Minggu, 03 Januari 2016

Paradigma Tauhid



MAKALAH
PARADIGMA TAUHID
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama

DISUSUN OLEH:
Kelompok 1
DITA HADAITA                                                       2227093176
RATU LARAS FARACHDZIBA SYAM                 2227150053
HANI VIVIANI                                                         2227150061
SITI MARIYAM                                                        2227150066

I B - PGSD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tak lupa pula Sholawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
            Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi Tugas harian mata kulaih Pendidikan Agama Islam, dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam profesi keguruan.
            Terima kasih kepada Ibu Dra. Istinganatul Ngulwiyah, M.Pd selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, jika tidak ada beliau tidak mungkin kami dapat menyusun makalah ini sedemikian rupa tanpa adanya ilmu dan bimbingan yang telah beliau sampaikan kepada kami.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan- masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
                                   
                                                                                                            Serang,   September 2015



                                                                                                                        Penulis


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.............................................................................................................     i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................     ii
BAB I
Pendahuluan......................................................................................................................     iii
BAB ll
Paradigma Tauhid..............................................................................................................    1
Ø  Logika Tauhid.........................................................................................................     1
Ø  Tuhan Yang Maha Esa...........................................................................................     2
Ø  Visi Kemakmuran Tauhid Rububiyah.....................................................................     3
Ø  Misi Pembebasan Tauhid Uluhiyah.......................................................................     7
Ø  Peradaban Tauhid Mulkiyah..................................................................................     8
Ø  Spiritualitas Masyarakat Beradab..........................................................................    9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................    10







BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pendidikan agama terdiri atas dua kata, yaitu “pendidikan “ dan “agama”. Kata pendidikan secara etimologi berasal dari kata didik yang berarti proses mendewasakan manusia melalui pendidikan dan latihan. Istilah pendidikan ini semula berasal dari kata atau bahasa yunani, yaitu paedagogie yang berarti pengembangan.
Disini akan membahas pendidikan agama islam di kalangan peserta didik. Pendidikan Agama Islam di sekolah umum pada saat ini begitu kurang, oleh karena itu pendidikan agama islam ini perlu ditingkatkan untuk bisa menciptakan insan muda yang memiliki akhlak dan budi pekerti serta berperilaku baik. Jadi bisa kita simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha secara sadar yang dilakukan seseorang dengan sengaja untuk menyiapkan peserta didik menuju kedewasaan, berkecakapan tinggi.

B.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat disimpulkan:
1.      Pengertian pendidikan agama islam
2.      Penerapan agama mengenai Paradigma Tauhid

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah selain untuk menambah pengetahuan bagi pembaca, diharapkan pula pembaca mengetahui perkembangan agama di Indonesia.






BAB ll
PARADIGMA TAUHID
@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ   ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ   öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ   öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ
Katakanlah: “Dia-lah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas [112]: 1-4)
Inti ajaran agama Islam adalah tauhid: mengesakan Allah dengan menegaskan sifat wahdaniyah: tiada sekutu bagi-Nya, dan tiada sekutu yang semisal dengan-Nya. Dan ajaran tauhid tersebut bermuara pada sikap pasrah dalam ketundukkan yang tulus hanya kepada Allah sesuai ajaran dan teladan Rasulullah. Tauhid mengajarkan kita tentang kesatuan akidah dengan ikrar yang sama: Aku rela Allah Tuhanku, Islam agamaku, Muhammad Nabiku, Al-Qur’an pedomanku, dan Ka’bah kiblatku. Apa pun jenis kelaminnya, warna kulit, bahasa, etnis, dan suku bangsanya, semuanya sama dihadapan Allah. Tinggi dan rendahnya derajat seseorang diukur dengan takwanya kepada Allah.
LOGIKA TAUHID
                Alkisah, nabi Adam tinggal di surga bersama istrinya, Hawa. Namun, karena tergoda bisikan setan, maka Nabi Adam beserta istrinya “terusir” dari surga dan menjalani kehidupan di dunia. tugas manusia di dunia adalah menyadari kedudukannya sebagai khalifah Allah, memimpin umat sesuai syariat Allah, dan mengelola sumberdaya alam untuk kesejahteraan semua.
                Dalam kedudukannya yang sedemikian terhormat, manusia harus “melihat ke atas” hanya kepada Allah. Menyembah hanya kepada Allah, taat dan patuh kepada syariat Allah yang tertulis- Al-Kitab. Kemudian kepada sesamanya harus melihat dalam garis mendatar yang setara, tidak boleh sombong atau rendah diri, tidak bolehmenindas atau bersedia ditindas. Tidak boleh mempertuhankan diri sendiri atau orang lain. Dan kepada alam semesta, manusia harus melihat ke bawah. Manusia tidak seharusnya menafsirkan gejala alam secara magis- mitologis yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam lembah kemusyrikan.
                Inilah logika syirik sebagai dosa terbesar dalam ajaran Islam. Dosa yang tak terampuni. Syirik adalah tindakan manusia mengingkari ketinggian harkat dan martabatnya sebagai khalifah Allah di bumi. Oleh karena itu, kemusyrikan dengan sendirinya adalah kekafiran yang nyata. Orang kafir dihantui oleh rasa takut, takut terhadap dirinya sendiri, terhadap lelembut, dedemit, roh jahat, dan lain-lain yang tidak berdasar. Mereka takut terhadap kutukan roh leluhur. Mereka selalu resah dan gelisah karena tidak bertakwa kepada Allah.
                Orang-orang kafir dengan kepercayaan yang sesat melakukan tindakan yang melanggar asas kemanusiaan. Misalnya, orang Musyrik Quraisy yang mengorbankan (membunuh) anak perempuan sebagai tumbal untuk Tuhan! Praktik ibadah yang tidak logis! Mereka serahkan anak perempuan untuk Tuhan dan anak laki-laki untuk dirinya! Kaum kafir dikalangan Ahl kitab memanipulasi ajaran Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Nabi ‘Isa. Mereka merusak tauhid dengan mengarang cerita soal anak Tuhan dan trinitas. Mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, seperti dalam paham salibat dan vegetarianisme. Dalam hal ini Allah pun bertanya kepada orang-orang kafir, apakah kamu mempunyai bukti yang nyata? (QS. Ash-Shoffat [37]:156). Kepercayaan dan ritual ibadah orang-orang kafir, baik Ahli kitab maupun Kaum Musyrik tidak berdasar bukti dalam arti hujjah kitabiyah- Taurat dan Injil yang telah diterima Ahli Kitab- maupun hujjah logika bagi kaum yang tidak memperoleh kitab.
Peran kekhalifahan manusia mengelola bumi demi kemakmuran umat manusia hanya bisa dilakukan oleh orang yang beriman. Iman yang benar dapat mengantarkan manusia pada paradigma pembangunan yang benar, yakni mengelola sumberdaya alam sesuai hukum keseimbangan yang tetapkan Allah Ta’ala, tidak mengeramatkan alam, tetapi juga tidak merusaknya. Sebaliknya, orang musyrik yang mengeramatkan alam telah gagal memahami hukum-hukum Allah yang berlaku pada alam sebagaimana terlihat pada gejala alam tersebut. Pikiran mereka terbelenggu oleh tradisi leluhur, sehingga mereka tidak mampu berpikir kritis, logis, dan koheran. Dalam posisi ini, harkat dan martabat manusia melorot lebih rendah dari binatang.
TUHAN YANG MAHA ESA
Menurut Ibn Taimiyah Ilah (Tuhan) adalah yang dipuja penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri dihadapan-nya, takut dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan diri padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta padanya.
Berdasarkan definisi diatas, dapat dipahami bahwa “ tuhan” itu bisa berbentuk apa saja yang dipentingkan oleh manusia, seperti tahta, harta, dan popularitas. Manusia disadari atau tidak dapat terjerumus “mempertuhankan diri” dalam bentuk sifat ria, egoisme, takut dan bimbang, zhalim, hasad atau dengki. Hal inilah yang terjadi pada Fir’aun, Qorun, dan Haman yang dikisahkan dalam Al-Qur’an.
Dan (juga) Karun, Fir’aun dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti ) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran itu). (QS. Al-‘Ankabut [29]:39)
Misi utama para Nabi dan Rasul adalah mengajarkan tauhid, sebagaimana firman Allah SWT:
|Nqäó»©Ü9$#  (#qç7Ï^tGô_$#ur !$#  #rßç6ôã$#   cr& wqߧ p¨Bé& @à2 Îû $uZ÷Wyèt/ s)s9ur
Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu. “ (QS. An –Nahl [16]:36)
                Para ulama membedakan konsep tauhid dalam tiga cabang, yakni: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid mulkiyah. Dalam perspektif itu menurut Anwa Harjono, Al-Qur’an pun memberikan petunjuk adanya tiga macam hukum, yakni:
1.       Hukum yang mengatur alam semesta seluruhnya yang sepenuhnya berada dalam kekuasaan Tuhan, yang menjadi inti tauhid rububiyah
2.       Hukum yang mengatur masyarakat manusia untuk menyembah hanya kepada Allah, serta taat dan patut kepada syariat-Nya, dengan atau tanpa persetujuan manusia. Inilah yang menjadi inti tauhid uluhiyah.
3.       Hukum yang dibuat manusia dan berlaku untuk (mengatur) masyarakat manusia sendiri berdasarkan musyawarah sesuai maqoshid syariah. Inilah yang menjadi inti tauhid mulkiyah.

VISI KEMAKMURAN TAUHID RUBUBIYAH
Tauhid rububiyah berintikan pada penegasan atas keesaan Allah dalam af’al-Nya, dalam penciptaan dan pemeliharaan semesta. Allah menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Allah mencipta manusia dan segala makhluk, serta menjamin rezeki-nya. Dalam mencipta, Allah tidak mempunyai sekutu dan tidak ada penentang terhadap kekuasaan-Nya. Iman seperti ini berlaku pula bagi orang kafir, seperti orang Badui yang tidak memeluk Islam.
                Tauhid rububiyah merupakan sebuah pandangan umum tentang realitas, kebenaran, ruang, waktu, dunia dam sejarah. Tauhid rububiyah menjadi landaan kosmologi Islam dan menciptakan prinsip-prinsip berikut.
                Pertama, Dualitas. Realitas meliputi dua kategori umum yaitu Tuhan (Pencipta) dan bukan- tuhan (ciptaan). Realitas pertama mempunyai satu anggota yaitu Allah yang bersifat mutlak dan Maha Kuasa. Sedangkan realitas kedua berupa tatanan ruang dan waktu, pengalaman dan proses penciptaan, dan semesta, yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Tuhan.
Kedua, Ideasionalitas. Hubungan antara dua struktur realitas pada dasarnya bersifat ideasional. Dasar pikirnya bahwa manusia memiliki kemampuan berpikir; potensi untuk memahami kehendak Tuhanbaik secara langsung melalui pemahaman terhadap kehendak yang tersurat dalam firman-Nya maupun secara tidak langsung lewat pengamatan terhadap ciptaan-Nya.
Ketiga, Teleologis. Hakikat kosmos bersifat teleologis, yakni bertujuan, terencana, atau didasarkan pada maksud-maksud tertentu Sang Pencipta.
Tauhid rububiyah mengantarkan manusia pada visi kemakmuran berupa keyakinan bahwa Allah Yang Maha Pemurah menciptakan bumi yang bisa menopang segala kebutuhan ciptaan-Nya. Allah juga telah memilih manusia sebagai mandataris Tuhan (kalifatullah) di bumi untuk mengisi dan memakmurkan bumi. Tauhid rububiyah membantah asumsi hukum kelangkaan yang disuarakan pada ekonomi sekuler dengan tiga alasan penting.
Pertama, secara teologis, Tuhan telah menjamin rizki makhluk-Nya. Persediaan sumber daya alam tak terbatas dalam jangka panjang. Segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melayani dan meningkatkan kualitas hidup manusia disediakan oleh Tuhan secara melimpah, tidak ada kekurangan, kecuali jika Tuhan hendak menguji manusia. Kelangkaan dan malapetaka terjadi, bukan karena ketidakmampuan bumi, melainkan disebabkan perilaku serakah, misalokasi, salahkelola dan pemanfaatan sumberdaya secara berlebihan dengan tidak mengindahkan hukum keseimbangan. Akibat keserakahan dan salahkelola itu adalah polusi air dan udara, erosi tanah, menurunnya hasil ikan, terancamnya satwa langka, serta kemungkinan rusaknya atmosfer bumi.
Kedua, kenyataan alamiah, bahwa tanaman dan hewan jauh lebih subur daripada manusia. Perempuan butuh waktu sembilan bulan untuk melahirkan, dan jarang sekali melahirkan kembar dua atau tiga. Sementara itu, banyak hewan- terutama sapi, kerbau, kambing, ayam, bebek, ikan, dan hewan lainnya yang dikonsumsi manusia- jauh lebih produktif. Tanaman seperti padi, jagung, sagu, gandum dan bahan pangan pertanian lainnya bahkan lebih cepat pertambahannya ketimbang hewan.
Mengenai sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, seperti batu bara, jika sudah terpakai banyak, maka harga yang tinggi akan mendorong manusia- dengan kecerdasannya- untuk melakukan pencarian tambang baru dan penggunaan pengganti, seperti minyak mentah, gas dan energi alternatif lain. Manusia cerdas tidak hanya melihat pada persediaan yang tampak oleh mata, tetapi selalu sabar dan tekun menciptakan temuan baru, berusaha mempelajari dan menggali lebih dalam tentang cadangan sumber daya alam yang tersembunyi, serta mengenal lebih baik teknik pemotongan biaya. Dengan demikian, umat manusia tidak akan kekurangan makan, air, pohon, daging, minyak, gas, atau sumber daya alam lainnya sebab disepanjang sejarah manusia kuantitas komoditas yang bisa dipakai terus menerus akan bertambah.
Ketiga, populasi (angkatan kerja) merupakan unsur penting bagi kemajuan ekonomi. Manusia merupakan modal dasar pembangunan, bukan sekedar mulut yang harus diberi makan dan menjadi beban negara (masyarakat), tetapi juga makhluk produktif yang memiliki pikiran dan kemampuan bersama menyelesaikan masalah, menggunakan, dan menemukan tekhnologi baru. Populasi yang besar akan meningkatkan stok pengetahuan dan pekerja yang terlatih. Kecerdasan dan ketekunan manusia melalui ide dan penemuan tekhnologi baru dapat meningkatkan nilai guna sumber daya dan mengurangi harga komoditas dasar, bahkan sekalipun permintaannya meningkat. Misalnya, teknik pertanian yang berkembang dapat meningkatkan kapasitas produksi beras, gandum, dan seterusnya. Jadi, asal dikelola dengan baik, bumi Allah mampu menyediakan sumberdaya yang bisa memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah.
Di sisi lain, tauhid rububiyah juga mengarahkan umat beriman kepada takdir Allah yang berlaku pada alam semesta dan pada alam manusia. Ketetapan Allah telah berlaku kepada setiap manusia. Misalnya, manusia lahir di alam ini dengan tidak diberi hak pilih siapa ayah atau ibunya, dimana tempat kelahirannya, dan seterusnya. Kemudian semua kisah kehidupan pun berakhir. Akhir kehidupan manusia berupa kematian, dan akhir kehidupan semesta berupa kiamat dan kebangkitan kembali di Akhirat untuk pertanggungjawaban.
Fenomena kematian itu mengantarkan manusia pada keyakinan tentang adanya keghaiban. Manusia dengan pancainderanya menyaksikan fakta bahwa hewan dan manusia semula bergerak, setelah kematian semua anggota tubuh, mata, dan telinganya berhenti berfungsi. Mengapa? Kematian itu adalah peristiwa terlepasnya sesuatu dari raga. Sesuatu itu adalah “nyawa” dalam jasad hewan atau ruh pada manusia.
Hari akhir digambarkan sebagai saat yang menunjukkan rusak total seluruh alam ini, di mana langit dan bumi diganti, kemudian manusia dibangkitkan dari kuburnya dan terjadi alam mahsyar, serta pelaksanaan pengadilan terbuka untuk memperoleh balasan. Balasan itu berupa kehidupan abadi di sorga (bagi yang berbuat baik) dan neraka (bagi yang jahat). Ruh manusia menerima segala akibat atas pilihan dan perbuatannya semasa hidup di dunia fana. Manusia dibangkitkan kembali, dan dihisab dalam neraca akhirat.
Dasar dari kebangkitan ini adalah keadilan. Keadilan, kaitannya dengan hukuman dan balasan baik. Keadilan Allah tidak akan merugikan sedikitpun kepada hamba-nya dan juga tidak menganiayanya. Karena Allah mencatat semua perbuatan hambanya, baik yang beriman maupun yang kafir. Allah juga adil memberikan pahala atau siksa kepada hamba-nya. Allah berfirman:
Kami akan memasang timbangan yang adil pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika pahala itu hanya seberat biji sawipun pasti akan mendapatkan pahalanya. Dan cukuplah kami sebagai pembuat perhitungannya. (QS. Al- Anbiya/ 21:47).
Pada hari ini seseorang tidak akan dizalimi sedikitpun dan kami tidak akan diberi balasan kecuali sesuai dengan apa yang dikerjakan. (QS. Yasin/ 36:54)
Dalam kaitan ini, Prof. Hamka menyatakan bahwa keadilan Allah mengandung sifat Rahman dan Rahim, termasuk melipatgandakan balasan kebaikan dengan sepuluh ganda kebaikan; sedangkan jika manusia berbuat jahat akan dibalas dengan nilai satu bagi balasan kejahatan. Dalam kaitan ini umat Islam selalu mengingat tiga ayat terakhir dalam surat Al-Baqarah yang artinya:
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendakinya dan menyiksa siapa yang dikehendakinya; dan Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Rosul telah beriman kepada al-qur’an yang diturunkan kepadanya dari tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatnya, kitab-kitabnya, dan rasul-rasulnya (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasulnya”, dan mereka mengatakan: “kami dengar dan kami taat”. (mereka berdoa):” Ampunilah kami ya tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): “ya Tuhan kami, Janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau jika kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]:284-286).   
MISI PEMBEBASAN TAUHID ULUHIYAH
Tauhid uluhiyah berintikan pada penegasan atas keesaan Allah dalam Dzat-Nya, terutama dalam aktivitas ibadah, doa, nadzar, korban, berharap (raja’), takut (khauf), dan tawakkal. Tauhid uluhiyah merupakan landaan horison teologi Islam yang monotheistik. Dalam hal ini, umat Islam senantiasa berusaha menghindarkan diri dari segala bentuk penghambatan kepada selain Allah dengan berikrar sebagaimana dalam shalatnya:
x$­ƒÎ) ßç7÷ètR y$­ƒÎ)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ  
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (QS. Al-Fatihah [1]:5)

                Wahdaniyah dalam ibadah ini menuntut dua hal: Pertama: Tidak menyembah dan meminta pertolongan selain kepada Allah, dan tidak mengakui ketuhanan selain Allah. Kedua: Menyembah Allah berdaarkan apa yang telah disyariatkan-Nya melalui teladan Rasulullah Saw.
                Dalam kaitan inilah manusia membutuhkan kasih Allah untuk mengutus seorang Nabi, dan kita harus beriman kepadanya. Iman kepada Rasul berarti membenarkan dan taat kepada syariat Allah yang dibawa olehnya. Nabi/rasul terdiri dari manusia jenis pria, ma’shum (tidak pernah berbuat dosa), dengan misi menyampaikan ajaran tauhid, dengan menggunakan bahasa kaumnya, dan wajib dipatuhi oleh umatnya. Kita pantas mempercayai dan patuh kepada para nabi dan rasul, karena dalam diri mereka memiliki sifat wajib: shiddiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan ajaran), dan fathanah (cerdas).
                Horison tauhid uluhiyah membebaskan masyarakat manusia dari kultus individu terhadap Nabi, Rahib, dan lain-lain. Lebih lanjut, tauhid uluhiyah menjadi landasan perlawanan terhadap segala bentuk perbudakan manusia (mustakbirin) terhadap manusia lainnya (mustadh’afin), wong elit terhadap wong alit, dan penjajahan satu bangsa kepada bangsa lainnya. Semua orang sama kedudukannya dihadapan Allah, sama di depan hukum, wajib berhukum dengan hukum Allah, dan taat dengan kontrak sosial yang disusun dan disepakati bersama.
                Dari segi spiritual, tauhid uluhiyah membebaskan manusia dari tipudaya setan yang menggoda kearah syirik. Kita maklum bahwa kita wajib percaya tentang adanya makhluk spiritual, seperti Malaikat, Jin, Iblis dan Syaitan.
                Kita wajib iman kepada adanya malaikat. Malaikat adalah makhluk spiritual yang diciptakan dari nur (cahaya), dimuliakan (QS. 21:26-28), selalu patuh kepada Allah (QS.16:50), tidak pernah ma’shiyat (QS. 66:6), dan senantiasa bertasbih kepada Allah (QS. 7:206;37:164-166). Sedangkan Jin merupakan makhluk halus, dibuat dari api yang panas (QS. 15:27; 55:15). Seperti halnya manusia, Jin dikenai taklif (QS. 51:56; 6:130), ada yang beriman dan ada pula yang kafir (QS. 72:11; 14, 15), serta sebagaimana juga manusia Jin tidak mengetahui yang gaib (QS. 72:27,28; 34:14).
                Iblis adalah makhluk halus dari golongan jin (QS.18:50) yang kafir (QS. 2:34), anak keturunannya disebut setan (QS. 18:50). Iblis hidup sampai kiamat (QS. 38:80-81). Setan bekerja menggoda dan menyesatkan manusia (QS.  16:63, 8:46, 19:83, 59:16), orang yang melanggar ketentuan Allah berarti memperkuat kedudukan setan dalam diri (QS. 43:36-39).
                Pada umumnya manusia tergoda dalam lembah syirik, karena menyangka bahwa Jin, Iblis, atau setan dapat “mencuri” dan berbagi informasi mengenai “misteri” peristiwa ghaib. Misal masalah jodoh, usaha manusia dimasa depan, kematian, kiamat, dan lain-lain. Iblis dan setan sebagai musuh utama manusia senang melihat keterperdayaan ini. Dan secara langsung atau tidak, manusia yang berperilaku syirik dan bertindak maksiat ini telah mempromosikan kejahatan dan menyokong kekuatan setan, bahkan telah berteman dengannya. Na’udzu billah. Tauhid uluhiyah dapat membentengi manusia dari perilaku syirik ini.
PERADABAN TAUHID MULKIYAH
                Tauhid mulkiyah berintikan pada ke-Esaan Allah dalam kekuasaan dan hukumnya. Seorang yang beriman bertekad untuk senantiasa menyelaraskan segala gerak langkah dan keinginannya sesuai dengan kehendak Allah sebagaimana termaktub dalam kitab suci, al-Qur’an. Ia juga berjanji untuk berhukum dengan hukum Allah, sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an. Lebih lanjut dari kesadaran ini adalah usaha sungguh-sungguh untuk menegakkan syari’at Allah di muka bumi dalam rangka mewujudkan keadilan sosial dan kemakmuran universal.
                Kewajiban berhukum sesuai hukum Allah merupakan wujud konkret dari iman kepada kitab Allah. Iman kepada kitab Allah berarti percaya bahwa kitabullah adalah kalam Allah yang diturunkan kepada para Rasulullah yang didalamnya menerangkan perintah dan larangan, janji dan ancaman. Kitab-kitab Allah yang diterangkan adalah: Taurat yang diturunkan kepada Musa, Zabur kepada Daud, Injil kepada Isa, dan shuhuf (lembaran-lembaran khusus) kepada Ibrahim dan Musa; serta Al-Qur’an sebagai saksitentang kebenaran kitab-kitab yang lalu dan sekaligus menjawab dan menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat para penganut agama.
                Tauhid mulkiyah merupakan landasan pembentukan tatan sosial [masyarakat]Islam. Dalam tatanan sosial Islam, syari’at Islam tetap harus tegak walaupun tanpa negara. Meskipun disadari bahwa negara diperlukan dalam menegakkan syari’at. Misalnya, kewajiban zakat tetap berlaku dan harus ditunaikan oleh seorang muslim yang kaya walaupun tidak ada “Negara Islam”dengan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut.
SPIRITUALITAS MASYARAKAT BERADAB
                Mengenai Ke- Tuhan-an Allah, kaum muslimin sepakat bahwa Allah Maha Esa, dan tidak ada sesuatupun yang semisal dengan-Nya. Kemudian manusia wajib berakhlak sesuai dengan akhlak Allah sebagaimana tercermin dalam sifat dan nama-namanya yang indah.
                Mengenai sifat-sifat Allah, “Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sejak dulu hingga sekarang berpandangan: bahwa Allah di-sifati-i dengan apa saja yang disifatkan-Nya kepada diri-Nya sendiri, serta disifatkan oleh rasul-Nya, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan hadis, sehingga tidak terjebak dengan tajsim dan tasybih; dan pada saat yang sama dapat mensucikan Allah (tanzih) dari sifat ke-makhluk-an, tanpa menafikan sifat Allah (ta’thil). Dengan cara ini, ahl sunnah wal jamaah berusaha menggabungkan antara penafsiran dan sikap pasrah.
                Asma’ Allah yang indah sebagai bagian dari kepercayaan tauhid merupakan landasan etis umat Islam. Umat Islam bukan hanya perlu tahu, tetapi juga harus berhias akhlak dengan  akhlak Allah sebagaimana tergambar dalam asma’-Nya. Upaya merealisasikan asma’ al-Husna dalam kehidupan pribadi manusia ini bukanlah pekerjaan mudah, karena akan terjadi tarik ulur antara dorong unsur malakuti dan unsur syahwat-syaithaniyah yang menggoda. Pribadi bertauhid berusaha menjaga harmoni pada semua tatanan kosmik: baik metakosmos, makrokosmos, ataupun mikrosmos.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya CV. Toha Putera Semarang, 1989

‘Abdul Wahhab Muhammad ibn, & Taymiyah, Ahmad bin al-Hurani, Majmu’ah al-Tauhid, Libanon: Dar El- Firk, tt.

Abdurrahim, Muhammad Imaduddin, Kuliah Tauhid, Bandung, Pustaka, 1990.

---------, Haqiqat al-Tauhid alih bahasa H. Abd. Rahim Haris, Pustaka Darul Hikmah Bima, tt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar