L
66
68
78
2
10
12
29.
F Hasanah
P
71
68
78
-3
10
7
30.
Wasilah. A
P
71
71
75
0
4
4
31.
Zulfatur. R
P
62
63
77
1
14
15
32.
Rosa Septina
P
67
68
75
1
7
8
33.
Siti Ruhiyah.L
P
55
67
73
12
6
18
34.
Hamzah. F
L
57
58
74
1
16
17
Total Skor
2269
2322
2686
53
364
417
Rerata
66
68
79
1,56
10,70
12,26
Tertinggi
77
82
92
12
19
20
Terendah
55
58
70
-3
4
4
Dwi Suhartini, Pemanfaatan Laboratorium IPA Virtual....................................................._________________________ 83
Berdasarkan rekaman pada siklus 1 tabel 2 tersebut, dapat diketahui bahwa setelah diterapkannya pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual”, nilai tertinggi yang didapat siswa adalah 77 dan nilai terendahnya adalah 55. Pada siklus 1 masih ada 10 siswa yang mendapat nilai di bawah SKM. Perbaikan dilakukan pada siklus 2 pertemuan 1 yang hasilnya adalah nilai tertinggi yang didapat adalah 82 dan nilai terendahnya adalah 58. Pada siklus ini ada 9 siswa yang mendapat nilai di bawah SKM. Pada siklus 2 pertemuan 2 didapatkan perkembangan yang signifikan, yaitu nilai tertinggi yang didapat adalah 92 dan nilai terendah adalah 70. Pada siklus 2 pertemuan 2 ini tidak ada siswa yang mendapat nilai di bawah SKM. Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan Permainan Maze dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar materi sistem pencernaan manusia pada siswa kelas V SDN Karangrejo 05.
Perkembangan nilai siswa dari siklus 1 ke siklus 2 yang menunjukkan adanya peningkatan tersebut sekaligus dapat dijadikan sebagai indikator tingkat keefektifan pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan Permainan Maze untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SDN Karangrejo 05.
Perbandingan selengkapnya mengenai keefektifan pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan Permainan Maze untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V dapat dilihat pada tabel 3 dan 4 berikut ini:
Tabel 3: Perbandingan Hasil Belajar Siswa Tahap Siklus 1 dan Siklus 2.
Siklus
N
Maks
Min
Total
Rerata
Range
1
34
77
55
2269
66
22
2 Pert. 1
34
82
58
2322
68
24
2 Pert. 2
34
92
70
2686
79
22
Berdasarkan rekaman data pada tabel 3 di atas dapat dikemukakan bahwa dalam pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan Permainan Maze materi sistem pencernaan manusia pada siswa kelas V SDN Karangrejo 05 sebagai berikut:
1) Tingkat kefektifan yang dicapai pada tahap siklus 1 adalah sebesar 66,73%.
2) Tingkat kefektifan yang dicapai pada tahap siklus 2 pertemuan 1 adalah sebesar 68,29%.
3) Tingkat keefektifan yang dicapai pada tahap siklus 2 pertemuan 2 adalah sebesar 79%.
Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa dalam pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan Permainan Maze materi sistem pencernaan manusia pada siswa kelas V SDN Karangrejo 05 adalah sebagai berikut:
84 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 76-87, Maret 2014
Tabel 4: Perbandingan Aktivitas Belajar Siswa Antara Siklus 1 dan Siklus 2.
Kategori Aktivitas
Siklus 1
Siklus 2 Pert. 1
Siklus 2 Pert. 2
Frekuensi (F)
Persentase (%)
Frekuensi (F)
Persentase (%)
Frekuensi (F)
Persentase (%)
Sangat Aktif
4
11,8
7
20,6
9
26,6
Aktif
4
11,8
7
20,6
13
38
Cukup Aktif
16
47
16
47
12
35,4
Kurang Aktif
6
17,6
3
8,8
0
0
Sangat Kurang Aktif
4
11,8
1
3
0
0
Jumlah
34
100
34
100
34
100
Berdasarkan data di atas menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar siswa yang signifikan pada setiap siklusnya. Pada siklus 1, hanya ada 4 siswa yang sangat aktif (11%), 4 siswa yang aktif (11,8%), 16 siswa yang cukup aktif (47%), 6 siswa kurang aktif (17,6%), dan 4 siswa sangat tidak aktif (11,8%). Pada siklus 2 pertemuan 1 terjadi peningkatan yang signifikan yaitu 7 siswa sangat aktif (20,6%), 7 siswa aktif (20,6%), 16 siswa cukup aktif (47%), 3 siswa kurang aktif (8,8%), dan 1 siswa sangat tidak aktif (3%). Pada siklus 2 pertemuan 2 peningkatan aktivitas siswa semakin baik. Ada 9 siswa yang sangat aktif (26,6%), 13 siswa aktif (38%). Dan 12 siswa cukup aktif (35,4%). Pada tahap siklus 2 pertemuan 2 tidak ada lagi siswa yang kurang ataupun sangat kurang aktif.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan, bahwa pemanfaatan “Laboratorium IPA Virtual” dan Permainan Maze dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar materi sistem pencernaan manusia pada siswa kelas V SDN Karangrejo 05.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan diskusi yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) dengan menggunakan Lab IPA Virtual dan permainan maze dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas V SD Karangrejo 05 pada pembelajaran materi pencernaan manusia dan (2) dengan menggunakan Lab IPA Virtual dan permainan maze dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Karangrejo 05 pada pembelajaran materi pencernaan manusia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran materi pencernaan manusia dengan menggunakan Lab IPA Virtual dan permainan maze dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, maka disarankan:
Dwi Suhartini, Pemanfaatan Laboratorium IPA Virtual....................................................._________________________ 85
1. Guru IPA kelas V agar menggunakan Lab IPA Virtual dan permainan maze dalam pembelajaran materi pencernaan manusia.
2. Peneliti pendidikan diharapkan dapat sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna perbaikan mutu pembelajaran IPA, khususnya dalam materi pencernaan manusia.
3. Kepala sekolah dapat merekomendasikan hasil penelitian ini kepada guru-guru yang lain
4. Pengawas sekolah dapat digunakan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang dibina.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad C., Mnemonic Game 3D Sebagai Media Pembelajaran Berbasis Long Term Memorydalam http://blog.its.ac.id/achoman.
Akbar, S., 2007. Penerapan pembelajaran Tematik Untuk Meningkatkan Kualitas pembelajaran Tema Lingkungan Di Kelas III SDN Tanjungrejo V Malang, Laporan Penelitian DIPA, Malang: Lemlit UM.
Andiwijaya, S., 2010. Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Melalui Model Formula Puisi pada Siswa Kelas V SDN Tamanan 2 Kabupaten Bondowoso. Karya Ilmiah. Jember: Universitas Jember.
Ardhana, 2008. Permainan Menjadikan Suasana Pembelajaran Kondusif (Ardhana Word press.com 2008/02/27).
Departemen Agama Republik Indonesia, 2001. Al Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV. Asy Syifa’.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Fandi Y. V., 2008. Pengembangan Multimedia CD Interaktif berbasis Komputer Pada pembelajaran Biologi materi Daur Biogeokimia Untuk Siswa SMA Kelas X, Skripsi Tidak Diterbitkan.
Guntur, 2008. Permainan Dalam Pembelajaran lp3 um.org/file/Guntur.pdf).
Kusumo G., 2008. Game bermula dari Hobi dalam http://www.bali-travelnews.com/)
Muhammad, H., 2005. Ilmu Pengetahuan Alam. Materi Pelatihan Terintegrasi. Jakarta : DepDikNas Dirjen DikDasMen
Oka A. P. G., 2009. Mari belajar Multimedia Indoclass.com (diakses 19-6-2009).
Permana, T., 2004. Batuan, Pelapukan, dan Tanah, Bandung: DepDikNas P3G IPA.
86 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 76-87, Maret 2014
Putri, O. P., 2009. Meningkatkan Kemampuan Bercerita dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Menggunakan Teknik Pemodelan pada Siswa Kelas III di SD Negeri 1 Klatak Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi Tahun Ajaran 2009/2010. Karya Ilmiah. Jember: Universitas Jember.
Riyanto, Y., 2008. Paradigma Pembelajaran, Surabaya: Unesa University Press.
Setyosari, P., 2008. Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran, Naskah Disiapkan Untuk Materi PLPG di PSG Rayon 15, Malang: UM.
Soekamto, H., 200. Peranan Strategi Pembelajaran Yang Menekankan Pada Aktifitas Siswa Dalam Meningkatkan Minat dan Hasil belajar Siswa mata pelajaran IPS-Geografi, Jurnal Pendidikan Dasar dan Menengah Genteng Kali Vol 2 (9): 36-48.
Dwi Suhartini, Pemanfaatan Laboratorium IPA Virtual....................................................._________________________ 87
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN OPEN ENDED PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK PENGURANGAN BILANGAN BULAT KELAS IV SDN SUMBERSARI 02 TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Suciani1)
1) Sekolah Dasar Negeri Sumbersari 02, Sumbersari, Jember
Abstract: The main problem of this research is whether through the "Open Ended" approach on the subject of integer reduction can improve students' learning activities and mathematic learning outcomes of students of SDN 02 Sumbersari year 2013-2014? Class action research in three stages is performed to solve the problem, the pre-cycle conducted before the Open Ended approach applied, the first cycle conducted by the Open Ended approach and the last cycle with a stage in the process of revamping the Open Ended approach. Research location is SDN Sumbersari 02 at districts Sumbersari, Jember. The subjects included 40 students grade V at SDN Sumbersari 02 year 2013-2014. For data collection used two formats namely Format (1) assessment of teacher activity and Format (2) assessment of learning activities and learning outcomes. From the result of data analysis can be concluded that the implementation of the Open Ended approach on fifth grade students of SDN 02 Sumbersari can optimally increaase learning activities and learning outcomes.
Abstrak: Masalah pokok penelitian ini adalah apakah melalui pendekatan “Open Ended” pada pembelajaran Matematika dengan pokok bahasan pengurangan bilangan bulat dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa SDN Sumbersari 02 tahun pelajaran 2013-2014? Untuk memecahkan masalah tersebut dilakukan PTK dengan 3 Siklus, yaitu siklus sebelum diterapkan pendekatan Open Ended, siklus dengan pendekatan Open Ended dan siklus yang terakhir dengan tahap pembenahan pada proses pendekatan Open Ended. Lokasi penelitian di SDN Sumbersari 02 kecamatan Sumbersari kabupaten Jember. Adapun Subjek penelitian meliputi 40 Siswa SDN Sumbersari 02 kelas V tahun pelajaran 2013-2014. Untuk pengumpulan data digunakan 2 format yaitu Format (1) penilaian aktivitas guru dan Format (2) penilaian aktivitas belajar dan hasil belajar. Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan Open Ended pada siswa kelas V SDN Sumbersari 02 dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan optimal.
Kata kunci: Aktivitas belajar, hasil belajar, pendekatan open ended
PENDAHULUAN
Matematika merupakan dasar ilmu pengetahuan (master of science) oleh sebab itu matematika merupakan mata pelajaran yang mutlak untuk dipelajari. Namun berbagai keluhan tentang kesulitan belajar matematika masih saja banyak ditemui. Kebanyakan siswa
memandang matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami dan sulit pelajari, sehingga kurang diminati oleh siswa sebagian siswa. Padahal keberhasilan dalam belajar matematika dipengaruhi oleh minat siswa. Karena ituaktivitas dan hasil belajar siswa masih rendah. Salah satunya dapat dilihat dari rendahnya rata-rata NEM matematika disemua jenjang pendidikan yaitu dibawah 6,00 (Pambudi, 2002:26).
Kecenderungan proses belajar mengajar di sekolah yang berpusat pada guru ( teacher Oriented) mengakibatkan siswa juga cenderung menerima materi pelajaran secara pasif. Untuk menumbuhkan minat belajar siswa kebiasaan siswa dalam menerima materi pelajaran secara pasif harus dihilangkan. Oleh karena itu guru dituntut dapat menerapkan model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam menerima materi.
Menurut Nohda, tujuan pembelajaran dengan pendekatan open ended adalah untuk membantu mengembangkan kegiatan yang kreatif dari siswa dan kemampuan berfikir matematis mereka dalam memecahkan masalah. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Dalam suatu masalah terbuka yang dihadapkan pada siswa bukan hanya berorientasi untuk mendapatkan jawaban atau hasil akhir tetapi lebih menekankan pada bagaimana siswa sampai pada suatu jawaban, siswa dapat mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda untuk menyelesaikan suatu masalah sehingga penyelesaiannya tidak perlu hanya satu. Dalam hal ini diharapkan kreatifitas siswa dapat berkembang. Pendekatan open ended juga dapat membangkitkan nalar siswa sehingga siswa lebih kreatif serta dapat berpikir logis dan kritis.
Dalam pelaksanaannya, hal tersebut tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan – kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Pendekatan open ended, selain dapat mengembangkan pemikiran matematis siswa juga bermanfaat bagi guru. Moon dan Sculman mengatakan bahwa penggunaan masalah terbuka pada pendekatan open ended sering kali memerlukan penjelasan siswa tentang pemikiran mereka sehingga guru dapat memperoleh pengertian yang mendalam dari gaya – gaya belajar mereka, kekurangan dalam pemahaman mereka, bahasa yang mereka gunakan untuk menguraikan ide – ide matematis dan penafsiran – penafsiran mereka tentang suatu
Suciani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa....................................................._________________________ 89
situasi matematis. Guru dapat belajar dari cara yang dipilih siswa sehingga bermanfaat bagi guru untuk mendapatkan suatu gambaran yang lebih baik tentang kemampuan matematika siswanya.
Berdasarkan penjelasan dan keterangan di atas maka perlu perhatian pada perkembangan hasil belajar siswa dalam pencapaian kompetensi yang optimal melalui penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul “peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui pendekatan Open Ended pada pembelajaran matematika materi pokok Pengurangan Bilangan Bulat kelas IV SDN Sumbersari 02 tahun pelajaran 2013/2014.
Sesuai dengan standar pencapaian dalam kurikulum, bahwa siswa dinyatakan mencapai standar proses pembelajaran yang baik jika 75% siswa aktif dalam proses pembelajaran tergolong dalam kategori aktif, selebihnya 15% cukup aktif, dan 10% tergolong kurang aktif dan tidak aktif. Kenyataannya, hasil observasi tentang aktivitas belajar siswa yang dilakukan menunjukkan, bahwa dalam pembelajaran Matematika Semester genap Pokok Bahasan “Pengurangan Bilangan Bulat” . Berdasarkan data dokumentasi tentang skor hasil tes siswa yang ada pada guru kelas dapat diketahui bahwa dari 40 siswa sebanyak 9 siswa (22,5%) mendapat skor kurang baik (50-59), 19 siswa (47,5 %) mendapat skor (60 - 69) sedangkan sebanyak 12 siswa (30 %) mendapat skor (70 -79).
Berdasarkan hasil observasi dan data dokumen tentang hasil ulangan tersebut dapat dikemukakan bahwa proses pembelajaran Matematika di kelas IV SDN Sumbersari 02 tersebut belum efektif dan belum mencapai ketuntasan secara klasikal. Proses pembelajaran Matematika belum dapat merangsang siswa melibatkan diri secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga menyebabkan hasil belajarnya kurang optimal. Oleh karena itu perlu dicari alternatif metode pembelajaran Matematika yang lebih dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan demikian diharapkan hasil belajarnya juga akan dapat tercapai secara optimal. apakah pendekatan Open Ended pada pembelajaran matematika materi pokok Pengurangan Bilangan Bulat kelas IV SDN Sumbersari 02 tahun pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa ?
METODE PENELITIAN
Untuk pemecahan masalah penelitian di atas dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan 2 Siklus tindakan. Siklus 1 merupan tindakan dengan penerapan pendekatan Open Ended terhadap siswa kelas IV SDN Sumbersari 02. Setelah siklus pertama selesai maka dilanjutkan dengan siklus 2 dengan perlakuan yang sama dengan siklus 1 akan tetapi ada penyempurnaan dalam pembelajaran dimana pada siklus 1 ketuntasan belum tercapai
90 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 88-98, Maret 2014
sehingga dilakukan penyempurnaan pada siklus 2. Jumlah subjek yang akan diteliti sebanyak 40 siswa SDN Sumbersari 02 pembelajaran Matematika pokok bahasan pengurangan bilangan bulat. Untuk pengumpulan data digunakan 2 format yaitu Format (1) penilaian aktivitas guru dan Format (2) penilaian aktivitas belajar dan hasil belajar.
Prosedur penelitian di atas dilakukan mencakup tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut :
A. Tindakan Pendahuluan
Dalam tindakan pendahuluan ini, dilakukan beberapa kegiatan sebagai awal penelitian yaitu :
1. Observasi hasil belajar siswa sebelum dialakukan tindakan pembelajaran Matematika dengan pendekatan Open Ended.
2. Mempersiapkan perangkat dan instrument pembelajaran dengan merapkan pembelajaran Matematika dengan pendekatan Open Ended
3. Menentukan media dan persiapan secara tehnis sebelum dilaksanakan tindakan dengan pembelajaran Matematika dengan pendekatan Open Ended.
B. Pelaksanaan Siklus I
Tahap-tahap yang akan dilaksanakan pada siklus I dalam penelitian ini menggunakan empat fase yaitu : Perencanaan, tindakan, Observasi, dan Refleksi. Hal-hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Perencanaan
Tahap ini merupakan tahap perencanaan segala sesuatu yang akan dilakukan penelitian. Hal-hal yang dilaksanakan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan rencana penelitian
2. Menyiapkan rencana pembelajaran
3. Menyiapkan rencana penilaian belajar yang berupa bentuk lembar aktivitas dan penilaian ketuntasan belajar yang akan digunakan
4. Menentukan strategis dan media pembelajaran yang akan digunakan
b. Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan proses pembelajaran yang mengacu pada persiapan yang sudah dilaksanakan. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut :
1. Guru bertindak sebagai fasilitator dan memebrikan konsep dasar pada siswa untuk dikembangkan lebih lanjut dalam proses penggalian konsep.
Suciani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa....................................................._________________________ 91
2. Guru memberikan beberapa permasalahan pada siswa untuk selanjutnya diselesaikan oleh siswa berdasarkan pemahaman yang telah didapatkan.
3. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan konsep dan permasalahan secara terbuka (Open Ended) sehingga diperoleh jawaban yang sesuai dengan tingkat perkembangan berfikir siswa.
4. guru memberikan hadiah Bolpoin Sumbersari pada siswa untuk menentukan jawaban dan bimbingan pada pilihan dan cara yang tepat.
5. Memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya dan menjawab sebagai tanggapan umpan balik yang diberikan oleh guru.
c. Observasi
Kegiatan ini dilakukan oleh guru bersama dengan pelaksanaan tindakan berlangsung yang dibantu oleh beberapa kawan peneliti. Adapun maksud tindakan observasi adalah untuk mengetahui cara pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan mengetahui aktifitas siswa dalam belajar.
d. Refleksi
Tahapan refleksi diperlukan untuk mengkaji segala hal yang telah terjadi selama pelaksanaan tindakan dan observasi berlangsung. Pengkajian kembali dapat digunakan peneliti untuk mengetahui kegiatan yang telah dihasilkan dan yang belum dicapai pada suatu tindakan dan observasi. Hasil dari refleksi digunakan sebagai evaluasi dan diskusi balikan utuk merencakan dan mengadakan perbaikan pada pelaksanaan tindakan berikutnya. Berdasarkan hasil tindakan dan observasi yang disertai dengan refleksi, maka peneliti dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk menentukan tindakan perbaikan pada siklus II. Tindakan pada siklus II dilakukan bila dalam siklus I belum terjadi peningkatan aktivitas dan ketuntasan hasil belajar belum tercapai.
Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul secara lengkap, data kemudian dianalisis dengan 2 macam analisis yaitu : 1) analisis diskriptif kualitatif dan, 2) analisis data statistic deskriptif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dikemukakan pada bab I, maka dalam penelitian ini ada 3 kelompok data utama, Pertama data tentang pra siklus dimana pada tahapan ini peneliti mengambil data dari guru kelas dan pada siklus ini data yang diperoleh hanya hasil belajar siswa karena guru tidak mengamati aktivitas belajar siswa. Kedua data tentang hasil tindakan yang terjadi pada siklus pertama dengan menggunakan penerapan
92 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 88-98, Maret 2014
pembelajaran open ended pembelajaran matematika pada pokok bahsan pengurangan bilangan bulat yang dilaksanakan dengan 2 kali pertemuan, pada setiap kali mengajar dievaluasi dan hasil rata-rata dicatat untuk dijadikan sebagai data pada siklus 1. Ketiga data tentang hasil tindakan pembelajaran matematika dengan menggunakan penerapan pendekan Open Ended pada pokok bahasan bilangan bulat yang dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan. Perbedaan siklus ini dengan siklus 1 adalah terletak pada penyempurnaan pembelajaran dimana pada siklus 1 ketuntasan minimum belum tercapai sehingga pada siklus 2 pada pelaksanaan pembelajaran guru memberikan apresiasi semacam hadiah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dan setiap kali pelaksanaan pembelajaran juga dievaluasi dan hasil rata-rata evaluasi juga dicatat dan dijadikan sebagai data siklus ke 2.
Data seperti yang dimaksud di atas diperoleh melalui pengamatan dari beberapa observer tentang aktivitas belajar dan hasil belajar siswa selama pra-siklus, siklus 1 dan siklus 2 sebagai berikut :
Tabel 1: nilai hasil belajar siswa Pra Siklus, Siklus 1 dan Siklus 2
NO.
NAMA
L/P
NILAI
Perbandingan Antar Siklus
Pra Siklus
SIKUS 1 SIKLUS 2
pra -siklus 1
siklus 1 ke 2
pra ke siklus 2
1
Awalin Hijriansyah
L 67
68 72
1
4
5
2
Diky Purnomo
L 61
70 70
9
0
9
3
Desy Melianawati
P 57
68 72
11
4
15
4
Armanda Putra Buana
L 56
70 70
14
0
14
5
Hafifatus Sholehah
P 55
72 70
17
-2
15
6
Luluk Istiana
P 65
70 74
5
4
9
7
Mohammad Andreyan
L 70
70 80
0
10
10
8
A. Dika Gusairi
L 64
72 76
8
4
12
9
A. Diky Gusairi
L 66
70 80
4
10
14
10
Aiunurearly Kinansynergi
P 78
82 90
4
8
12
11
Ajeng Fitriana Ningsih
P 65
72 84
7
12
19
12
Alfia Haura
P 67
70 70
3
0
3
13
Andini Auliatun Nafisah
P 73
72 72
-1
0
-1
14
Aryan Amurwa Bumi
L 70
70 74
0
4
4
15
Citra Ayu Isabella
P 65
72 76
7
4
11
16
Dinda Fathoniah
P 58
72 74
14
2
16
17
Faiqur Rohma Tuti Alawiyah
P 66
70 72
4
2
6
18
Faisatus Sholehah
P 70
72 86
2
14
16
Suciani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa....................................................._________________________ 93
NO.
NAMA
L/P
NILAI
Perbandingan Antar Siklus
Pra Siklus
SIKUS 1 SIKLUS 2
pra -siklus 1
siklus 1 ke 2
pra ke siklus 2
19
Lalika Lafiska Dwi Samputri
P 63
72 80
9
8
17
20
Moch Fajar Sholihin
L 66
68 74
2
6
8
21
Muchammad Umar Aditya
L 68
68 74
0
6
6
22
Muh Ashfal Ashfiyah
L 73
70 72
-3
2
-1
23
Muh Asril Akbar Firmanzah
L 77
86 92
9
6
15
24
Muh Fahmi Mukthar
L 75
80 88
5
8
13
25
Muhammad Wildan Alfahar
L 75
86 86
11
0
11
26
Nur Muchlis Maulana
L 73
80 84
7
4
11
27
Nurdini Kamilia Putri
P 59
70 80
11
10
21
28
Rahmad Baidowi
L 59
70 72
11
2
13
29
Riana Putri Yulia
P 67
70 74
3
4
7
30
Riski Budianto
L 67
72 80
5
8
13
31
Rizki Dedi Irawan
L 67
72 80
5
8
13
32
Risqia Putri Damayanti
P 66
70 78
4
8
12
33
Roby Okta Pratama
L 78
82 86
4
4
8
34
Roifah Siti Nur Khorida
P 66
72 84
6
12
18
35
Siti Maimunah
P 58
70 74
12
4
16
36
Siti Musdalifah
P 58
70 74
12
4
16
37
Sri Wahyu Ningsih
P 77
84 86
7
2
9
38
Stefany Erikana Sistu
P 66
84 78
18
-6
12
39
Singgih Teguh Pradana
L 63
68 72
5
4
9
40
Intan Ariani Julaiha
P 58
70 78
12
8
20
TOTAL SKOR
2651
2916 3106
265
192
457
Rata-rata
66
73
78
7
5
11
Tertinggi
78
86
92
18
14
21
Berdasarkan rekaman sebelum penggunaan pembelajaran matematika dengan pendekatan Open Ended pada materi “Pengurangan Bilangan Bulat” pada tabel 2 menunjukkan bahwa ada 9 siswa yang mendapatkan nilai pada rentangan 50-59 dengan kriteria hasil belajar kurang baik atau 22,5 %. Dan 19 siswa mendapatkan nilai pada rentangan 60-69 dengan kriteria cukup baik atau 47,5 %. Sedangkan rata-rata nilai kelas tersebut di atas masih mencapai 66,3 %, yang berarti belum mencapai kriteria ketuntasan
94 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 88-98, Maret 2014
secara klasikal yang sudah ditentukan yakni 75 %. Oleh karena itu peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas IV untuk mengatasi hal tersebut dengan menggunakan pendekatan Open Ended pada pembelajaran matematika materi “Pengurangan Bilangan Bulat”.
Setelah penerapan pendekatan Open Ended pada pembelajaran Matematika pokok bahasan “Pengurangan Bilangan Bulat” pada siklus 1, paparan tabel 4 menunjukkan bahwa 8 siswa atau 20 % dengan kriteria hasil belajar sangat baik dengan rentangan skor 80-100, kategori baik ada 27 siswa atau 67,5 % dengan rentangan 70-79 sedangkan ada 5 siswa atau 12,5 % dengan rentangan 60-69 dengan kriteria cukup baik. Adapun rata-rata hasil belajar pada siklus 1 yaitu 72,9 % belum tercapai kriteria ketuntasan secara klasikal yang sudah ditentukan yaitu 75 %
Setelah penerapan pendekatan Open Ended pada pembelajaran Matematika pokok bahasan “Pengurangan Bilangan Bulat” pada siklus 2, paparan tabel 2 menunjukkan bahwa 16 siswa atau 40 % dengan kriteria hasil belajar sangat baik dengan rentangan skor 80-100, kategori baik ada 24 siswa atau 60 % dengan rentangan 70-79 sedangkan ada 5 siswa atau 12,5 % dengan rentangan 60-69 dengan kriteria cukup baik. Adapun rata-rata hasil belajar pada siklus 2 yaitu 77,65 % sudah tercapai dengan kriteria ketuntasan secara klasikal yang sudah ditentukan yaitu 75 %
Perkembangan skor dari pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 yang menunjukknan adanay peningkatan tersebut sekaligus dapat dijadikan sebagai indikator tingkat keefektifan penerapan pembelajaran matematika dengan menggunakan penerapan Open Ended pada pokok bahasan pengurangan bilangan bulat SDN Sumbersari 02 Jember. Dan pada siklus ke 2 menunjukkan hasil belajar siswa dapat tercapai.
Tabel 2 Perbandingan Tindakan Pra Siklus, Siklus1 dan Siklus 2
Siklus
N
Maksimum
Minimum
Total
Rata-rata
Range
SD
Pra
40
75
55
2651
66
20
6,4
1
40
86
68
2916
73
18
5,4
2
40
92
70
3106
78
22
6,1
Berdasarkan rekaman data pada tabel 1 dan 2 di atas dapat dikemukakan bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Open Ended pada pokok bahsab pengurangan bilangan bulat SDN Sumbersari 02 sebagai berikut :
1. Ketuntasan yang dapat dicapai pada pra siklus yang tidak menggunakan pendekatan open ended sebesar 66,3 %
Suciani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa....................................................._________________________ 95
2. Sedangkan ketuntasan dengan menggunakan pendekatan Open Ended pada siklus pertama sebesar 72 ,9 %
3. Dan pada siklus 2 dengan menggunakan pendekatan Open Ended yang mengacu penyempurnaan pada siklus 1 ketuntasan mencapai 77,65 %
Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Open Ended pada pokok bahasan “Pengurangan Bilangan Bulat” dapat direkapitulisakan sebagai berikut
Tabel 3. perbandingan aktivitas belajar siswa
Kategori Aktivitas
Persentase (%)
Siklus 1
Persentase (%)
Siklus 2
Sangat Aktif
12,5 %
25 %
Aktif
27,5 %
50 %
Cukup aktif
40 %
17,5 %
Tidak Aktif
20%
7,5 %
Jumlah
100 %
100 %
Berdasarkan data di atas menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa pada setiap siklusnya dengan rata-rata persentase pada siklus 1 mencapai 53,13 % dan pada siklus 2 terjadi kenaikan persentase menjadi 71, 25 % sehingga pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Open Ended pada pokok bahasan “Pengurangan Bilangan Bulat” lebih menyenangkan karena membantu siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan akibatnya mendorong siswa untuk belajar lebih giat dan membuat siswa berani mengajukan pendapat dan bertanya tanpa ada rasa takut salah.
Diagram 1. Perbandingan Aktivitas Belajar Siswa
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Tidak Aktif
Siklus 1
Siklus 2
96 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 88-98, Maret 2014
Adapun perbandingan persentase dalam bentuk tabel akan disajikan dibawah ini :
Tabel 4 perbandingan prosentase hasil belajar
Skor
Persentase (%)
Pra Siklus
Persentase (%)
Siklus 1
Persentase (%)
Siklus 2
Kriteria
80 – 100
0 %
20 %
40 %
Sangat Baik
70 - 79
30 %
67,5 %
60 %
Baik
60 - 69
47,5 %
12,5 %
0 %
Cukup Baik
50 - 59
22,5 %
0 %
0 %
Kurang Baik
0 – 49
0 %
0 %
0 %
Sangat kurang Baik
Jumlah
100 %
100 %
100 %
Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Open Ended pada pokok bahasan pengurangan bilangan bulat kelas IV SDN sumbersari 02 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Diagram 2. Perbandingan Hasil Belajar Siswa
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pada hasil-hasil penelitian dan diskusi yang dikemukakan pada bagian sebelumnya dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : (1) Pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan Open Ended pada pokok bahasan “Pengurangan Bilangan Bulat” siswa kelas IV SDN Sumbersari 02 kecamatan Sumbersari
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0 - 49
50 - 59
60 - 69
70 - 79
80 - 100
Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2
Suciani, Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa....................................................._________________________ 97
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yaitu pada siklus 1 sebesar 53,13 % dan pada siklus 2 menjadi 71,25. (2) Pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan Open Ended pada pokok bahasan “Pengurangan Bilangan Bulat” siswa kelas IV SDN Sumbersari 02 kecamatan Sumbersari dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu pada pra siklus 66,3 %, siklus 1 sebesar 72,9 % dan pada siklus 2 menjadi 77,65 %.
Dengan diketahui hasil-hasil penelitian yang menunjukkan adanya bukti, bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Open Ended pada pokok bahasan pengurangan bilangan bulat pada siswa kelas IV SDN Sumbersari 02 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa diharapkan model pembelajaran tersebut diterapkan dalam pembelajaran diberbagai sekolah dengan demikian diharapkan peningkatan mutu pendidikan akan tercapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 1988, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT BinaAksara, Jakarta
Arikunto, S. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
.
Depdiknas. 2006. Model Penilaian Kelas: KTSP SD/MI. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah : Direktorat Tenaga Kependidikan
Elliot, J., (1991), Action Research for Educational Change, OpenUniversity Press, Milton Keynes Philadelpia.
Hamalik, O. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Kusnandar. 2008, Langkah mudah Penelitian Tindakan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Riyanto, Y., 2008. Paradigma Pembelajaran, Surabaya: Unesa University Press.
Sudjana, N. 2001. Strategi Belajar Mengajar dalam PBM.Bandung:Sinar Baru
Sulthon, M. 2013. Panduan publikasi ilmiah dalam rangka PKB Guru: Universitas Terbuka- UPBJJ Jember
98 ___________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 88-98, Maret 2014
PENINGKATAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU MELALUI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH PADA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 DI SDN KEBONSARI 04 KECAMATAN SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER
Ali Ichwan1)
1) Sekolah Dasar Negeri Kebonsari 04, Jember
Abstract: One of the quality education upgrading is conducted through the school quality managerial developing. The head master as a manager in the school has to be able to improve the ability of his supervisions. This school action research was conducted in SDN Kebonsari 04 Sumbersari, Jember. The research planning used was school action research. The research subjects of this research were 19 teachers in SDN Kebonsari 04. The research result showed that there was a professional teacher competence improvement through the implementation development supervision of the head master in the 2013/2014 academic year in SDN Kebonsari 04 Sumbersari, Jember. It is suggested that the head master should be able to improve the education quality of his supervisions in the school that is managed.
Abstrak: Salah satu peningkatan mutu pendidikan dilakukan melalui pengembangan manajerial mutu sekolah. Kepala sekolah sebagai manajer di sekolah harus mampu meningkatkan kemampuan pengawasannya. Penelitian tindakan sekolah ini dilakukan di SDN Kebonsari 04 Sumbersari, Jember. Perencanaan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan sekolah. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 19 guru di SDN Kebonsari 04 Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan kompetensi guru profesional melalui pengawasan pengembangan pelaksanaan kepala sekolah pada tahun ajaran 2013/2014 di SDN Kebonsari 04 Sumbersari, Jember. Disarankan bahwa kepala sekolah harus mampu meningkatkan kualitas pendidikan pengawasan dalam sekolah yang dikelola..
Kata kunci: Supervisi, kompetensi profesional guru
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan upaya yang dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup baik yang bersifat manual individual maupun sosial. Secara umum pendidikan bertujuan untuk membantu anak-anak atau peserta didik mencapai kedewasaannya masing-masing, sehingga mereka mampu berdiri di lingkungan masyarakatnya.
Peningkatan mutu pendidikan salah satunya dilakukan dengan meningkatan mutu manajerial sekolah. Kepala sekolah sebagai maneger disekolah, harus meningkatan kemampuan sepervisinya. Dengan demikian diharapkan mutu pendidikan di sekolah yang dipimpinnya juga meningkat. Supervisi selama ini merupakan rutinitas secara administratif
saja, sehingga supervisi tidak memberikan perubahan kompetensi profesional bagi guru. Oleh karena itu diperlukan inovasi baru bagi kepala sekolah sebagai supervisor dalam menerapkan supervisi.
Penulis tertarik dan termotivasi untuk mengangkat judul “Peningkatan Kompetensi Profesional Guru melalui Supervisi Kepala Sekolah pada Tahun Pelajaran 2013/2014 di SDN Kebonsari 04 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember”. Bagaimana peningkatan kompetensi profesional guru melalui peningkatan pelaksanaan supervisi kepala sekolah pada tahun pelajaran 2013/2014 di SDN Kebonsari 04 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember?
Tujuan yang akan dicapai adalah mengetahui peningkatan kompetensi profesional guru melalui supervisi kepala sekolah pada tahun pelajaran 2013/2014 di SDN Kebonsari 04 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.
HIPOTESIS TINDAKAN
Hipotesis dari penelitian ini adalah: ada peningkatan kompetensi profesional guru melalui supervisi kepala sekolah pada tahun pelajaran 2013/2014 di SDN Kebonsari 04 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kebonsari 04 Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Sekolah. Subyek dalam penelitian ini adalah guru kelas di SDN Kebonsari 04 sebanyak 19 orang guru. Penelitian dilakukan melalui dua siklus, dengan masing-masing siklus melalui tahapan perencanaan tindakan, implementasi tindakan, observasi, dan refleksi. Secara umum alur dalam penelitian ini sesuai dengan alur pelaksanaan tindakan model spiral menurut Kemmis dan Taggart (1990) Hasil penelitian yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kompetensi profesi guru diamati langsung pada saat supervisi dilaksanakan, sedangkan data tentang umpan balik dari guru diambil setelah kegiatan supervisi pada siklus II dilaksanakan.
100 ________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 99-104, Maret 2014
Tabel 1. Data Kompetensi Profesional Guru pada Masing-masing Siklus (%)
No
Indikator Kompetensi
Siklus I
(%)
Siklus II
(%)
1
Guru menunjukkan pemetaan SK-KD yang dianggap sulit
63,16
78,95
2
Guru mengembangkan bahan ajar siswa sesuai perkembangan IPTEK dan seni dalam RPP
84,21
94,74
3
Guru menyusun bahan ajar misal buku diklat, modul berisi materi atau informasi mutakhir
26,32
73,68
4
Guru memiliki catatan tentang refleksi diri
10,53
100,00
5
Guru membuat langkah perbaikan atas hasil refleksi tersebut
0
31,58
6
Guru membuat catatan atas hasil saran/masukkan dari teman sejawat dari pelaksanaan kinerja
0
47,37
7
Guru melakukan revisi silabus dan RPP
52,63
84,21
8
Guru melakukan revisi pembelajaran
21,05
78,95
9
Guru melakukan analisis hasil ulangan dan menindak lanjuti dalam program remidi
73,68
100,00
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi kepala sekolah berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi profesional guru. Hal ini dapat terlihat jelas dari perubahan data persentase jumlah pada masing-masing indikator kompetesi dari siklus I dan siklus II. Data tersebut menunjukkan bahwa kegiatan supervisi kepala sekolah yang dilakukan dengan benar dapat meningkatkan kompetensi profesional guru.
Kepala sekolah sebagai supervisor dan pemimpin pengajaran harus dapat melakukan kerjasama dengan guru (bawahan). Adanya kerjasama antara kepala sekolah dengan guru memungkinkan guru dapat melaksanakan aktivitas sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu meningkatkan prestasi belajar siswa. Dan untuk meningkatkan unjuk kerja karyawan, menurut Siagian (1996) perlu diperhatikan sembilan kebutuhan yang sifatnya non material sebagai berikut; (1) perasaan diikutsertakan, (2) cara pendisiplinan yang manusiawi, (3) kondisi kerja yang baik, (4) pemberian penghargaan atas keberhasilan dalam menjalankan tugas, (5) kesetiaan pimpinan kepada para karyawan, (6) promosi dan perkembangan bersama organisasi, (7) pengertian yang simpatik terhadap masalah pribadi bawahan, (8) keamanan pekerjaan, dan (9) tugas suatu pekerjaan yang sifatnya me-narik.
Hasil umpan balik diperoleh melalui angket tentang pelaksanaan supervisi kepala sekolah dengan sampel seluruh guru kelas sebanyak 19 guru. Persentase hasil angket secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.
Ali Ichwan, Peningkatan Kompetensi Profesional Guru..................................................._________________________ 101
Tabel 2. Persentase Hasil Angket Kegiatan Supervisi Kepala Sekolah terhadap Kenyamanan Mengajar Guru
No
Indikator
Kategori
Persentase
(%)
1
Bagaimana perasaan anda saat disupervisi oleh kepala sekolah
Senang
10,53
Biasa
52,63
Khawatir
36,84
2
Apakah kegiatan supervisi menganggu pelaksanaan KBM anda
Tidak
73,68
Ya
26,32
3
Apakah diperlukan peningkatan kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah
Ya
47,37
Tidak
52,63
4
Apakah kegiatan supervisi sekolah dapat memotivasi anda untuk meningkatkan kompetensi profesional anda
Ya
52,63
Tidak
31,58
Tidak tahu
15,79
5
Apakah anda mengetahui program supervisi yang akan dilakukan oleh kepala sekolah
Ya
94,74
Tidak
5,26
6
Apakah anda mendapat pendampingan mengembang-kan kompetensi profesional dari kegiatan supervisi
Ya
36,84
Tidak
63,16
7
Bagaimana menurut anda kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah
Kurang
0
Cukup
89,47
Lebih
10,53
Kegiatan supervisi yang dilakukan kepala sekolah meliputi dua hal, yaitu supervisi administrasi dan supervisi kegiatan belajar mengajar. Kegiatan supervisi administrasi dilakukan ketika guru akan melakukan kegiatan mengajar. Diharapkan dengan dilakukan supervisi, guru telah mempersiapan diri untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.
Supervisi kegiatan belajar mengajar dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Hal ini memberikan dampak tersendiri bagi guru yang sedang mengajar. Bahkan ada guru yang khawatir ketika sedang disupervisi oleh kepala sekolah. Hal ini
102 ________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 99-104, Maret 2014
tergambar jelas dari data pada Tabel 2 tentang persentase hasil angket kegiatan supervisi kepala sekolah terhadap kenyamanan mengajar guru. Namun demikian tidak ada guru yang menyatakan kurang atas supervisi yang telah dilakukan oleh kepala sekolah.
Kualitas guru dalam mengajar dan motivasi belajar murid sangat dipengaruhi oleh kepala sekolah. Peran pokok yang dimainkan kepala sekolah adalah membangun dan mempertahankan semangat kerja yang positif. Guru akan bekerja dengan baik dan produktif jika mereka berada dalam suasana yang menyenangkan. Hal ini akan terwujud apabila kepala sekolah mampu mempertahankan situasi dan kondisi kerja yang mendukung peningkatan unjuk kerja guru guna mencapai tujuan pendidikan di sekolah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan, peningkatan kompetensi profesional guru melalui supervisi kepala sekolah dapat meningkatkan secara signifikan pada indikator profesional penyusunan bahan ajar yang berisi materi atau informasi mutakhir, kepemilikan catatan tentang refleksi diri, pembuatan langkah perbaikan hasil refleksi, pembuatan catatan hasil saran/masukkan teman, revisi silabus dan RPP, revisi pembelajaran, dan analisis hasil ulangan dan menindak lanjutinya. Namun demikian ada juga peningkatan yang tidak signifikan untuk indikator pemetaan SK-KD yang dianggap sulit, dan pengembangan bahan ajar siswa sesuai perkembangan IPTEK dan seni dalam RPP.
Agar supervisi akademik dapat ditingkatkan, maka disarankan:
a) Kepada Kepala Sekolah
Pemanfaatan waktu untuk supervisi akademik terhadap guru-guru di sekolahnya agar digunakan sebaik-baiknya sebagai kepala sekolah, bukan jadwal waktu supervisi akademik dilimpahkan/didelegasikan kepada guru senior, sebab guru senior belum berkompeten dan bukan merupakan tugas tanggung jawab bagi guru senior.
b) Kepada Pengawas TK/SD
Lebih mengintensifkan kunjungan ke sekolah guna memantau, menilai, membina, membimbing dan melatih terhadap guru binaan terutama guru yang menghadapi permasalahan sewaktu proses belajar mengajar.
Ali Ichwan, Peningkatan Kompetensi Profesional Guru..................................................._________________________ 103
DAFTAR PUSTAKA
Danim, S., 2010. Karya Tulis Inovatif Sebuah Pengembangan Profesi Guru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Depdiknas. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kemmis, S. dan Taggart, R. 1990. The Action Reserach Planner. Victoria: Deakin University.
Sagala, H. S., 2006. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.
Saud, U.S.,. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: CV. Alfabeta.
Siagian, S.P., 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
104 ________________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 99-104, Maret 2014
STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN
GURU TAMAN KANAK-KANAK JATIPENI JEMBER
Suhartiningsih1)
1) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Jember
e-mail:suhartiningsih.fkip.unej.@gmail.com
Abstract : This research was intended to know the strategy of directive utterances and the category of directive utterances used by the kindergarten teacher of Jatipeni Jember in the teaching learning process. The results of the data analysis area as follows : (1) The kindergarten teacher used the strategy of utterances a lot that were indicated by use declarative sentences, interrogative sentences, and imperative sentences. This could be understood because the kindergarten children were in the cognitive development of operational concrete, so to make the kindergarten students understand something, the utterances that were appropriate for them were directive utterances, (2) The category of the utterances used by the kindergarten teacher in the teaching learning process covered: asking, questioning, ordering and suggesting, forbidding and limiting, permitting and reminding.
Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui strategi tindak tutur direktif dan kategori tindak tutur direktif yang digunakan guru TK Jatipeni Jember dalam proses belajar mengajar. Setelah dilakukan penelitian dan analisis data, hasilnya adalah: (1) guru TK Jatipeni banyak menggunakan strategi tindak tutur langsung dengan modus kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif. Hal ini bisa dipahami mengingat anak usia TK masuk dalam perkembangan berpikir praoperasional konkret, sehingga untuk membuat anak usia TK bisa memahami sesuatu, maka tindak tutur langsunglah yang sesuai digunakan, (2) kategori tindak tutur yang digunakan guru TK Jatipeni dalam proses belajar mengajar meliputi: mengajak dan meminta, bertanya, memerintah dan mengarahkan, melarang dan membatasi, memperbolehkan, menyarankan dan mengingatkan.
Kata kunci: Strategi tindak tutur, kategori tindak tutur
PENDAHULUAN
Masa usia Taman Kanak-kanak (TK ) dapat disebut sebagai masa peka belajar. Dalam masa-masa tersebut segala potensi kemampuan anak dapat dikembangkan secara optimal dengan bantuan dari orang-orang yang berada di lingkungan anak-anak tersebut, misalnya orang tua atau guru.
Salah satu kemampuan anak yang sedang berkembang saat usia taman kanak-kanak adalah kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa anak dapat dirangsang lewat komunikasi aktif dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Kualitas bahasa yang
digunakan orang-orang yang dekat dengan anak akan mempengaruhi keterampilan anak dalam berbahasa.
Di taman kanak-kanak, guru merupakan salah seorang yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Menurut Ibrahim (1993:211), ada beberapa fungsi komunikatif yang bisa diperankan oleh guru dalam mengajar dan mengelola kelas. Guru harus bisa menarik dan mempertahankan perhatian murid, menyuruh mereka berbicara atau diam, menyuruh mereka agar mengatakan sesuatu atau menulis, dan mencoba mengecek apakah siswa mengikuti apa yang sedang dilakukan. Dalam menjalankan perannya tersebut, guru bisa memanfaatkan berbagai strategi tindak tutur.
Strategi tindak tutur adalah bagaimana cara bertutur agar bisa menghasilkan suatu tuturan yang menarik dan dapat dimengerti oleh lawan tutur. Dilihat dari konteks situasinya menurut Chaer (2010:56) ada dua macam tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur langsung dapat dengan mudah dipahami oleh si pendengar karena ujarannya berupa kalimat-kalimat dengan makna lugas. Tindak tutur yang tidak langsung hanya dapat dipahami oleh si pendengar yang sudah cukup terlatih dalam memahami kalimat-kalimat yang bermakna konteks situasional.
Tindak tutur langsung secara formal berdasarkan modusnya menurut Chaer (2010: 50), kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan ajakan, permintaan, dan permohonan. Tindak tutur tidak langsung adalah tuturan yang berbeda dengan modus kalimatnya dan disesuaikan dengan konteks yang mengikutinya, misal kalimat berita yang seharusnya berfungsi untuk memberitahukan sesuatu digunakan untuk meminta atau menyuruh. Begitu juga kalimat Tanya yang seharusnya untuk menanyakan sesuatu dapat digunakan untuk meminta atau menyuruh.
Salah satu fungsi komunikatif yang diperankan guru dalam proses pembelajan di kelas adalah fungsi direktif. Menurut Chaer (2010:15), bahasa memiliki fungsi direktif bila digunakan untuk mengatur tingkah laku pendengar. Bahasa tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimaui si pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, atau rayuan.
Bach dan Harnish (dalam Budiarti, 2013), mengkategorikan tuturan direktif kedalam enam kategori utama yaitu: 1) Requestives (meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, mendorong), 2) Questions (bertanya, menyelidik,
106 _______________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 105-112, Maret 2014
mengiterogasi), 3) Requirements (memerintah, menghendaki, mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, mengistruksikan, mengatur, mensyaratkan), 4) Prohibitives (melarang, membatasi), 5) Permissives (menyetujui, membolehkan, member wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan, mengijinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan), dan 6) Advisories (menasehatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong).
Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui 1) bagaimanakah strategi tindak tutur guru TK Jatipeni dalam proses pembelajaran? dan 2) bagaimanakah kategori tindak tutur direktif guru TK Jatipeni dalam proses pembelajaran?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif, yaitu rancangan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2001:3). Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh deskripsi tentang strategi tindak tutur dan bentuk tindak tutur yang digunakan guru saat berlangsungnya proses pembelajaran.
Penelitian dilaksanakan di TK Jatipeni Jember, pada semester genap 2012/2013. Data penelitian berupa tuturan antara guru dan siswa kelompok B yang mengindikasikan sebagai strategi tindak tutur dan bentuk tindak tutur direktif dalam proses pembelajaran. Sumber data penelitian ini guru TK Jatipeni saat melaksanakan proses pembelajaran beserta konteks yang menyertainya.
Data dikumpulkan dengan teknik observasi dan simak rekam, selanjutnya data dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu analisis data dilakukan dengan cara seleksi data, pengkodean data, pengklasifikasian data, pendeskripsian data, dan interpretasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data, berikut dipaparkan secara berturut-turut 1) strategi tindak tutur guru TK dalam proses pembelajaran. 2) bentuk tindak tutur direktif guru TK dalam proses pembelajaran.
1. Strategi Tindak Tutur Guru TK Jatipeni dalam Proses Pembelajaran
Pada umumnya guru TK Jatipeni menggunakan stategi tindak tutur langsung. Hal ini dapat dimaklumi karena siswa TK pada umumnya, sebagaimana dikemukakan oleh Piaget bahwa anak pada rentang usia TK masuk dalam perkembangan berpikir praoperasional
Suhartiningsih, Strategi Tindak Tutur Direktif................................................................._________________________ 107
konkret. Hurlock (1996) berpendapat untuk membuat anak kecil (usia TK) bisa memahami sesuatu hendaklah digunakan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami dan disertai pula dengan contoh. Berikut beberapa contoh strategi tindak tutur guru berdasarkan modusnya, yakni: (1) deklaratif, (2) interogatif, dan (3) imperatif.
1.1 Tindak tutur deklaratif
Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak usah melakukan apa-apa, sebab maksud si pengujar hanya memberitahukan saja.
Contoh:
(1) Guru: “Ini lihat, bu guru punya alat-alat komunikasi!”
(2) Guru: “Ayo lihat ini, bu guru menggambar bapak yang sedang membaca koran!”
(3) Guru: “Ini ada mejanya, di atas meja ada kopinya…”
Siswa: “Ada teleponnya, bu…”
Guru: “Iya, ada teleponnya!”
Pada kalimat (1), ketika guru ingin menjelaskan apa itu alat-alat komunikasi kepada siswa, guru menggunakan strategi langsung yaitu sambil memperlihatkan beberapa contoh alat-alat komunikasi, seperti pesawat telepon, surat, HP, dan TV. Semua dilakukan dengan tujuan agar apa yang disampaikan mudah dipahami oleh siswa.
Begitu juga dengan kalimat (2) dan (3), guru menggambar sambil berujar: “Ayo lihat ini, bu guru menggambar bapak yang sedang membaca koran. Ini ada mejanya (sambil menggabar meja), di atas meja ada kopinya (sambil menggambar secangkir kopi), termasuk ketika siswa berujar: Ada teleponnya, bu! Iya ada teleponnya (sambil menggambar telepon). Hal ini dilakukan guru, semata-mata untuk memperjelas apa yang disampaikan, sambil menggambar dan terus berujar.
1.2 Tindak tutur interogatif
Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat itu untuk memberi jawaban secara lisan, yang diminta bukan sekedar perhatian melainkan juga jawaban.
Contoh:
(4) Guru: “Ayo anak-anak! Temanya tadi apa?
(4a) Siswa: “Alat komunikasi…!”
Guru: “Iya, alat komunikasi.” (sambil menulis di papan kata ‘komonikasi’)
108 _______________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No 1 hal 105-112, Maret 2014
(5) Guru: “Kemarin tanggal berapa?”
(5a) Siswa: “Tanggal 20…!”
(6) Guru: “Kalau hari ini tanggal berapa?”
(6a) Siswa: “Dua puluh satu….!”
Kalimat di atas (4), (5), dan (6) adalah kalimat interogatif, yakni kalimat yang memerlukan jawaban dari pendengar/siswa, seperti tampak pada kalimat (4a), (5a) dan (6a). Pada kalimat (4), pada saat guru menuliskan kata “komunikasi” tertulis kata “komonikasi” (menggunakan “o” bukan “u”) sehingga wajar jika siswa menulis di buku mereka sama dengan yang tertulis di papan, yaitu ‘komonikasi’ bukan ‘ komunikasi’ dan guru membiarkan kesalahan tersebut. Ada dua kemungkinan mengapa guru membiarkan kesalahan ucapan siswa, pertama mungkin guru tidak menyadari ada kesalahan dan kedua mungkin guru tidak tahu penulisan kata “komunikasi” yang benar.
1.3 Tindak Tutur Imperatif
Kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya meminta agar si pendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta.
Contoh:
(7) Guru: “Ayo, sebutkan! Hurufnya apa saja?”
(8) Guru: “Ayo, silahkan ditulis!”
(9) Guru: “Ayo, tepuk pramuka!”
(10) Guru: “Lho, kok nangis? Sudah gak boleh nangis! Anak pinter, kok!”
Kalimat-kalimat di atas, (7), (8), (9), dan (10) adalah kalimat yang isinya meminta agar siswa memberi tanggapan berupa tindakan seperti: menyebutkan, menulis, bertepuk tangan, dan tidak menangis. Siswa harus melakukan tindakan seperti yang diminta guru.
2. Kategori Tindak Tutur Direktif Guru TK Jatipeni dalam Proses Pembelajaran
Berdasarkan hasil analisis data ditemukan sebanyak 6 kategori tindak tutur direktif guru TK Jatipeni dalam proses belajar mengajar meliputi: (1) requestives (meminta, memohon), (2) questions (bertanya, menyelidik,) (3) requirements (memerintah, menghendaki), (4) prohibitive (melarang, membatasi), (5) permissives (menyetuji, membolehkan), dan (6) advisories (menasehati, memperingatkan). Berikut paparan selengkapnya.
2.1 Tindak Tutur Direktif Kategori Requestives
Kalimat kategori requestives adalah kalimat yang berisi ajakan atau permintaan dan biasanya ditandai dengan kata “ ayo” seperti tampak pada contoh berikut:
Suhartiningsih, Strategi Tindak Tutur Direktif................................................................._________________________ 109
Guru: “Ayo, ditulis!”
Guru: “Ayo, sebutkan hurufnya apa saja!”
Pada contoh-contoh kalimat di atas guru mengajak atau meminta siswa untuk menulis dan menyebutkan huruf-huruf yang ada dalam bacaan. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai kalimat permintaan atau ajakan karena ada penanda kalimat dengan kata “ayo”.
2.2 Tindak Tutur Direktif Kategori Questions
Kalimat kategori questions adalah kalimat yang berisi pertanyaan dan biasanya ditandai dengan kata tanya “apa, siapa, dimana, mengapa, dan bagaimana ” seperti tampak pada contoh berikut:
Guru: “Adit, ini gambar apa?”
Guru: “Bapak baca berita apa?”
Guru: “Siapa nama bapaknya?”
Guru: “Luqman, nang omah laopo ae?” (guru bertanya dengan menggunakan bahasa Jawa)
Kalimat di atas dikategorikan sebagai kalimat tanya karena ada penanda kalimat dengan kata tanya “apa”, seperti pada kalimat “… ini gambar apa?”, “… berita apa?” dan kata tanya “siapa” seperti pada kalimat “Siapa nama …”
2.3 Tindak Tutur Direktif Kategori Requirements
Kalimat kategori requirements adalah kalimat yang diajukan untuk memberi perintah atau arahan dan biasanya ditandai dengan kalimat yang sifatnya menuntun seperti tampak pada contoh berikut:
Guru: “Kemarin tanggal berapa? Kalau hari ini tanggal berapa?”
Guru: “Ini lihat, bu guru punya alat-alat komunikasi, ayo sebutkan apa ini?”
Kalimat “Kemarin tanggal berapa?”, dimaksudkan sebagai arahan agar siswa bisa menjawab pertanyaan guru “Kalau hari ini tanggal berapa?”, begitu juga dengan kalimat “Ini lihat bu guru punya alat-alat komunikasi”, dimaksudkan sebagai arahan agar siswa bisa menjawab pertanyaan guru “ayo sebutkan apa ini?”
2.4 Tindak Tutur Direktif Kategori Prohibitive
Kalimat kategori prohibitive adalah kalimat yang berisi larangan atau pembatasan dan biasanya ditandai dengan kata larangan (jangan, tidak boleh) seperti tampak pada contoh berikut:
Guru: “Eh…, nggak boleh ngganggu temannya!”
Guru: “Ayo, nggak boleh lihat punya temannya!”
Guru: “Eh…, ojok guyon ae!” (guru menggunakan bahasa Jawa)
110 _______________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No1 hal 105-112, Maret 2014
Kalimat di atas dikategorikan sebagai kalimat larangan karena ada penanda kalimat dengan kata “nggak boleh”, seperti pada kalimat “ …nggak boleh ngganggu …” dan “…nggak boleh lihat …”
2.5 Tindak Tutur Direktif Kategori Permissives
Kalimat kategori permissives adalah kalimat yang isinya memperbolehkan atau menyetujui dan biasanya ditandai dengan kata “ boleh, iya, silahkan” seperti tampak pada contoh berikut:
Guru: “Iya, diwarnai!”
Guru: “Iya, dikumpulkan!”
Kata “iya” pada kalimat di atas adalah sebagai penanda guru menyetujui atau memperbolehkan tentang apa yang disampaikan oleh siswa, seperti (Bu, diwarnai?) atau (Bu, dikumpulkan?).
2.6 Tindak Tutur Direktif Kategori Advisories
Kalimat kategori advisories adalah kalimat yang isinya menyarankan atau memperingatkan dan biasanya ditandai dengan kata “ sebaiknya, mestinya, dsb.” seperti tampak pada contoh berikut:
Guru: “Ayo, sebaiknya berdoa dulu sebelum main!”
Guru: “Ayo, anak-anak sebaiknya cuci tangan dulu sebelum makan!”
Guru: “Mestinya gambar ini diwarnai, supaya bagus!”
Kalimat di atas dikategorikan sebagai kalimat yang isinya menyarankan karena ada penanda kalimat dengan kata “sebaiknya” seperti pada kalimat “…sebaiknya berdoa dulu…” dan “mestinya” seperti pada kalimat “Mestinya gambar ini …”. Penanda kata “sebaiknya” dan “mestinya” adalah menyarankan apa yang dilakukan akan menjadi lebih baik bila didahului dengan berdoa, mencuci tangan dan mewarnai gambar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa (1) guru TK Jatipeni banyak menggunakan strategi tindak tutur langsung dengan modus kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif. Hal ini bisa dipahami mengingat anak usia TK masuk dalam perkembangan berpikir praoperasional konkret, sehingga untuk membuat anak usia TK bisa memahami sesuatu, maka tindak tutur langsunglah yang sesuai untuk digunakan, (2) kategori tindak tutur yang digunakan guru TK Jatipeni dalam proses belajar mengajar
Suhartiningsih, Strategi Tindak Tutur Direktif................................................................._________________________ 111
meliputi: a) mengajak dan meminta, b) bertanya, c) memerintah dan mengarahkan d) melarang dan membatasi, e) memperbolehkan, dan f) menyarankan dan mengingatkan.
Saran
Berdasarkan hasil yang ditemukan dan berbagai informasi yang diperoleh selama proses penelitian, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1) Hendaknya guru memperhatikan penggunaan kata yang benar, baik dari sisi ejaan maupun dari sisi pengucapan karena pada umumnya anak usia TK masih suka meniru. Oleh karena itu, hendaknya diberi tiruan yang benar.
2) Hendaknya guru mengurangi penggunaan bahasa daerah agar tidak terjadi peristiwa campur kode, bukankah semua tahu bahwa dalam peristiwa belajar mengajar hendaknya digunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarti, D. 2013. Analisis Tindak Tutur Direktif Guru Biologi Kelas VIII MTs 1 Muhammadiyah Malang. (Oline). Wordpress.com/2013/06/14. Diakses tanggal 12 Desember 2013
Chaer, A. dan Leonie A. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rieka Cipta
Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional
112 _______________________________ © Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar Vol 2 No1 hal 105-112, Maret 2014
PETUNJUK PENULISAN NASKAH JIPSD
1. Artikel diangkat atau merupakan hasil penelitian atau kajian analitis-kritis di bidang pendidikan Sekolah Dasar.
2. Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia/Inggris sepanjang lebih kurang 15 halaman A4 spasi 1.5, dilengkapi abstrak (5 - 75 kata) dan kata-kata kunci. Biodata penulis dan “identitas penelitian” dicantumkan sebagai catatan kaki pada halaman pertama naskah. Artikel juga dapat dikirimkan dalam CD dengan file dalam program Microsoft Word.
3. Artikel hasil penelitian memuat:
 Judul
 Nama Penulis
 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
 Kata kunci
 Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar belakang masalah, ringkasan tinjauan pustaka, dan masalah/tujuan penelitian)
 Metode
 Hasil
 Pembahasan
 Kesimpulan dan Saran
 Daftar Pustaka (berisi pustaka yang dirujuk dalam naskah)
4. Artikel hasil kajian analitis-kritis memuat:
 Judul
 Nama Penulis
 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
 Kata kunci
 Pendahuluan (tanpa subjudul)
 Subjudul
 Subjudul
 Subjudul, dst (sesuai kebutuhan)
 Penutup atau kesimpulan dan Saran)
 Daftar Pustaka (berisi pustaka yang dirujuk dalam naskah)
5. Penulis yang artikelnya dimuat wajib memberi kontribusi biaya cetak minimal sebesar Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah).
6. Artikel 2 (dua) eksemplar dan CD-nya dikirimkan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum bulan penerbitan kepada:
JURNAL ILMU PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
d.a. Program Studi PGSD FKIP Universitas Jember
Jl. Kalimantan no. 37 Kampus Tegalboto Jember – 68121
Telp. 0331 334988, Fax . 0331 334988
Homepage: http://www.unej.ac.id
E-mail: jipsd@fkip.unej.ac.id
7. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis. Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapat imbalan berupa nomor bukti pemuatan sebanyak 3 (tiga) eksemplar. Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar