MAKALAH
Pembelajaran
Kapita Selekta Bahasa Indonesia
Diajukan untuk memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah
Kapita Selekta Bahasa Indonesia
DISUSUN OLEH:
DITA
HADAITA 2227093176
VII B PGSD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG
TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tak
lupa pula Sholawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
Makalah ini dibuat dalam rangka
memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Pembelajaran Menulis SD Kelas
Tinggi, dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam profesi keguruan.
Terima kasih kepada Bapak Dr.
Suprani, M.Pd, selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, jika
tidak ada beliau tidak mungkin kami dapat menyusun makalah ini sedemikian rupa
tanpa adanya ilmu dan bimbingan yang telah beliau sampaikan kepada kami.
Harapan
kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini
kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan- masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Serang, Oktober 2015
Penulis
A. JUDUL
PROPOSAL MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA MELALUI TEKNIK
PERMAINAN BAHASA MELENGKAPI CERITA DI SEKOLAH DASAR (Penelitian Tindakan Kelas
pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SD Negeri 2 Pontang)
B. LATAR
BELAKANG MASALAH
Membaca permulaan merupakan tahapan proses
belajar membaca bagi siswa Sekolah Dasar kelas awal. Siswa belajar untuk
memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi
bacaan dengan baik. Oleh karena itu, guru perlu merancang pembelajaran membaca
dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang
menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan
bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak
yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan
kognitif dan sosial anak. Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa
yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
Menurut Muchlisoh (1992:119), empat
aspek keterampilan berbahasa dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :
Keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi
keterampilan membaca dan menyimak.
Keterampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi
keterampilan menulis dan berbicara.
Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi secara lisan dan
tulisan. Kemampuan berkomunikasi yang baik dan benar adalah sesuai degan
konteks waktu, tujuan dan suasana saat komunikasi dilangsungkan. Standar
kompetensi Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan peserta didik yang
mengggambarkan penguasaan pengetahaun keterampilan berbahasa, dan sikap positif
terhadap Bahasa Indonesia. Standar kompetensi yang dimaksud yaitu, peserta
didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan
minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan.
Keterampilan membaca sebagai salah satu
keterampilan berbahasa tulis yang bersifat reseptif perlu dimiliki siswa SD
agar mampu berkomunikasi secara tertulis. Oleh karena itu, peranan pengajaran
Bahasa Indonesia khususnya pengajaran membaca di SD menjadi sangat penting.
Pengajaran Bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar membaca
dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan. Keterampilan
membaca dan menulis, khususnya keterampilan membaca harus segera dikuasai oleh
para siswa di SD karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan
seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti
proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan
kemampuan membaca mereka.
Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik
akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata
pelajaran. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi
yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan
sumber-sumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya, kemajuan belajarnya juga
lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami kesulitan
dalam membaca.
Menurut pandangan “whole language” membaca
tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan
berbahasa yang lain. Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses
pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan
keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang
dimaksud tidak selalu melibatkan keempat keterampilan berbahsa sekaligus,
melainkan dapat hanya menyangakut dua keterampilan saja sepanjang aktivitas
berbahasa yang dilakukan bermakna.
Pembelajaran membaca di SD dilaksanakan sesuai
dengan pembedaan atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran
membaca dan menulis di kelas-kelas awal disebut pelajaran membaca dan menulis
permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut pelajaran membaca dan
menulis lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas rendah Sekolah Dasar
dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan
menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara
mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu
gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan membaca dengan
buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan
pelajaran.
“Tujuan membaca permulaan di kelas rendah
adalah agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar
dan tepat” (Depdikbud, 1994/1995: 4). Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada
tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru
yang mengajar di kelas rendah. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang
strategis dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa. Peranan strategis
tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar,
dan organisator dalam proses pembelajaran. Guru yang berkompetensi tinggi akan
sanggup menyelenggarakan tugas untuk mencerdaskan bangsa, mengembangkan pribadi
manusia Indonesia seutuhnya dan membentuk ilmuwan dan tenaga ahli. Menurut
Badudu (1993: 131) “Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD ialah guru
terlalu banyak menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak,
menulis dan berbicara”.
Kenyataan di lapangan, khususnya di kelas II
SDN Cibogo masih terdapat siswa yang kemampuan membacanya kurang. Hal ini
terbukti dari hasil belajar siswa dalam kemampuan membaca hanya mencapai 50,
sedangkan KKM pelajaran bahasa Indonesia di kelas II SDN Cibogo sebesar 65.
Faktor penyebab dari kemampuan membaca siswa masih kurang, diantaranya
kefasihan dalam membaca kurang lancar, pelafalan, dan intonasi dalam membaca
belum tepat. Selain itu faktor penyebab lain diantaranya minat baca siswa
kurang, bimbingan dari keluarga masih kurang, motivasi yang diberikan kepada
siswa baik dari guru maupun keluarga masih kurang, serta teknik pembelajaran
yang digunakan secara konvensional.
Untuk mengoptimalkan pembelajaran membaca
permulaan di SD salah satu alternatif yang dapat dilakukan ialah melalui permainan
bahasa. Menurut Seto Mulyadi (2006:71) yang dimaksud dengan “Bermain dalam
konteks pembelajaran tidak sekedar bermain-main. Namun, bermain memberikan
kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan emosional, fisik, sosial dan
nalar siswa”. Melalui interkasinya dengan permainan, seorang anak belajar
meningkatkan toleransi mereka terhadap kondisi yang secara potensial dapat
menimbulkan frustrasi. Kegagalan membuat rangkaian sejumlah obyek atau
mengkonstruksi suatu bentuk tertentu dapat menyebabkan anak mengalamai
frustrasi. Dengan mendampingi anak pada saat bermain, pendidik dapat melatih
anak untuk belajar bersabar, mengendalikan diri dan tidak cepat putus asa dalam
mengkonstruksi sesuatu. Bimbingan yang baik bagi anak mengarahkan anak untuk
dapat mengendalikan dirinya kelak di kemudian hari untuk tidak cepat frustrasi
dalam menghadapi permasalahan kelak di kemudian hari.
Secara fisik, bermain memberikan peluang bagi
anak untuk mengembangkan kemampuan motoriknya. Permaian seperti dalam olahraga
mengembangkan kelenturan, kekuatan serta ketahanan otot pada anak. Permaian
dengan kata-kata (mengucapkan kata-kata) merupakan suatu kegiatan melatih otot
organ bicara sehingga kelak pengucapan kata-kata menjadi lebih baik. Diaz, A.
(1992:142) mengemukakan pula bahwa dalam bermain, anak juga belajar
berinteraksi secara sosial, berlatih untuk saling berbagi dengan orang lain,
menignkatkan tolerasi sosial, dan belajar berperan aktif untuk memberikan
kontribusi sosial bagi kelompoknya.
Melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk
mengembangkan kemampuan nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat
permainan anak-anak belajar mengerti dan memahami suatu gejala tertentu.
Kegiatan ini sendiri merupakan suatu proses dinamis di mana seorang anak
memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan landasar dasar
pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan
melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul : MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MEMBACA SISWA MELALUI TEKNIK PERMAINAN BAHASA MELENGKAPI CERITA DI SEKOLAH
DASAR (Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
di Kelas II SD Negeri 2 Pontang).
C. PERUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
Menurut Akhadiah (1991/1992: 31),
“Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II”. Tujuannya adalah
agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi
yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Pembelajaran membaca permulaan
merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan
sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan
tingkatan belajar membaca (learning to read).
Dalam
hal pembelajaran membaca di Sekolah Dasar, kemampuan membaca siswa Kelas II SD
Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya secara umum masih
rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu minat baca siswa,
guru dan metode yang digunakan dalam pembelajaran, bahan bacaan, serta kondisi
perpustakaan sekolah.
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas II SD
Negeri 2 Pontang menyadari bahwa siswanya kurang berminat pada membaca, maka
guru berupaya untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik
permainan bahasa dalam melengkapi cerita yang menekankan pada pemberian
permainan untuk meningkatkan minat siswa dalam membaca.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perumusan masalah dalam
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut :
a.
Bagaimana rencana pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membaca
siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri 2
Pontang?
b.
Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membacasiswa
melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri 2
Pontang?
c.
Bagaimana peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa
melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri 2 Pontang?
3. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah tentang meningkatkan
kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di
Kelas II SD Negeri 2 Pontang, peneliti mengemas dalam suatu kegiatan
kolaboratif PTK, yaitu sebagai berikut :
Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam meningkatkan
kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di
Kelas II SD Negeri 2 Pontang.
Melaksanakan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca
siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri 2
Pontang.
Melakukan pembelajaran bersiklus dalam Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) sebagai upaya berkesinambungan dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa
melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri 2
Pontang.
D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk
mengetahui rencana pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan
membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD
Negeri 2 Pontang.
2. Untuk
mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca
siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri 2
Pontang.
3. Untuk
mengetahui peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa
melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri 2 Pontang.
E. MANFAAT
PENELITIAN
1. Manfaat Teoretis
Secara umum manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan yang terkait digunakannya teknik permainan bahasa melengkapi
cerita untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar.
2. Manfaat Praktis
Secara khusus manfaat dari penelitian ini adalah bermanfaat bagi
siswa, guru, dan peneliti lainnya.
a. Bagi Siswa
1)
Memberikan pengalaman yang sangat berharga dalam hal pengembangan potensi minat
dan bakat melalui pembelajaran yang menyenangkan.
2) Sebagai wahana dan fasilitas
untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa.
3) Memberikan
motivasi untuk gemar belajar bahasa Indonesia, sehingga proses belajar siswa
lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
b. Bagi Guru
1) Untuk
memperoleh gambaran dan menjadikan suatu alternatif teknik pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan membaca siswa.
2)
Menjadikan dorongan untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan dengan
melaksanakan pembelajaran yang bermakna.
3)
Memberikan pengalaman berupa mengatasi permasalahan pembelajaran melalui
pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
c. Bagi peneliti lain
Penelitian ini dapat memotivasi peneliti lain
untuk melakukan penelitian sejenis sehingga dapat menghasilkan beragam teknik
pembelajaran baru dalam membaca khususnya dan dapat meningkatkan mutu
pendidikan pada umumnya.
F. LANDASAN
TEORI
1.
Pembelajaran Membaca
a. Hakikat
Membaca
Menurut Vacca (1991:172), “Membaca adalah proses aktif dari
pikiran yang dilakukan melalui mata terhadap bacaan”. Dalam kegiatan membaca,
pembaca memproses informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna.
Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, karena
membaca tidak hanya untuk memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai alat
untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang. Dengan demikian, anak sejak
kelas awal SD perlu memperoleh latihan membaca dengan baik khususnya membaca
permulaan. Para ahli telah mendefiniskan tentang membaca dan tidak ada kriteria
tertentu untuk menentukan suatu definisi yang dianggap paling benar.
Menurut Harris dan Sipay (1980:10) “Membaca
sebagai suatu kegiatan yang memberikan respon makna secara tepat terhadap
lambang verbal yang tercetak atau tertulis”. Pemahaman atau makna dalam membaca
lahir dari interaksi antara persepsi terhadap simbol grafis dan keterampilan bahasa
serta pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca berusaha menciptakan
kembali makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh penulis dan
tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa yang
dimaksud oleh penulis.
Dilain pihak, Gibbon (1993:70-71) mendefinisikan :
Membaca sebagai proses memperoleh makna dari
cetakan. Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas yang bersifat pasif dan
reseptif saja, melainkan menghendaki pembaca untuk aktif berpikir. Untuk
memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan latar belakang bidang
pengetahuannya, topik, dan pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri. Tanpa
hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca.
Menurut Smith (1985:12) “Dalam kegiatan
membaca terjadi proses pengolahan informasi yang terdiri atas informasi visual
dan informasi nonvisual”. Informasi visual, merupakan informasi yang dapat
diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi nonvisual merupakan
informasi yang sudah ada dalam benak pembaca. Menurut Anderson (1972:211)
“Karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan dia
menggunakan pengalaman itu untuk menafsirkan informasi visual dalam bacaan,
maka isi bacaan itu akan berubah-ubah sesuai dengan pengalaman penafsirannya”.
Pembaca yang telah lancar pada umumnya meramalkan apa yang dibacanya dan
kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdasarkan apa yang terdapat
dalam bacaan. Peramalan dibuat berdasarkan pada tiga kategori sistem yaitu
aspek sistematis, sintaksis dan grafologis.
Menurut Wilson dan Peters (dalam Cleary, 1993:
284) bahwa “Membaca merupakan suatu proses menyusun makna melalui interaksi
dinamis diantara pengetahuan pembaca yang telah ada, informasi yang telah
dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca”.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan
bahwa membaca adalah proses interaksi antara pembaca dengan teks bacaan.
Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan
kompetensi kebahasaannya. Dalam proses pemahaman bacaan tersebut, pembaca pada
umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem semantik, sintaksis,
grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak sesuai
dengan isi bacaan yang diperoleh.
b. Membaca Permulaan
Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah
membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses
penyandian membaca secara mekanikal. Menurut Anderson (1972:209), “Membaca
permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan
decoding”. Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis.
Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual.
Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi
serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan
gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan
proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian
bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.
Menurut Syafi’ie (1999:7), bahwa “Pembaca
mengamati tanda-tanda baca untuk membantu memahami maksud baris-baris tulisan”.
Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui
proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan
kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the word dalam
skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang
tersimpan dalam gudang ingatan.
Menurut La Barge dan Samuels (dalam Downing
and Leong, 1982: 206), bahwa :
Proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu (a)
Visual Memory (VM), (b) Phonological Memory (PM), dan (c) Semantic Memory (SM).
Lambang-lambang fonem tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat.
Proses pembentukan tersebut terjadi pada ketiganya.
Tingkat Visual Memory (VM), huruf, kata dan
kalimat terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat Phonological
Memory (PM) terjadi proses pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam
bentuk kata, dan kalimat. Proses pada tingkat ini bersumber dari Visual Memory
(VM) dan Phonological Memory (PM). Akhirnya pada tingkat Memory (SM) terjadi
proses pemahaman terhadap kata dan kalimat. Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk
memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan
membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi
arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Pada tingkatan membaca
permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang
sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh
keterampilan/kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan
belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat
menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan
membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang
tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna
dalam kemahiran bahasa.
Membaca permulaan merupakan suatu proses
keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan
penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada
penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu
kata atau kalimat.
2. Kemampuan Membaca
Membaca adalah suatu keterampilan yang
kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian
keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Menurut Tarigan (1999:10-11),
“Keterampilan membaca mencakup tiga komponen, yaitu : (1) pengenalan terhadap
aksara serta tanda-tanda baca, (2) korelasi aksara beserta tanda-tanda baca
dengan unsur-unsur linguistik yang formal, dan (3) hubungan lebih lanjut dari
(1) dan (2) dengan makna atau meaning.”
Hubungan lebih lanjut dari (1) dan (2) dengan
makna atau meaning pada hakikatnya merupakan keterampilan intelektual; ini
merupakan kemampuan atau abilitas untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas
kertas melalui unsur-unsur bahasa yang formal, yaitu kata-kata sebagai bunyi,
dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.
Wiryodijoyo (1989:7-10) menyatakan bahwa :
Membaca sebagai keterampilan dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu keterampilan mengenal kata, keterampilan pemahaman, dan keterampilan
belajar. Keterampilan mengenal kata dipelajari di kelas-kelas permulaan sekolah
dasar. Pada pokoknya keterampilan ini berupa keterampilan membaca kata-kata
dasar, keterampilan membaca kata-kata berimbuhan, keterampilan membaca
kata-kata majemuk, keterampilan membaca kelompok kata.
Keterampilan pemahaman merupakan keterampilan
mengembangkan kemampuan bahasa. Secara garis besar keterampilan membaca
diikhtisarkan sebagai berikut. (1) pemahaman sebenarnya, yaitu pemahaman
terhadap keterampilan-keterampilan dasar dan mendapatkan arti dari konteks, (2)
keterampilan menafsirkan, (3) keterampilan evaluasi. Keterampilan belajar pada
“membaca” dikenal sebagai keterampilan fungsional. Pada umumnya membaca pada
pokok masalah tertentu lebih sulit daripada membaca yang dilakukan sehari-hari.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa keterampilan membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks
karena terdiri atas beberapa komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Komponen-komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang saling
melengkapi. Komponen utama yang tercakup dalam keterampilan membaca adalah (1)
pengenalan terhadap aksara, kata-kata, dan tanda baca yang biasanya dipelajari
pada kelas permulaan, dan (2) pemahaman terhadap kata, kelompok kata, dan
kalimat untuk kemudian menafsirkannya sebagai suatu makna.
3. Teknik Permainan Bahasa
Permainan merupakan alat bagi anak untuk
menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan
dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Menurut Semiawan,
(2002:21), bahwa :
Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang
penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Pada permulaan
setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada resiko bagi anak untuk belajar
misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain adalah pengulangan.
Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai
permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh
pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. Melalui permainan anak
dapat menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran misalnya
bermain boneka diumpamakan sebagai adik yang sesungguhnya.
Berkaitan dengan permainan Pellegrini dan
Saracho, 1991 (dalam Wood, 1996:3) permainan memiliki sifat sebagai berikut:
a. Permaianan dimotivasi
secara personal, karena memberi rasa kepuasan.
b. Pemain lebih asyik dengan
aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada tujuannya.
c. Aktivitas permainan dapat
bersifat nonliteral.
d.
Permainan bersifat bebas dari aturan-aturan yang dipaksakan dari luar, dan
aturan-aturan yang ada dapat dimotivasi
oleh para pemainnya.
e. Permainan memerlukan
keterlibatan aktif dari pihak pemainnya.
Menurut Framberg (dalam Berky, 1995)
“Permainan merupakan aktivitas yang bersifat simbolik, yang menghadirkan
kembali realitas dalam bentuk pengandaian misalnya, bagaimana jika, atau apakah
jika yang penuh makna”. Dalam hal ini permainan dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman
menyenangkan atau mengasyikkan, bahkan ketika siswa terlibat dalam permainan
secara serius dan menegangkan sifat sukarela dan motivasi datang dari dalam
diri siswa sendiri secara spontan. Menurut Hidayat (1980:5) “Permainan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya seperangkat peraturan yang eksplisit yang
mesti diindahkan oleh para pemain, (2) adanya tujuan yang harus dicapai pemain
atau tugas yang mesti dilaksanakan”.
Permainan bahasa merupakan perminan untuk
memperoleh kesenangan dan untuk melatih keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca dan menulis). Apabila suatu permainan menimbulkan kesenangan
tetapi tidak memperoleh keterampilan berbahasa tertentu, maka permainan
tersebut bukan permainan bahasa. Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih
keterampilan bahasa tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan
disebut permainan bahasa. Dapat disebut permainan bahasa, apabila suatu
aktivitas tersebut mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih keterampilan
berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).
Setiap permainan bahasa yang dilaksanakan
dalam kegiatan pembelajaran harus secara langsung dapat menunjang tercapainya
tujuan pembelajaran. Anak-anak pada usia 6 – 8 tahun masih memerlukan dunia
permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Pada usia
tersebut, anak-anak mudah merasa jenuh belajar di kelas apabila dijauhkan dari
dunianya yaitu dunia bermain. Permainan hampir tak terpisahkan dengan kehidupan
manusia. Baik bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa semua membutuhkan
permainan. Tentunya dengan jenis dan sifat permainan yang berbeda-beda sesuai
dengan jenis kelamin, bakat dan minat masing-masing. Tujuan utama permainan
bahasa bukan semata-mata untuk memperoleh kesenangan, tetapi untuk belajar
keterampilan berbahasa tertentu misalnya menyimak, berbicara, membaca dan
menulis.
Menurut Dewey (dalam Polito, 1994) bahwa
“Interaksi antara permainan dengan pembelajaran akan memberikan pengalaman
belajar yang sangat penting bagi anak-anak”. Menang dan kalah bukan merupakan
tujuan utama permainan. Dalam setiap permainan terdapat unsur rintangan atau
tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut kadang-kadang berupa masalah
yang harus diselesaikan atau diatasi, kadang pula berupa kompetisi. Maslaah
yang harus diselesaikan itulah dapat melatih keterampilan berbahasa. Alat
permainan baik realistik maupun imajinatif, buatan pabrik maupun alamiah
memiliki peranan yang cukup besar dalam membantu merangsang anak dalam
menggunakan bahasa. Keberadaan alat-alat permainan dapat membantu dan
meningkatkan daya imajinasi anak.
Permainan merupakan alat bagi anak untuk
menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan
dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Bermain bagi anak
memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan
sehari-hari. Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya
dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak
memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain.
4. Penggunaan Teknik Permainan
Bahasa Melengkapi Cerita
Teknik permainan bahasa melengkapi cerita
sebagai salah satu alat pembelajaran yang berupa kartu yang berisi kata yang
digunakan dalam upaya meningkatkan mutu hasil belajar siswa dalam pembelajaran
membaca. Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah dengan
mengurutkan kartu yang berisi kata utama sebuah cerita sehingga sesuai dengan
urutannya dan membentuk sebuah bacaan yang baik. Dengan menggunakan teknik
permainan bahasa melengkapi cerita, siswa diajak bermain sambil belajar.
Artinya, guru membuat suasana yang sedemikian rupa sehingga siswa secara tidak
disadari melakukan kegiatan belajar dalam permainannya. Melalui teknik permainan
bahasa melengkapi cerita ini siswa diajak berkompetisi dengan siswa lainnya
baik secara individu maupun kelompok agar dapat memenangkan permainan. Dalam
kegiatan belajar menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini,
guru hanya bertindak sebagai “juri” atau “wasit” yang menentukan waktu dan
pemenang permainan. Dengan demikian, siswa akan merasa tertantang dan berusaha
supaya mereka dapat memenangkan permainan ini. Guru bertugas sebagai motivator
dan pengarah agar persaingan antar siswa dapat berjalan secara sehat. Artinya,
siswa tidak curang, misalnya dengan melihat pada buku pelajaran, mencontoh
siswa atau kelompok lain, dan sebagainya.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa
penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah salah satu upaya
untuk mengoptimalkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Penggunaan teknik
permainan bahasa melengkapi cerita yang tepat akan dapat mewujudkan harapan
tersebut. Di samping itu, diperlukan pula langkah-langkah pembelajaran yang
tepat yang sesuai dengan penggunaan media pembelajaran yang dipilih. Dengan
kata lain, pemilihan media pembelajaran yang tepat harus disertai dengan
langkah-langkah pembelajaran yang tepat pula. Sebelum melakukan pembelajaran
dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita terlebih dahulu
guru harus mengetahui tahap-tahap pelaksanaan teknik permainan bahasa
melengkapi cerita dalam pembelajaran.
Secara garis besar, tahap-tahap melengkapi
cerita menurut Neni (dalam skripsi, 2008) adalah sebagai berikut:
a. Guru menginformasikan siswa
tentang cara bermain kartu kata dan menetapkan waktu permainan.
b. Guru membagikan kartu kata kepada
siswa secara kelompok.
c.
Siswa secara berkelompok berusaha mengurutkan kartu-kartu tersebut sesuai
dengan urutannya yang tepat, guru mengawasi, memotivasi, dan mengarahkan
kegiatan siswa.
d. Secara perwakilan, siswa
menempelkan hasil kartu kata di papan tulis.
e. Melakukan diskusi kelas
untuk menentukan jawaban kartu kata yang tepat dan pemenang permainan. Kelompok
yang keluar sebagai pemenang dihargai dan dirayakan.
Permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar
yang santai dan menyenangkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk
memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa
dapat melihat sejumlah kata berkali-kali, namun tidak dengan cara yang
membosankan. Guru perlu banyak memberikan sanjungan dan semangat. Hindari kesan
bahwa siswa melakukan kegagalan. Jika permainan sukar dilakukan oleh siswa,
maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan berhasil dalam belajar.
Salah satu teknik permainan bahasa melengkapi cerita, pada kartu
yang panjang tertulis kalimat dengan satu kata hilang. Pada kartu tersebut
diberi celah untuk kata-kata yang hilang. Kemudian membuat kartu kata yang
cocok dengan celah itu. Cara membuatnya, sebuah kalimat ditulis diatas kartu
panjang dengan satu kata dihilangkan. Pada kata yang dihilangkan tersebut
dilubangi untuk menyelipkan kartu yang cocok untuk melengkapi kalimat. Kemudian
membuat kartu-kartu kata yang salah satunya cocok untuk celah pada kartu
kalimat. Proses pembelajarannya, satu atau dua orang membaca kalimat dan
mencocokkan kartu-kartu kata dalam spasi yang kosong. Kemudian siswa
menyelipkan kartu kata yang cocok pada celah kartu kalimat untuk melengkapi
cerita tersebut.
Dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan teknik permainan
bahasa melengkapi cerita di atas, siswa diarahkan untuk dapat mengorganisir
daya nalarnya tentang suatu cerita atau alur secara tepat. Hal tersebut
diharapkan dapat menambah pemahaman siswa tentang membaca cerita daripada guru
menerangkan teknik dan cara membaca dari awal hingga akhir pelajaran. Dalam hal
ini, siswa secara aktif dapat menyimpulkan sendiri materi pelajaran tersebut.
Beberapa kelebihan media pembelajaran kartu bercerita, menurut
Neni (dalam skripsi, 2008) di antaranya sebagai berikut :
a.
Siswa lebih aktif dalam berpikir dan mengolah sendiri informasi yang diberikan
dengan kadar proses mental yang lebih tinggi.
b.
Kegiatan belajar lebih banyak bersifat membimbing dan memberikan kebebasan
belajar kepada siswa.
c.
Pembentukan semangat kebersamaan, kerja sama, dan saling menghargai pendapat
sesama anggota dalam kelompok.
d. Siswa lebih dikenalkan pada
kompetisi yang sehat dalam mencapai tujuan.
e. Menambah tingkat
penghargaan pada diri siswa maupun kelompok.
f.
Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar
dan tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.
g. Dapat
menghindarkan cara belajar tradisional, yaitu cara belajar yang memusatkan guru
sebagai sumber belajar.
h. Dapat memperkaya dan memperdalam
materi yang dipelajari sehingga tahan lama dalam ingatan.
Informasi/materi pelajaran yang diolah dan
ditemukan sendiri biasanya akan lebih kaya, dalam, dan tahan lama dalam ingatan
siswa dibandingkan dengan informasi yang diberikan oleh orang lain (guru). Hal
ini beralasan karena siswa mengalami secara langsung proses terjadinya
informasi itu. Teknik permainan bahasa melengkapi cerita menuntut siswa untuk
mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teknik
permainan bahasa melengkapi cerita dapat memperkaya dan memperdalam materi yang
dipelajari, sehingga lebih tahan lama dalam ingatan siswa.
5. Pembelajaran Meningkatkan
Kemampuan Membaca dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi
Cerita
a. Perencanaan Pembelajaran
Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa
Melengkapi Cerita
Perencenaan menurut Hadari Nawawi (1982 : 16)
adalah “Menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan
pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”. Sedangkan pembelajaran
menurut Mulyani Sumantri (1988 : 95) adalah “Suatu cara bagaimana mempersiapkan
pengalaman belajar bagi peserta didik”. Merujuk pada pemahaman diatas,
perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi
pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode
pembelajaran dan penilaian dalam alokasi waktu tertentu untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
Kaitannya dengan pembelajaran meningkatkan
kemampuan membaca dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita
ini, perencanaan yang diteliti terfokus pada rencana pelaksanaan pembelajaran.
Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah bentuk rencana pembelajaran yang
spesifik pada setiap temuan pembelajaran.
Dalam membagi perencanaan pembelajaran harus
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Ilmiah, 2) Relevan, 3)
Sistematis, 4) Konsisten, 5)Memadai, 6) Aktual dan Kontekstual, 7) Fleksibel,
dan 8) Menyeluruh. Secara umum, ciri-ciri Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang baik adalah sebagai berikut :
1)
Memuat aktivitas proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru yang
akan menjadi pengalaman belajar bagi siswa.
2) Langkah-langkah pembelajaran
disusun secara sistematis agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.
3)
Langkah-langkah pembelajaran disusun serinci mungkin, sehingga apabila RPP
digunakan oleh guru lain (misalnya, ketika guru mata pelajaran tidak hadir),
mudah dipahami dan tidak menimbulkan penafsiran ganda.
Langkah-langkah penyusunan RPP:
1)
Mencantumkan Identitas
Identitas RPP terdiri dari :
a) Nama Sekolah
b) Mata Pelajaran
c) Kelas/Semester
d) Standar Kompetensi
RPP disusun untuk satu standar kompetensi
Rumuskan Standar Kompetensi (SK) dari setiap
mata pelajaran yang didasarkan pada tujuan akhir dari mata pelajaran tersebut.
Tuliskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang
meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (lihat pada lampiran daftar
kata kerja operasional).
e) Kompetensi Dasar
(1) Jabarkan SK yang telah
dirumuskan menjadi beberapa KD untuk memudahkan pencapaian dan pengukukurannya.
Tuliskan dengan kata kerja operasional seperti pada SK yang meliputi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bila perlu gunakan kata kerja yang paling
tinggi tingkatannya dalam ranah yang terkait.
(2) Bilamana perlu dan masih dianggap relevan, dapat
menambahkan beberapa KD lagi.
f) Indikator
Indikator merupakan :
(1) Penanda pencapaian
kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang
mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
(2) Dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta
didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.
(3) Rumusannya menggunakan kata kerja operasional yang
terukur dan/atau dapat diobservasi.
(4) Digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat
penilaian.
(5) Disusun dengan kalimat
operasional (dapat diukur) berisi komponen ABCD (Audience = Siswa, Behavior =
Perilaku, Competency = Kompetensi dan Degree = Peringkat / ukuran).
Catatan : SK – KD- Indikator adalah suatu alur pikir
yang saling terikat tidak dapat dipisahkan.
g) Alokasi Waktu
Jumlah waktu yang dibutuhkan oleh pengajar dan
peserta didik untuk menyelesaikan setiap langkah pada urutan Tahap Pembelajaran
yaitu Pendahuluan, Penyajian, dan Penutup.
2)
Mencantumkan Tujuan Pembelajaran
Penetapan tujuan pembelajaran mengacu pada
indikator dan pengalaman belajar siswa. Bila pembelajaran dilakukan lebih dari
1 (satu) pertemuan, ada baiknya tujuan pembelajaran jangan dibedakan menurut
waktu pertemuan sehingga target-target yang akan dicapai tiap pembelajaran
jelas kelihatan.
3)
Mencantumkan Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah materi yang
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran dan indikator. Materi dikutip dari
materi pokok yang ada dalam silabus materi pokok tersebut. Kemudian
dikembangkan menjadi beberapa uraian materi. Untuk memudahkan penetapan uraian
materi dapat mengacu dari indikator.
4)
Mencantumkan Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai
metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran,
bergantung pada karakteristik pendekatan dan / atau strategi yang dipilih.
Karena itu pada bagian ini dicantumkan pendekatan pembelajaran dan
metode-metode yang diintegrasikan dalam satu pengalaman belajar siswa.
5)
Mencantumkan Langkah-langkah Pembelajaran
Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus
dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan.pada dasarnya,
langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan / pembuka, kegiatan
inti dan kegiatan penutup.
Langkah-langkah standar yang harus dipenuhi pada setiap unsur
kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut :
a) Kegiatan Pendahuluan
(1) Orientasi
Memusatkan perhatian siswa terhadap materi
yang dibelajarkan. Dapat dilakukan dengan menunjukkan benda yang menarik,
memberikan ilustrasi, membaca berita di surat kabar dan sebagainya.
(2) Apersepsi
Memberikan persepsi awal kepada siswa tentang
materi yang akan diajarkan.
(3) Motivasi
Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari
materi yang akan dipelajari.
(4) Pemberian Acuan
Biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang
akan dipelajari. Acuan dapat berupa penjelasan materi pokok dari uraian materi
pelajaran secara garis besar.
(5) Pembagian Kelompok belajar dan penjelasan
mekanisme pelaksanaan-pelaksanaan belajar. (sesuai dengan rencana
pembelajaran).
b) Kegiatan Inti
Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui
siswa untuk dapat menkonstruksi ilmu sesuai dengan skemata (Frame Work) masing-masing.
Langkah-langkah tersebut disusun sedemikian rupa agar siswa dapat menunjukkan
perubahan perilaku sebagaimana dituangkan pada tujuan pembelajaran dan
indikator.
c) Kegiatan Penutup
(1) Guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman
/simpulan.
(2) Guru memeriksa hasil belajar siswa.
(3) Memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran.
6) Mencantumkan Sumber Belajar
Tuliskan sumber belajar yang akan digunakan
(didasarkan pada relevansi, konsistensi, dan edukuasi). Adapun yang dimaksud
sumber belajar adalah buku-buku rujukan atau referensi berupa buku teks,
jurnal, laporan penelitian atau bahan ajar lainnya. Sumber belajar juga dapat
berupa manusia, misalnya dosen, peserta didik atau obyek lainnya tempat asal
informasi diperoleh, atau sebagai nara sumber.
7) Mencantumkan Penilaian
Tentukan teknik penilaian yang dapat digunakan
untuk mencapai KD. Sebaiknya penyusunan alat penilaian didasarkan
pada indikator indikator yang telah dirumuskan, sehingga alat penilaian
tersebut betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Alat penilaian dapat
berupa tes lisan atau tertulis, chek list, tagihan yang dapat berupa laporan,
resume materi dan lain-lain.
Perencanaan pembelajaran meningkatkan
kemampuan membaca dengan teknik permainan bahasa melengkapi cerita tertuang
dalam sebuah rencana pembelajaran. Penggunaan teknik permainan bahasa
melengkapi cerita adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan keaktifan dan
prestasi belajar siswa. Melalui teknk permainan bahasa melengkapi cerita ini.
Siswa diajak berkompetisi dengan siswa lainnya secara individu maupun kelompok
agar dapat memenangkan permainan. Guru bertugas sebagai motivator, fasilitator
dan pengarah agar persaingan antar siswa dapat berjalan secara sehat, sedang
siswa aktif dalam pembelajaran.
Standar kompetensi dan Kompetensi dasar yang
akan dicapai dalam penelitian ini adalah “Memahami ragam wacana tulis dengan
membaca nyaring dan membaca dalam hati” dengan kompetensi dasar “Membaca
nyaring teks (15-20 kalimat) dengan memperhatikan lafal dan intonasi yang
tepat”. (Depdiknas, 2006 : 25).
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa
Melengkapi Cerita
Pelaksanaan pembelajaran meningkatkan
kemampuan membaca dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita
dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan menyenangkan. Siswa
dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan.
Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata-kata
berkali-kali namun tidak dengan cara yang membosankan.
Pada pelaksanaan pembelajaran menggunakan
teknik permainan bahasa melengkapi cerita, siswa diarahkan untuk dapat
mengorganisir daya nalarnya tentang suatu cerita atau alur yang tepat.hal
tersebut diharapkan dapat menambah pemahaman siswa tentang membaca, karena
siswa melihat sejumlah kata berkali-kali untuk melengkapi teks cerita yang
kata-katanya telah ditanggalkan dengan kata-kata yang tepat.
Kegiatan pembelajaran Pembelajaran Meningkatkan
Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita
dapat dari gambaran pembelajaran berikut :
1) Siswa dibagi menjadi beberapa
kelompok.
2) Siswa menyimak cerita pendek yang
dibacakan oleh guru.
3) Guru bersama siswa melakukan
tanya jawab cerita pendek yang telah dibaca.
4) Guru
menyiapkan alat pembelajaran yaitu teks cerita pendek yang belum lengkap yang
ditulis dalam karton dengan jumlah sesuai dengan kelompok belajar dan
menempelkannya di depan kelas.
5) Guru menjelaskan cara
permainan melengkapi cerita.
6)
Secara berkelompok siswa melakukan permaianan bahasa yaitu melengkapi cerita
dengan kata-kata yang tepat dengan kartu kata yang telah disediakan guru.
7)
Pengumuman hasil permainan, kelompok yang berhasil melengkapi cerita dengan
waktu cepat mendapatkan reward dan kelompok yang menyelesaikan dengan waktu
yang lama mendapatkan sanksi.
8)
Setelah melakukan permaianan bahasa melengkapi cerita, siswa membaca teks
cerita pendek tersebut dengan lafal dan intonasi yang tepat.
c. Peningkatan Hasil
Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Teknik Permainan
Bahasa Melengkapi Cerita
Hasil dari pembelajaran meningkatkan kemampuan
membaca dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah
berupa peningkatan kemampuan siswa dalam membaca. Setelah siswa melaksanakan
pembelajaran membaca dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi
cerita ini diharapkan siswa dapat membaca dengan fasih serta menggunakan lafal
dan intonasi yang tepat.
Standar diketahuinya peningkatan kemampuan
pada siswa kelas II Sekolah Dasar. Cara untuk mengetahui adanya peningkatan
kemampuan anak dalam membaca dapat diketahui dengan menilai :
1) Kefasihan dalam membaca lancar,
kurang lancar, atau tidak lancar.
2) Pelafalan dalam membaca tepat,
kurang tepat atau tidak tepat.
3) Intonasi dalam membaca tepat,
kurang tepat atau tidak tepat.
Pemilihan aspek-aspek tersebut berdasarkan
pada tuntutan kurikulum yang tercantum dalam kompetensi dasar yang harus
dikuasai oleh siswa setelah pembelajaran berlangsung. Pada kompetensi dasar
tercantum bahwa siswa harus dapat memebaca nyaring dengan lafal dan intonasi
yang tepat.
G. KERANGKA BERPIKIR
Belajar konstruktivisme mengisyaratkan bahwa
guru tidak memompakan pengetahuan ke dalam kepala pebelajar, melainkan
pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog yang ditandai oleh suasana belajar
yang bercirikan pengalaman dua sisi. Menurut Semiawan (2002:5), bahwa “Penekanan
bukan pada kuantitas materi, melainkan pada upaya agar siswa mampu menggunakan
otaknya secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif
belaka, melainkan oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif”. Dengan
demikian proses belajar membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan
siswa. Dalam hal ini guru tidak hanya sekedar melaksanakan apa yang ada dalam
kurikulum, melainkan harus dapat menginterpretasi dan mengembangakan kurikulum
menjadi bentuk pembelajaran yang menarik. Menurut Rubin (dalam Rofi’uddin,
2003:52), “Pembelajaran dapat menarik apabila guru memiliki kreativitas dengan
memasukkan aktivitas permainan ke dalam aktivtas belajar siswa”.
Metode dapat berarti cara yang dianggap
efisien yang digunakan guru untuk menyampaikan mata pelajaran agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan efektif. Menurut Nana Sudjana (1997:24),
menyatakan :
Metode pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
permaianan yaitu suatu pembelajaran yang dilakukan dengan mengaktifkan siswa
menggunakan alat peraga atau sesuai dengan kreatifitas guru sehingga
menghasilkan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Aspek-aspek yang berhubungan dengan metode
permainan diantaranya yaitu: pengamatan, menafsir, menerapkan, dan
mengkomunikasikan pembelajaran dengan permainan. Menurut Nana Sudjana
(1997:28), karakteristik metode permainan sebagai berikut :
1. Lebih banyak mengaktifkan siswa.
2. Banyak menggunakan media/alat
peraga, baik media asli maupun media yang lain.
3. Membutuhkan kreatifitas guru.
4. Membutuhkan waktu yang lama.
5. Dapat memotivasi siswa dalam
pembelajaran.
6. Dapat menciptakan pemahaman siswa
dan daya ingat siswa tidak akan mudah hilang.
Penggunaan bentuk-bentuk permainan dalam
pembelajaran akan memberi iklim yang menyenangkan dalam proses belajar,
sehingga siswa akan belajar seolah-olah proses belajar siswa dilakukan tanpa
adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan. Selain itu,
dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai tersebut,
sel-sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap informasi,
dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi pelajaran
dapat disimpan terus dalam ingatan jangka panjang.
Permainan dapat menjadi kekuatan yang
memberikan konteks pembelajaran dan perkembangan masa kanak-kanak awal. Untuk
itu, perlu diperhatikan struktur dan isi kurikulum sehingga guru dapat
membangun kerangka pedagogis bagi permainan. Menurut Wood (1996:87), struktur
kurikulum terdiri atas.
1. Perencanaan yang mencakup
penetapan sasaran dan tujuan.
2. Pengorganisasian, dengan
mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan peran orang dewasa.
3. Pelaksanaan, yang mencakup aktivitas
dan perencanaan, pembelajaran yang diinginkan.
4. Assesmen dan evaluasi yang
meliputi alur umpan balik pada perencanaan.
Menurut Rose and Roe (1990), “Dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi pembelajaran
dengan menggunakan kartu berseri (flash card)”. Kartu-kartu berseri tersebut
dapat berupa kartu bergambar, kartu huruf, kartu kata, dan kartu kalimat. Dalam
pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan strategi bermain dengan
memanfaatkan kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai
media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun kata
dalam menyelesaikan sebuah kalimat yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal
yang dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun kata ini adalah
keterampilan mengeja suatu kata. Dalam pembelajaran membaca teknis menurut
Mackey (dalam Rofi’uddin, 2003:44), bahwa :
Guru dapat menggunakan strategi permainan
membaca, misalnya cocokkan kartu, ucapkan kata itu, temukan kata itu, kontes ucapan,
temukan kalimat itu, baca dan berbuat dan sebagainya. Kartu-kartu kata maupun
kalimat digunakan sebagai media dalam permainan kontes ucapan. Para siswa
diajak bermain dengan mengucapkan atau melafalkan kata-kata yang tertulis pada
kartu kata. Pelafalan kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan
kalimat bahasa Indonesia. Yang dipentingkan dalam latihan ini adalah melatih
siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa (vokal, konsonan, dialog, dan cluster)
sesuai dengan daerah artikulasinya.
Untuk memilih dan menentukan jenis permainan
dalam pembelajaran membaca permulaan di kelas, guru perlu mempertimbangkan
tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan kondisi siswa maupun sekolah.
Dalam tujuan pembelajaran, guru dapat mengembangkan salah satu aspek kognitif,
psikomotor atau sosial atau memadukan berbagai aspek tersebut. Guru juga perlu
mempertimbangkan materi pembelajaran, karena bentuk permainan tertentu cocok
untuk materi tertentu. Misalnya, untuk kemampuan membaca siswa guru dapat
menyediakan jenis permainan kartu kata, karena dengan permainan ini dapat
mendorong membaca dengan melakukan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.
H. ANGGAPAN DASAR
Anggapan dasar yang dijadikan peneliti dengan
berlandaskan pada asumsi (anggapan) dasar sebagai berikut :
1.
Teknik pembelajaran yang cocok dengan
karakteristik-karakteristik siswa dalam membaca siswa adalah teknik permainan
bahasa.
2.
Teknik
permainan bahasa melengkapi cerita dalam pembelajaran Bahasa Indonesia akan
membuat pembelajaran lebih efektif.
I.
HIPOTESIS TINDAKAN
Menurut Nazir (2005:151)
“Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang
kebenarannya harus diuji secara empiris”. Sedangkan menurut Nasution
(2004:38) adalah “Pernyataan tentative yang merupakan dugaan atau terkaan
tentang apa saja yang kita amati alam usaha untuk memahaminya”.
Berdasarkan masalah yang diuraikan dalam latar
belakang masalah dan rencana pemecahan masalah, maka hipotesis tindakan secara
umum dirumuskan sebagai berikut “Apabila guru dapat merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi pembelajaran secara efektif dengan menggunakan teknik
permainan bahasa melengkapi cerita pada pembelajaran membaca mata pelajaran
Bahasa Indonesia, maka kemampuan membaca siswa dapat meningkat”.
J. METODE
PENELITIAN
1. Model PTK
Metode yang akan digunakan dalam penelitian
adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK) model Kemmis dan Mc.Taggart.
Pertimbangan yang mendasari penelitian metode ini, karena langkah-langkah
penelitian cukup sederhana, sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh
peneliti. Dengan kata lain, model dan teknik PTK tidak bersifat kaku, sehingga
sesuai dengan kemampuan peneliti dan alokasi waktu yang tersedia.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki
potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila
diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik dan
benar disini berarti pihak yang terlibat (guru) mencoba dengan sadar
mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah
pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat
memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat
mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya.
PTK model Kemmis dan Mc.Taggart pada hakikatnya
terdiri dari empat tahap dalam tiap siklus, yaitu perencanaan tindakan dalam
bentuk pembelajaran dan sekaligus observasi, analisis dan refleksi yang dapat
diulang sebagai siklus. Refleksi dalam rangka memecahkan masalah. Pada dasarnya
dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh guru
harus diawali dulu dengan suatu tahapan pra penelitian tindakan kelas yang
meliputi : Identifikasi masalah, analisis masalah dan rumusan hipotesis
tindakan. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas ini sangat esensial untuk
dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan selesai disusun.
2. Setting Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan
dilaksanakan di SDN Cibogo yang beralamat di Kp. Cibogo, Ds. Janggala, Kec. Sukaraja,
Kab. Tasikmalaya 46183. Alasannya karena kepala sekolah mengizinkan untuk
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia. Selain itu lokasi tersebut dekat dengan tempat tinggal
penulis dan sekaligus sebagai tempat mengajar peneliti.
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini aalah siswa kelas II
SDN. Cibogo dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang terdiri dari 19 orang siswa
laki-laki dan 13 siswa perempuan. Selain siswa yang dijadikan subjek penelitian,
termasuk guru kelas II, dalam hal ini guru yang dijadikan subjek penelitian dan
sekaligus sebagai observer.
c. Definisi Operasional
Variabel
Variabel penelitian dalam PTK terdiri dari
variabel input, variabel proses dan variabel output. Variabel-variabel tersebut
dirumuskan sebagai berikut :
1.
Variabel input, yaitu pertama pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia tentang membaca siswa sebelum diberikan tindakan
pembelajaran dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.
Kedua, kemampuan awal guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
membaca siswa sebelum diberikan tindakan pembelajaran dengan penggunaan teknik
permainan bahasa melengkapi cerita.
2.
Variabel proses, yaitu serangkaian tindakan
guru dan pembelajaran dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi
cerita, termasuk didalamnya tindakan-tindakan khusus yang dilakukan guru untuk
memfasilitasi siswa dalam meningkatkan kemampun membaca siswa. Melalui unjuk
kinerja memperagakan atau menggunakan alat dan media pembelajaran dengan maksud
meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi membaca dan membentuk
mengaktifkan siswa untuk belajar dalam kelas.
3.
Variabel output dalam tindakan penelitian ini
adalah pertama, peningkatkan penguasaan guru dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.
Kedua, peningkatan hasil pembelajaran membaca siswa setelah serangkaian
tindakan yang efektif.
d. Definisi Konseptual
1) Membaca
Menurut Vacca (1991: 172) “Membaca adalah
proses aktif dari pikiran yang dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam
kegiatan membaca, pembaca memroses informasi dari teks yang dibaca untuk
memperoleh makna”.
2) Kemampuan Membaca
Menurut Widyamartaya (1992:10), “Kemampuan
membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks karena terdiri atas beberapa
komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut
membentuk satu kesatuan yang saling melengkapi”.
3) Teknik Permainan Bahasa
Permainan bahasa merupakan perminan untuk
memperoleh kesenangan dan untuk melatih keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca dan menulis). Dapat disebut permainan bahasa, apabila suatu
aktivitas tersebut mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih keterampilan
berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).
4) Teknik Permainan Bahasa
Melengkapi Cerita
Teknik permainan melengkapi cerita, yaitu
dengan langkah permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar
yang santai dan menyenagkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk
memberikan tanggapan dan keputusan.
e. Fokus Tindakan
1) Kinerja Guru
a.
Meningkatkan kemampuan guru membuat rencana
pembelajaran membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita.
b.
Meningkatkan kemampuan guru mengelola
pembelajaran terutama dalam hal memfungsikan teknik permainan bahasa melengkapi
cerita.
c.
Meningkatkan kemampuan guru mengelola
pembelajaran terutama dalam hal meningkatkan kemampuan membaca siswa.
2) Aktifitas dan Hasil Belajar Siswa
a.
Meningkatkan respon dan keberanian siswa untuk
bertanya dalam pembelajaran membaca.
b.
Meningkatkan hasil belajar siswa pada
pembelajaran membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita.
3) Prosedur Penelitian
a. Orientasi dan Identifikasi
Masalah
Pada tahap ini peneliti mengorientasi dan
mengidentifikasi masalah yang merupakan tahap awal dalam kegiatan penelitian.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut :
1.
Melakukan kegiatan orientasi tahap program
pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas II Semester 2
2.
Melakukan kegiatan orientasi dengan penelitian
terfokus dalam menganalisis perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas
II SDN 2 Pontang.
3.
Melakukan kegiatan orientasi dan identifikasi
tahap kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia
dalam aspek pembelajaran membaca.
4.
Melakukan kegiatan orientasi dan identifikasi
tahap kemampuan siswa dalam pembelajaran.
5.
Melakukan kegiatan orientasi tahap fasilitas
sekolah yang menunjang terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia pada aspek
membaca di kelas II SDN Cibogo pada tahun-tahun sebelumnya.
c.
Perencanaan Tindakan Penelitian
1.
Penentuan waktu yang tepat untuk melaksanakan
penelitian dengan melihat program dan jadwal pelajaran yang telah dibuat oleh
guru.
2.
Penentuan siklus tindakan penelitian, siklus
tindakan penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus, sebagaimana dijelaskan di atas
bahwa jenis PTK yang akan digunakan oleh model Kemmis dan Mc. Taggart.
3.
Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dan skenario pembelajaran yang memfokuskan pada aspek kemampuan siswa
yang perlu ditingkatkan dalam membaca.
4.
Mempersiapkan fasilitas dan sarana yang akan
digunakan didalam kelas.
5.
Penetapan instrumen tindakan penelitian dan
observasi pembelajaran, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
tindakan penelitian ini adalah tes dan observasi.
d.
Pelakasanaan tindakan penelitian
1.
Tindakan Pembelajaran Siklus I
a.
Menyusun perencanaan pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia pada materi membaca, berdasarkan hasil refleksi pada
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo terhadap
pengalaman.
b.
Melaksanakan proses pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia pada materi membaca, dengan penggunaan teknik permainan bahasa
melengkapi cerita di Kelas II SDN Cibogo.
c.
Merefleksi pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia pada materi membaca di Kelas II SDN Cibogo. Hasil refleksi siklus
pembelajaran I dijadikan bahan bagi tindakan pembelajaran pada siklus selanjutnya.
2.
Tindakan Pembelajaran Siklus II
a.
Menyusun perencanaan pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo pada materi membaca untuk siklus II
berdasarkan hasil refleksi pada pembelajaran siklus I.
b.
Melaksanakan proses pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo pada materi membaca siklus II,
berdasarkan hasil refleksi dan upaya perbaikan terhadap pembelajaran siklus I.
c.
Refleksi hasil pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia pada materi membaca pada pembelajaran siklus II serta mengevaluasi
hasil tindakan keseluruhan.
d.
Mengadakan refleksi dan riview secara
keseluruhan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Data utama yang akan dikumpulkan serta cara
pengumpulan data selama pelaksanaan PTK diuraikan sebagai berikut :
a.
Teknik tes dilakukan pada akhir pembelajaran
dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana kemamapuan membaca siswa terhadap
materi pembelajaran setelah dilakukan tindakan. Tes ini dilengkapi dengan
format penilaian yang disesuaikan dengan kompetensi yang ingin diraih setelah
pembelajaran.
b.
Observasi dalam kegiatan belajar mengajar
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran, baik bersifat umum, maupun
khusus yang berkenaan dengan aspek-aspek proses pendekatan yang dikembangkan.
Aspek yang di observasi diantaranya ialah aktivitas siswa dalam belajar dan
aktifitas guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data hasil penelitian menggunakan
teknik analisi deskriptif kualitatif. Teknik analisi deskriptif digunakan untuk
menjelaskan seluruh rangkaian peneltian mulai dari perencanaan sampai tahap
refleksi, juga dengan daur dan hasil penelitian. Analisis dilakukan pada setiap
siklus pembelajaran dengan menggunakan tahapan sebagai berikut :
a.
Pengumpulan data hasil Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) tentang meningkatkan kemampuan membaca siswa di Kelas II SDN Cibogo
Kecamatan Sukaraja tentang kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran.
b.
Pengelompkan data, kinerja siswa, kinerja
guru, dan peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia pada materi membaca di Kelas II SDN Cibogo.
c.
Interpretasi dan refleksi data, berdasarkan
tingkatan pencapaian, misalnya: baik, sedang atau kurang.
d.
Rekomendasi dan tindakan lanjut ditentukan
berdasarkan hasil refleksi data, apakah perlu atau tidak diadakan siklus
pembelajaran berikutnya.
6. Kriteria Keberhasilan
Kriteria keberhasilan siswa pada pembelajaran
membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita sebagai berikut
:
a.
Kemampuan guru dalam membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui
teknik permainan bahasa melengkapi cerita minimal mencapai rata-rata 75%.
b.
Kemampuan guru dalam proses pelaksanaan
pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan
bahasa melengkapi cerita minimal mencapai rata-rata 75 %
c.
Hasil belajar siswa dalam kemampuan membaca
melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita mencapai KKM sebesar 70.
K. JADWAL PENELITIAN
Jadwal penelitian ini selama 6 bulan mulai
dari bulan Desember 2009 – Mei 2010, dengan jadwal penelitian sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, R. C. (1972). Language Skills in Elementary Education.
New York:Macmillan Publishing Co, Inc.
Badudu. J. S. (1993). Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah
Menengah: Tinjauan dari Masa ke Masa, Bambang Kaswanti Purwo (ed), Pelba 6.
Yogyakarta: Kanasius.
Baradja, M. F. (1990). Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang:
IKIP Malang.
Cleary, Linda Miller dan Michael D. Linn. (1993). Linguistics For
Teachers. New York: Mc Graw-Hill.
Dworetzky, John. P. (1990). Introduction to Child Development. New
York: West Publishing Company.
Depdikbud Dikti. (1985). Pengajaran Membaca. Jakarta: Depdikbud
Dikti
Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia
SD. Jakarta: Depdikbud.
Goodman, Kenneth. (1988). The Reading Process. Dalam Carrell,
Patricia L; Devine, Joanne; & Eskey, David E (eds). Interactive Approaches
to Second Language Reading. Cambridge University Press.
Gibbons, Paulina. (1993). Learning to Learn in a Second Language.
Australia: Heinemann Portmourth NH.
Hatimah, Ihat, dkk. (2007), Penelitian Pendidikan. Bandung : UPI
Press.
www.unimed.ac.id/sertifikasi/panduan_penyusunan_rpp.doc
lpp.uns.ac.id/.../PANDUAN%20SILABUS%20DAN%20RPP.pdf
Muchlisoh. (1992). Materi Pokok Bahasa Indonesia 3. Jakarta:
Depdikbud.
Nana, Sudjana. (1997). Media Pengajaran. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Neni. (2008). Penggunaan Media Pembelajaran Melengkapi Cerita
Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas V SD Negeri 2
Kenanga Kabupaten Cirebon, PGSD Kampus Sumedang.
Pollit, Theodora. (1994). How Play and Work are Organized in
Kindergarten Classroom. Journal of Research in Childhood Education. Vol. 9 No.
1.
Root, Betty. (1995). Membantu Putra Anda Belajar Membaca. Jakarta:
Periplus.
Suyatno. (2004). Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya:
SIC.
Syafi’ie, Imam. (1996). Terampil Berbahasa Indonesia 1: Petunjuk
Guru Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar