Minggu, 03 Januari 2016

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KREATIF

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CREATIVE
PROBLEM SOLVING (CPS) BERBANTUAN KURSI PANAS
BERPENGARUH TERHADAP HASIL BELAJAR IPS
SISWA KELAS V SD GUGUS Ir. SOEKARNO
Ahmad Fatoni1, Ni Nym. Ganing2, I.B. Surya Manuaba3
1,2,3 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: toni_long3@ymail.com1, nyomanganing@yahoo.co.id2, suryamanuaba@yahoo.co.id3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Creative Problem Solving (CPS) berbantuan kursi panas dengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasy experiment) dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Non Equivalent Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 453 orang. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik random sampling yang diacak adalah kelasnya untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan hasil pengundian yaitu kelas VA SD N 7 Pedungan sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 43 orang dan kelas VB SD N 5 Pedungan sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 42 orang. Data yang dikumpulkan adalah hasil belajar IPS dengan menggunakan metode tes jenis objektif pilihan ganda. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial dengan menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analaisis uji-t didapat thitung = 4,29 dan ttabel = 2,000 pada taraf signifikansi 5% dan dk = 83, ini berarti thitung > ttabel maka Ha diterima dan H0 ditolak. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui model kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Rata-rata hasil belajar IPS yang diperoleh antara siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan siswa kelompok kontrol (79,71>73,81). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas berpengaruh terhadap hasil belajar IPS kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan.
Kata-kata kunci: model pembelajaran kooperatif tipe CPS, kursi panas, hasil belajar.
Abstract
This study aims to determine the differences of social science learning outcomes between students who learn by guided cooperative learning model Creative Problem Solving (CPS) assisted hot seat games with students who learn by the conventional learning at fifth grade elementary school students at SD Gugus Ir. Soekarno South Denpasar in 2013/2014 academic year totaling 453 students. This research was a quasi-experimental study with the research design used Non-Equivalent Control Group Design. The population in this research were all students of fifth grade elementary school at SD Gugus Ir. Soekarno South Denpasar in 2013/2014 academic year.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Samples were taken by random sampling technique. The experiment group and control group selection was chosen by drawing and the result was class VA SD N 7 Pedungan as experiment group which total of 43 person and class VB SD N 5 Pedungan as control group which total of 42 person. The collected data was the learning result of social studies which was collected by test method with regular multiple choice. Data which had been collected was analyzed by descriptive statistical analysis and interferential statistical used t-test. Based on the t-test results obtained tcount = 4,29 and ttable = 2,000 at the 5% significance level and dk = 83, this valuable tcount > ttable (4,29 > 2,000) then H0 is rejected and Ha accepted. So, could be interpretative that there was significant differences of social science learning outcomes between students who learn by guided cooperative learning model CPS assisted hot seat games with students who learn by the conventional learning. The average value of social studies outcomes of experiment group students was higher than the control group students (79,71 > 73,81). It can be concluded that the guided cooperative learning model CPS assisted hot seat games was significant determinated to social studies outcomes of fifth grade elementary school students at SD Gugus Ir. Soekarno South Denpasar.
Keywords: cooperative learning model CPS, hot seat games, learning outcomes.
PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam upaya mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar dapat berperan aktif dan positif pada masa sekarang dan yang akan datang (Tirtarahardja & La Sulo, 2005:263). Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dengan cara melalui olah pikir (aspek kognitif), olah rasa (aspek afektif), dan olah kinerja (aspek psikomotor) agar mampu dan proaktif dalam menjawab tantangan zaman yang selalu berubah dari waktu ke waktu. Menyikapi hal tersebut, hendaknya suatu pendidikan harus dikelola dengan baik dan optimal agar dapat mencapai tujuan nasional pendidikan, yaitu membentuk manusia Pancasila.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya pada jenjang Sekolah Dasar (SD), segala upaya telah dilakukan oleh pemerintah seperti: melakukan pembaharuan terhadap kurikulum yang berlaku, perbaikan sarana dan prasarana, pemberian bantuan operasional sekolah (BOS), dan lain sebagainya. Selain itu dilaksanakan juga berbagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru. Namun perlu diketahui bahwa keberhasilan suatu pendidikan tidak hanya ditentukan oleh guru semata dan perencanaan pengajaran. Tetapi bagaimana mengoptimalkan proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga guru harus meningkatkan peranan dan kompetensinya dalam mengelola komponen-komponen pengajaran.
Proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan interaksi dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Oleh karena itu, guru harus mampu mengembangkan diri dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa. Guru mempunyai tanggung jawab dalam merancang pembelajaran dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan kondusif, agar siswa tidak cepat bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Guru yang baik adalah guru yang selalu dan senantiasa mengupayakan pembelajaran di kelas dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Tetapi kenyataannya hal itu sangat tidak mudah bagi guru. Apalagi yang dihadapi adalah siswa SD yang gaya pemikirannya masih berpikir konkrit (bersifat nyata). Sehingga pembelajaran harus berorientasi pada siswa, karena siswa merupakan komponen pokok dan subyek didik. Sedangkan guru berperan sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pembaharu (inovator), model dan teladan, informator, fasilitator, mediator, motivator,
1
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
serta evaluator. Oleh karena itu, guru adalah faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran yang berkualitas.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang dibelajarkan di SD. IPS merupakan mata pelajaran yang berpusat pada manusia dan lingkungan sosial karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu hidup berdampingan dengan manusia lain. IPS merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan sosial yang bersifat terpadu, artinya bahwa IPS merupakan intregasi dari berbagai cabang dari berbagai cabang ilmu pengetahuan yaitu sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik hukum dan budaya (Trianto, 2010:171). Adapun keterpaduan tersebut disebabkan oleh semua mata pelajaran tersebut mempunyai kajian yang sama yaitu manusia. Sedangkan Buchari (2003:148) mengemukakan bahwa IPS sebagai suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam dan fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya.
Dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2006:575) tujuan mata pelajaran IPS di SD yaitu sebagai berikut. (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, berkerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.
Berbicara tentang pembelajaran IPS di SD, pembelajaran IPS sangat penting dan perlu diupayakan peningkatan kualitas proses dalam pembelajaran. Karena siswa termasuk anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Untuk mengenal masyarakat siswa dapat belajar melalui media cetak, media elektronika, maupun secara langsung melalui pengalaman hidupnya ditengah-tengah masyarakat. Begitu juga siswa dapat memiliki sifat peka dan tanggap untuk bertindak secara rasional, bertanggung jawab dalam memecahkan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupannya, dan menjadi warga negara yang baik.
Dari hasil observasi awal dengan kepala sekolah dan guru di kelas V yang berada di Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan, maka diperoleh data nilai sumatif semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran IPS, yaitu nilai siswa yang dimiliki oleh tiap SD yang berada di Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan sebanyak 65% masih berada di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dan 35% sudah memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Sehingga dapat dikatakan bahwa belum seluruhnya hasil belajar IPS siswa di tiap SD di Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan mencapai nilai 75 sebagai syarat Kriteria Ketuntasan Minimal yang harus terpenuhi.
Hasil observasi yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa pada umumnya dalam pembelajaran IPS pada umumnya masih berorientasi pada proses penyampaian materi dengan metode ceramah, penugasan, dan tanya jawab. Hal ini terlihat pola pembelajarannya terpusat pada guru (teacher center). Metode tersebut masih biasa digunakan dan tidak dapat terlepas dari setiap proses pembelajaran yang dilakukan dalam setiap harinya. Sehingga dalam pengembangan potensi siswa khususnya kreativitas berpikir berlangsung belum optimal, sehingga berakibat pada perolehan hasil belajar siswa yang tidak optimal pula. Sebagai seorang guru yang profesional, hendaknya dapat melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Hal yang dapat dilakukan adalah menerapkan pembelajaran yang inovatif. Salah satu pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Creative Problem Solving (CPS) berbantuan kursi panas.
Menurut Karen (dalam Dewi, 2008:28) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CPS adalah model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
penguatan keterampilan. Pendapat tersebut juga didukung oleh Suyatno (2009:66) bahwa CPS merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sehingga siswa yang mampu memecahkan masalah dari suatu persoalan akhirnya menjadi seorang penemu, hasil penemuan itu diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang terjadi pada kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, pembelajaran yang menerapkan CPS bila diberikan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir tetapi keterampilan memecahkan masalah dapat memperluas proses dalam berpikir. Untuk itu, peran guru lebih banyak dalam menempatkan diri sebagai fasilitator dan proses pembelajarannya yang selalu memberikan kesempatan secara luas kepada siswa untuk berlatih belajar mandiri.
Menurut Huda (2013:320) manfaat model pembelajaran CPS yaitu sebagai berikut. (1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan. (2) membuat siswa aktif dalam pembelajaran. (3) Mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberi keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah-arah penyelesainnya sendiri. (4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dan percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan. (5) Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.
Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe CPS dipadukan dengan metode kursi panas. Menurut Grafura & Ari (2012:29) kursi panas adalah suatu metode pembelajaran yang diadaptasi dari sebuah kuis yang berjudul “Who Want’s to be A Millioner” yang disesuaikan, sehingga menjadi “Who Want’s to be A Smart Student”. Menurut Grafura & Ari (2012:36) manfaat metode kursi panas yaitu sebagai berikut. (1) Pembelajaran menjadi lebih menarik. (2) Minat siswa terhadap materi menjadi luar biasa (interaktif) dan aktif. (3) Bisa dipadukan dengan video atau jenis ekstensi lainnya melalui hyperlink. (4) Materi bisa disampaikan dengan mengaitkan materi lain (tematis atau terpadu). (5) Kelas dapat dikontrol dengan mudah. (6) Alat dan bahannya mudah dibawa. (7) Metode ini dapat dilaksanakan dengan cara manual.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang berpusat pada pengajaran dan adanya keleluasaan untuk berkreativitas dalam menyelesaikan permasalahan yang dipadukan dengan metode kursi panas serta diikuti dengan penguatan keterampilan. Dalam proses pembelajarannya, siswa diajak untuk belajar sambil bermain melalui upaya-upaya yang menarik (game) untuk memicu dan memacu minat belajar siswa. Dengan demikian siswa dapat belajar bermakna dan menyenangkan karena pembelajarannya dikaitkan pula dengan aktivitas keseharian siswa.
Berdasarkan uraian tersebut, menunjukkan bahwa pemilihan model maupun metode dalam proses pembelajaran sangatlah penting dilakukan oleh guru untuk membelajarkan peserta didik di dalam kelas khususnya mata pelajaran IPS. Namun seberapa besar model maupun metode dapat berperan dalam mengoptimalkan hasil belajar siswa, maka diadakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CPS Berbantuan Kursi Panas Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan”.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Untuk mengetahui hasil belajar IPS siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
panas pada siswa kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan Tahun Ajaran 2013/2014. (2) Untuk mengetahui hasil belajar IPS siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan Tahun Ajaran 2013/2014. (3) Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan Tahun Ajaran 2013/2014.
METODE
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V, dengan memanipulasi variabel bebas dalam model pembelajaran yang digunakan, sedangkan variabel lain tidak bisa dikontrol secara ketat sehingga desain yang digunakan adalah desain eksperimen semu (quasy exsperiment).
Desain eksperimen semu yang digunakan adalah ”non equivalent control group design” (Sugiyono, 2011:79). Rancangan penelitian ini hanya memperhitungkan skor post-test saja, tanpa memperhitungkan skor pre-test. Dalam penelitian ini skor pre-test hanya digunakan menguji keseteraan sampel antara siswa kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Didukung juga oleh pendapat Dantes (2012:97) yang menyatakan bahwa pemberian pre-test biasanya untuk mengukur ekuivalensi atau penyetaraan kelompok. Menurut Sugiyono (2011:443) dalam kuasi eksperimen terdapat kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Oleh karena itu, kelompok eksperimen dan juga kelompok kontrol sama-sama diberikan perlakuan. Pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan memberikan model model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dan pada kelompok kontrol diberikan pembelajaran konvensional.
Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu sebagai berikut. (1) Persiapan, pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan adalah (a) menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (b) menyusun media dan sumber belajar pembelajaran (alat peraga, LKS, silabus, dan kurikulum) yang nantinya digunakan selama pembelajaran pada kelompok eksperimen, (c) menyusun instrumen penelitian berupa tes hasil belajar pada ranah kognitif untuk mengukur hasil belajar IPS siswa, dan (d) mengadakan validasi instrumen penelitian yakni tes hasil belajar IPS. (2) Pelaksanaan, pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan adalah (a) menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (b) menyusun media dan sumber belajar pembelajaran (alat peraga, LKS, silabus, dan kurikulum) yang nantinya digunakan selama pembelajaran pada kelompok eksperimen, (c) menyusun instrumen penelitian berupa tes hasil belajar pada ranah kognitif untuk mengukur hasil belajar IPS siswa, dan (d) mengadakan validasi instrumen penelitian yakni tes hasil belajar IPS. (3) Pengakhiran eksperimen, pada tahap ini langkah-langkah yang akan dilakukan adalah memberikan pos-test pada akhir penelitian, baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.
Populasi merupakan kumpulan dari beberapa individu sejenis. Menurut Sugiyono (2011:117) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Agung (2011:45) menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan subjek dalam suatu penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014 yang jumlahnya 453 siswa dari 5 sekolah diantaranya SD Negeri 2 Pedungan, SD Negeri 5 Pedungan, SD Negeri 7 Pedungan, SD Negeri 10 Pedungan, dan SD Negeri 14 Pedungan.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil, yang dianggap
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu (Agung, 2011:45). Sedangkan Sugiyono (2012:118) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan random sampling. Menurut Sugiyono (2011:120) random sampling merupakan pengambilan anggota sampel dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (anggota populasi dianggap homogen). Pemilihan sampel tidak dilakukan dengan pengacakan individu, karena tidak bisa mengubah kelas yang telah terbentuk sebelumnya. Kelas yang dipilih telah terbentuk tanpa campur tangan peneliti dan tidak dilakukannya pengacakan individu, kemungkinan pengaruh-pengaruh dari keadaan subjek mengetahui dirinya dilibatkan dalam eksperimen dapat dikurangi sehingga penelitian ini benar-benar menggambarkan pengaruh perlakuan yang diberikan. Penentuan sampel dilakukan dengan mengadakan pengundian terhadap seluruh kelas V di SD Gugus Ir. Soekarno, yang meliputi SD Negeri 2 Pedungan, SD Negeri 5 Pedungan, SD Negeri 7 Pedungan, SD Negeri 10 Pedungan, dan SD Negeri 14 Pedungan. Setelah dilakukan random, didapatkan dua kelas yaitu kelas VB SD Negeri 5 Pedungan dan kelas VA SD Negeri 7 Pedungan.
Setelah itu untuk mengetahui kedua kelas tersebut memang benar-benar memiliki kemampuan yang setara, dilakukan dengan memberikan soal pre-test. Skor dari pre-test yang diperoleh kemudian diuji kesetaraanya dengan mengunakan Uji-t. Sebelum dilakukan uji kesetaraan menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Rumus uji-t yang digunakan adalah rumus polled varians. Setelah dinyatakan setara maka dilanjutkan menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan cara random kedua kelas tersebut. Berdasarkan hasil random, didapatkan kelas VA SD N 7 Pedungan sebagai kelas eksperimen dan kelas VB SD N 5 Pedungan sebagai kelas kontrol.
Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian (Agung, 2011:45). Sedangkan Sugiyono (2012:60) mengungkapan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel adalah suatu atribut atau gejala-gejala yang berbentuk apa saja yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik suatu kesimpulan. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas varibel bebas dan variabel terikat. Menurut Sugiyono (2012:61) variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol. Menurut Sugiyono (2012:61) variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPS siswa kelas V. Sedangkan untuk hipotesis alternatif (Ha) yaitu terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.
Data hasil belajar IPS yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data hasil belajar pada ranah kognitif. Data hasil belajar pada ranah kognitif dikumpulkan dengan menggunakan metode tes objektif dengan bentuk pilihan ganda biasa yang disertai empat alternative jawaban (a, b, c, d). Sebelum tes digunakan, tes tersebut terlebih dahulu divalidasi dengan menyusun kisi-kisi soal dan dikonsultasikan dengan ahli, selanjutnya dilakukan uji instrumen yang meliputi uji validitas, uji reliabilitas, uji daya
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
beda, dan tingkat kesukaran. Dari 50 soal yang diujicobakan diperoleh 40 soal yang dinyatakan layak digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar IPS siswa kelas V.
Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data hasil belajar IPS dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis statistik yaitu uji-t. Sebelum dilaksanakannya uji-t terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas varians. Rumus uji yang digunakan adalah polled varians.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah diberikan treatment pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, di akhir penelitian diberikan post-test untuk memperoleh data hasil belajar IPS siswa. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu, data hasil belajar IPS siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dan data hasil belajar IPS siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.
Hipotesis penelitian yang diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis nol (H0) yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Sedangkan untuk hipotesis alternatif (Ha) yaitu terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil analisis Hasil diperoleh nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa kelas eksperimen yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas adalah 79,71 dengan nilai tertinggi sebesar 95 dan nilai terendah 67,5. Standar deviasi kelas eksperimen adalah s = 6,73 dan varians s2 = 45,30. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar IPS pada kelas kontrol adalah 73,87 dengan nilai tertinggi 87,5 dan nilai terendah 62,5 dengan standar deviasi adalah s = 5,77 dan varian s2 = 33,29.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada kelompok eksperimen yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas lebih tinggi dari nilai rata-rata siswa kelompok kontrol yang belajar melalui pembelajaran konvensional.
Sebelum dilakukan analisis data uji-t dengan rumus polled varians, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang terdiri dari: (1) Uji normalitas, yaitu untuk mengetahui apakah uji hipotesis dengan statistik parametrik bisa dilakukan atau tidak. Untuk mengetahui apakah sebaran data skor hasil belajar IPS siswa masing-masing kelompok berdistribusi normal atau tidak. (2) Uji homogenitas, yaitu untuk menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi pada hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan antar kelompok, bukan sebagai perbedaan dalam kelompok.
Uji normalitas sebaran data hasil belajar IPS dilaksanakan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji normalitas data hasil belajar IPS siswa menggunakan rumus Chi Square, dengan kriteria pengujian pada taraf signifikansi 5% dan dk = (k-1) adalah jika X2hit < X2tabel maka data tersebut berdistribusi normal. Dari hasil analisis, diperoleh sebaran data hasil belajar IPS siswa kelas eksperimen mempunyai nilai X2Hitung = 5,81, sedangkan pada taraf signifikansi 5% dan dk = 5, nilai X2tabel = 11,07. Ini berarti X2Hitung < X2tabel , maka data hasil belajar IPS siswa kelas eksperimen berdistribusi normal.
Demikian pula uji normalitas sebaran data hasil belajar IPS siswa kelas kontrol, berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai X2Hitung = 3,34, sedangkan pada taraf signifikansi 5% dan dk = 5, nilai X2tabel = 11,07. Ini berarti X2Hitung < X2tabel , maka data hasil belajar IPS siswa kelas kontrol juga berdistribusi normal.
Setelah data hasil belajar IPS kelas eksperimen dan kelas kontrol dinyatakan berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians menggunakan uji F dari Havley, dengan kriteria pengujian,
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
jika Fhit maka sampel tidak homogen, Fhit < maka sampel homogen. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan untuk pembilang n1-1 dan penyebut n2-1. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 1,36 sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang = 42 dan db penyebut = 41 adalah 1,84. Ini berarti Fhitung = 1,36 < Ftabel (42,41) = 1,84. Ini berarti kedua kelompok memiliki varians yang homogen.
Berdasakan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians, diketahui bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Dengan demikian uji hipotesis dengan menggunakan uji-t rumus polled varians dapat dilakukan. Berikut disajikan rekapitulasi hasil analisis data kelas eksperimen dan kontrol dengan menggunakan uji-t pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji-t
Kelompok
s2
n
dk
thitung
ttabel
Kesimpulan
Eksperimen
79,71
45,3
43
83
4,29
2,000
thitung > ttabel
(Ha diterima, H0 ditolak)
Kontrol
73,81
33,29
42
Dari perhitungan uji hipotesis menggunakan uji-t dengan rumus pooled varians diperoleh thitung = 4,29. Nilai t tabel diperoleh dari selisih harga t tabel dengan dk (n1+n2 -2) = dk (43+42-2 = 83). Dari dk = 83, pada taraf signifikan 5% diperoleh nilai ttabel = 2,000. Dengan demikian, thitung = 4,29 > ttabel = 2,000, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan tahun pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan hasil analisis uji-t diperoleh thitung > ttabel berarti hipotesis yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada taraf signifikansi 5% diterima. Hal tersebut mengandung arti bahwa siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional pada materi peristiwa proklamasi kemerdekaan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Hal ini disebabkan karena model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran IPS. Dalam proses pembelajaran, guru memberikan kebebasan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang diberikan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri.
Model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran IPS. Dalam proses pembelajaran, guru dapat memberikan suasana yang menarik, menyenangkan, dan siswa diberikan kebebasan dalam membangun pengetahuanya sehingga siswa dapat belajar secara menyenangkan dan bermakna. Model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas adalah model yang memiliki ciri khas yaitu
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
membuat siswa aktif dalam pembelajaran, mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dan percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan serta membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.
Berbeda dengan pembelajaran IPS yang menggunakan pembelajaran konvensional, selama proses pembelajaran siswa terlihat kurang aktif. Pembelajaran hanya terpusat pada guru yang lebih banyak memberikan ceramah daripada kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran konvensional mengakibatkan siswa sangat bergantung pada guru. Hal ini dapat mengakibatkan aktivitas siswa kurang optimal sehingga siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru dan proses pembelajaran cenderung membosankan.
Hal ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan secara signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dan hasil pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. Nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa kelas VB SD N 7 Pedungan yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas sebesar 79,71. Nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa kelas VA SD N 5 Pedungan yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional sebesar 73,81. Berdasarkan taraf signifikansi 5% dan dk = 83, diperoleh thit = 4,29 dan ttabel = 2,000. Dengan membandingkan hasil thitung dan ttabel yaitu (4,29 > 2,000) dapat disimpulkan bahwa maka Ho ditolak. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas, dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas pada siswa kelas V SD Gugus Ir. Soekarno Denpasar Selatan tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut. Bagi siswa, selama proses pembelajaran agar lebih aktif dan tidak takut atau malu dalam mengemukakan pendapat atas apa yang sedang dipelajarinya, serta tetap semangat dalam mencari solusi terhadap permasalahan materi yang sedang dipelajari. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam meningkatkan kinerjanya dalam merancang pembelajaran dengan tujuan memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan penerapan model model pembelajaran kooperatif tipe CPS berbantuan kursi panas menjadi salah satu model yang dapat diterapkan guru dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS. Guru yang inovatif adalah guru yang mampu mengembangkan diri untuk merubah paradigma pembelajaran yang membosankan menjadi menyenangkan. Bagi sekolah, hasil penelitian ini mencerminkan pentingnya melaksanakan inovasi dalam pembelajaran dan sekolah dapat menyediakan sarana prasana yang lebih lengkap untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah agar lebih optimal. Bagi peneliti lain, hasil dari penelitaan ini dapat menjadi acuan melaksanakan penelitian yang lebih kreatif dan inovatif sehingga dapat menjadi sumbangan positif di bidang pendidikan dan tentunya dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.
Buchari, Alma. 2003. Hakekat Studi Sosial. Bandung: Alfabeta.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi.
Dewi, E P. 2008. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Penalaran Adaptif Matematika Siswa SMA. Skripsi (Tidak diterbitkan). Bandung: FPMIPA UPI.
Grafura, Lubis dan Ari, W. 2012. Metode & Strategi Pembelajaran Yang Unik. Jogjakarta: Ar- Ruzz Media.
Huda, Miftahul. 2013. Model – Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
______. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta : Kencana.
Winarsunu, Tulus. 2010. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar