MAKALAH
Pembelajaran Menulis Kelas Tinggi Di SD
Diajukan untuk
memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah
Pembelajaran
Menulis Kelas Tinggi Di SD
DISUSUN OLEH:
DITA HADAITA 2227093176
VII D PGSD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tak
lupa pula Sholawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
Makalah ini dibuat dalam rangka
memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Pembelajaran Menulis SD Kelas
Tinggi, dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam profesi keguruan.
Terima kasih kepada Bapak Dr.
Suprani, M.Pd, selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, jika
tidak ada beliau tidak mungkin kami dapat menyusun makalah ini sedemikian rupa
tanpa adanya ilmu dan bimbingan yang telah beliau sampaikan kepada kami.
Harapan
kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini
kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan- masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Serang, Oktober 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................
ii
PENDAHULUAN.....................................................................................................
iii
BAB I
Menulis Sebagai Suatu Proses Berfikir....................................................................
1
BAB II
Jenis-jenis Menulis di Kelas Tinggi
Sekolah Dasar.................................................... 2
BAB III
Problematika Pembelajaran Menulis di
Kelas Tinggi Sekolah Dasar.......................... 4
BAB IV
Model-model Pembelajaran Menulis di
Kelas Tinggi................................................ 8
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................
14
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa
merupakan salah satu unsur yang hidup di dalam diri manusia. Bahasa berfungsi
sebagai sarana komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Karena
itu, bahasa tak akan lepas dari penggunaannya. Manusia menggunakan bahasa, baik
bahasa tubuh, tulisan, maupun lisan.
Bahasa
juga merupakan unsur penting di dalam pendidikan. Oleh karenanya, kedudukan
bahasa Indonesia selain sebagai bahasa Nasional dan sebagai lambang kebanggaan
bangsa, fungsi bahasa Indonesia yang lain yaitu sebagai pengantar dalam lembaga
pendidikan mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai
dengan lembaga pendidikan tertinggi (Perguruan Tinggi) di seluruh Indonesia.
Selain itu bahasa dalam lingkup pendidikan juga sebagai alat penghubung tingkat
nasional, dan alat pengembangan budaya serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi
(IPTEK).
Menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara
tidak langsung. Pembelajaran menulis di sekolah dasar diharapkan mampu
membekali siswa dengan kemampuan menulis yang baik. pelaksanaan pembelajaran
menulis di sekolah dasar terutama di kelas tinggi tidak dapat dipisahkan dari
membaca permulaan, walaupun membaca dan menulis merupakan dua kemampuan yang
berbeda. Begitu pula dengan kemampuan menulis dengan menyimak serta mendengar,
hubungan antara keterampilan-keterampilan tersebut sangat berkaitan. Menulis
bersifat produktif sedangkan membaca bersifat reseptif. Kemampuan menulis tidak
diperoleh secara alamiyah, tetapi harus melalui latihan dan pembiasaan menulis.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat disimpulkan:
1.
Bagaimana
perkembangan menulis anak?
2.
Bagaimana
perkembangan menulis anak di kelas tinggi
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah selain untuk menambah pengetahuan bagi pembaca, diharapkan
pula pembaca mengetahui perkembangan menulis anak khususnya pada keterampilan
menulis di kelas tinggi.
BAB
1
MENULIS SEBAGAI SUATU PROSES BERFIKIR
Menulis sebagai suatu proses menuangkan gagasan atau pikiran dalam
bentuk tertulis. Menulis sebagai proses berpikir berarti bahwa sebelum dan atau saat-setelah menuangkan
gagasan dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan proses berpikir.
Proses berpikir menurut Moore dkk.(dalam Khalik, 1999:28) memiliki sejumlah
esensi: mengingat, menghubungkan, memprediksikan, mengorganisasikan,
membayangkan, memonitor, mereviu, mengevaluasi, dan menerapkan. Jadi Pengertian
dan hakikat menulis sesungguhnya memuat tentang suatu proses berpikir , gagasan
yang dituangkan dalam kalimat/paragraf dapat dianalisis kelogisannya.
Menulis dan proses berpikir berkaitan erat dalam menghasilkan
suatu karangan yang baik. Dan karangan yang baik merupakan manifestasi dari
keterlibatan proses berpikir. Dengan demikian, proses berpikir sangat
menentukan lahirnya suatu karangan yang berkualitas. Syafi’ie (1988:43)
mengemukakan bahwa salah satu substansi retorika menulis adalah penalaran yang
baik. Hal itu berarti bahwa penulis harus mampu mengembangkan cara-cara
berpikir rasional. Tanpa melibatkan proses berpikir rasional, kritis, dan
kreatif akan sulit menghasilkan karangan yang dapat dipertanggungjawabkan
keilmiahannya.
Pappas (1994:215) mengemukakan bahwa menulis sebagai proses
berpikir merupakan aktivitas yang bersifat aktif, konstruktif, dan penuangan
makna. Pada saat menulis siswa dituntut berpikir untuk menuangkan gagasannya
berdasarkan skemata, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki secara tertulis.
Dalam proses tersebut diperlukan kesungguhan mengolah, menata, mempertimbangkan
secara kritis, dan menata ulang gagasan yang dicurahkan. Hal tersebut
diperlukan agar tulisan dapat terpahami pembaca dengan baik.
Menulis sebagai proses berpikir meliputi serangkaian aktivitas.
Menulis sebagai proses berpikir yang menghasilkan kreativitas
berupa karangan, baik karangan ilmiah maupun karangan sastra. Karangan sebagai
bukti kreativitas diperoleh melalui serangkaian aktivitas menulis. Rangkaian
aktivitas menulis adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Tompkins (1994:126),
yakni pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi.
Menulis sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian
tahapan dikaitkan dengan pembelajaran, berarti kesempatan bagi siswa untuk
memperoleh bimbingan dari guru secara nyata untuk mencapai keterampilan menulis
yang diharapkan. Melalui tahapan tersebut siswa dapat mengetahui
keterbatasannya secara jelas dan sekaligus berupaya meningkatkan kemampuannya
secara bertahap dan berkesinambungan.
Menulis sebagai proses berpikir berkaitan erat dengan membaca.
Menulis sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian
aktivitas yang fleksibel berkaitan erat dengan membaca. Hal itu dapat dilihat
dari (1) segi sebelum menulis diperlukan berbagai pengetahuan awal dan
informasi yang berkaitan dengan topik yang digaraf. Untuk memperoleh berbagai
informasi yang dibutuhkan tersebut membaca merupakan sarana yang paling tepat,
(2) dilihat dari segi saat-setelah menulis, membaca merupakan kegiatan yang tak
terpisahkan dengan kegiatan menulis pada tahap perbaikan, penyuntingan. Penulis
pada dasarnya adalah pembaca berulang-ulang terhadap tulisannya. Burns dkk.
(1996:383) mengemukakan bahwa membaca dan menulis saling mendukung satu dengan
yang lainnya.
BAB
II
JENIS-JENIS
MENULIS DI KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR
Berdasarkan jenis tulisannya
menulis dibedakan menjadi empat yaitu menulis diskripsi, narasi, argumentasi
dan eksposisi. Disamping keempat jenis tulisan tersebut Suparno (2008: 1.13)
menambahkan satu lagi jenis tulisan yaitu persuasi.
1.
Deskripsi
Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan
sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan
penulisnya (Suparno, 2008: 1.11). Sunarno (2007: 1) mempertegas pendapat
Suparno bahwa tulisan deskripsi berisi gambaran mengenai suatu hal/keadaan
sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
Deskripsi menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Tulisan deskrispi
bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan
sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar,
membaca, atau merasakan hal yang dideskripsikan.Dengan demikian deskripsi dapat
disimpulkan sebagai tulisan yang isinya menjelaskan sesuatu. Sesuatu yang
menjadi objek tulisan dijelaskan secara rinci sesuai dengan apa yang dilihat,
didengar, dan dirasakan oleh pancaindra penga-rang. Tulisan ini bermaksud
meyakinkan pembaca tentang kebenaran dan keber-adaan sesuatu yang telah
dijelaskan oleh penulis.
Contoh:
Jauh di sana di tepi sungai,tampak seorang perempuan yang masih
muda berjalan hilir mudik, kadang-kadang menengok ke laut, rupanya mencari atau
menantikan apa-apa yang boleh timbul dari dalam laut yang amat tenang laksana
aiar di dalam dulang pada ketika itu, atau darti pihak manapun. Pada air
mukanya yang telah pucat dan dan tubuhnya yang sudah kurus itu, dapatlah
diketahui, bahwa perempuan itu memikul suatu percintaan yang amat berat.
Meskipun mukanya telah kurus, tetapi cahaya kecantikan perempuan itu tiada juga
hilang. (dikutip dari “Bintang Minahasa” karya Hersevien M.Taulu ,2001:65)
2.
Narasi
Narasi adalah jenis tulisan yang isinya menceritakan tentang suatu
peristiwa. Sesuai dengan pendapat De'images (2007: 5) ”paragraf narasi adalah
paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian. Dalam tulisan narasi
terdapat alur cerita, tokoh, setting, dan konflik. Paragraf narasi tidak
memiliki kalimat utama.”. Senada dengan De'images, Suparno (2008: 1.11)
berpendapat bahwa ”Narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses
kejadian”. Tujuannya adalah memberikan gambaran sejelas-jelasnya kepada pembaca
mengenai fase, langkah, urutan, atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Sunarno
(2007: 1) juga mempunyai pendapat yang hampir sama, bahwa secara sederhana
narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian
dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi
suatu konflik.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa narasi
merupa-kan jenis tulisan yang isinya menceritakan suatu kejadian. Kejadian
tersebut di-ceritakan dengan runtut dan jelas. Dalam tulisan narasi biasanya
terdapat tokoh, tempat dan waktu kejadian. Hal ini dimaksudkan untuk memaparkan
suatu cerita atau kejadian dengan sejelas-jelasnya.
Contoh:
Pertandingan antara Angelique Widjaja melawan Tamarine Tanasugarn
berlangsung sangat mendebarkan. Pada set pertama, Tamarine unggul atas Angie
dengan skor 6-2. Namun, Angie membalas kekalahannya di set pertama dengan
merebut set kedua. Angie memenangi set kedua itu dengan skor tipis 7-5.
Memasuki set ketiga, Tamarine tampaknya mulai kehabisan tenaga. Sebaliknya
Angie semakin percaya diri apalagi ia mendapat dukungan luarbiasa dari para
penonton. Dengan mudah Angie memimpin perolehan angka. Ia sempat unggul dengan
skor 5-0, sebelum akhirnya Angie menutup set penentuan itu dengan skor 6-2.
Kemenangannya itu mengantarkan Angie ke semifinal turnamen tenis WTA Tour di
Bali.
3.
Argumentasi
Argumentasi adalah ragam wacana yang
dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh
penulisnya. Argumentasi bisa disebut sebagai tulisan eksposisi yang khusus.
Penulis berusaha untuk meyakinkan atau membujuk pembaca. Hal ini dimaksudkan
agar pembaca perca-ya dan menerima apa yang dipaparkannya oleh penulis.Karena
tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, maka penulis dapat
menyajikan secara logis, kritis, dan sistematis bukti-bukti yang dapat
memperkuat kebenaran pendapat yang disampaikannya. Sehingga keber-adaan
bukti-bukti tersebut dapat menghapus keraguan pembaca terhadap penulis. Penulis
dapat mengajukan argumentasinya berdasarkan contoh-contoh, analogi,
akibat-sebab, sebab-akibat, dan pola-pola deduktif.
Contoh:
Hakim menjatuhkan vonis hukuman kepada terdakwa itu. Dari catatan
kepolisian yang ada ternyata ia telah berkali-kali melakukan
kejahatan-kejahatan kecil sampai kejahatan besar hampir semua pernah ia
lakukan. Ternyata, lingkungan pergaulan yang ia lalui merupakan faktor utama
yang menyebabkannya harus mengalami penderitaan yang panjang.
4.
Eksposisi
Eksposisi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan,
menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau me-nambah
pengetahuan dan pandangan pembacanya (Suparno, 2008: 1.12). Sasa-rannya adalah
menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi piki-ran, perasaan, dan
sikap pembacanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekedar
memperjelas apa yang akan disampaikannya.Tulisan eksposisi ini memberikan
informasi. Penulis dapat mengembang-kan tulisan secara analisis, ruangan, dan
kronologis. Hal ini dimaksudkan agar pembaca memahami apa yang disampaikan.
Tulisan ini berisi uraian atau penje-lasan tentang suatu topik dengan tujuan
memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Sunarno (2007: 3)
menambahkan bahwa ”untuk mem-perjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik,
gambar atau statistik”.
Dengan demikian eksposisi dapat disimpulkan sebagai jenis tulisan
yang isinya menyampaikan atau memaparkan sebuah informasi. Tulisan ini
disampai-kan secara jelas dan dapat disertai data-data yang konkrit. Tujuannya
adalah agar pembaca mendapatkan informasi yang sesungguhnya.
5.
Persuasi
Persuasi adalah jenis tulisan yang ditujukan untuk mempengaruhi
sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya.
Tuli-san ini bertujuan mempengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu.
BAB III
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN MENULIS DI KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR
Bahasa
adalah kode yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide
melalui penggunaan simbol-simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur
kombinasi simbol-simbol tersebut (Bernstein dan Tigerman, 1993). Bahasa
merupakan suatu sistem kombinasi sejumlah komponen kaidah yang kompleks. Bloom
dan Lahey (1978) memandang bahasa sebagai suatu kombinasi antara tiga komponen
utama: bentuk, isi dan penggunaan. Bentuk suatu ujaran dalam bahasa lisan dapat
digambarkan berdasarkan bentuk fonetik dan akustiknya, tetapi bila kita hanya
menggambarkan bentuknya saja, maka kita akan terbatas pada penggambaran bentuk
atau kontur fitur permukaan ujaran saja. Ini biasanya dilakukan berdasarkan
unit fonologi (bunyi atau struktur bunyi), morfologi (unit-unit makna berupa
kata atau infleksi), dan sintaks (kombinasi antara berbagai unit makna). Isi
bahasa adalah maknanya atau semantik- yaitu representasi linguistik dari apa
yang diketahui seseorang tentang dunia benda, peristiwa dan kaitannya.
Representasi linguistik tentang isi bahasa tergantung pada kode – yaitu suatu
sistem isyarat arbitrer yang konvensional – yang memberi bentuk kepada bahasa
(Bloom dan Lahey, 1978).
Anak
mungkin berkesulitan dalam mengembangkan pengetahuan yang sesuai usia dalam
salah satu dari ketiga dimensi bahasa (isi, bentuk atau penggunaan), dan
kesulitan dalam satu dimensi dapat mengakibatkan kesulitan dalam dimensi
lainnya. Kesulitan dalam dimensi bentuk mungkin terbatas hanya pada fonologi,
tetapi kesulitan dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang fonologi
bahasa dapat mempengaruhi perkembangan dalam bidang morfologi dan sintaks.
Masalah dalam kemampuan mengembangkan kemampuan bahasa yang sesuai usia di
dalam berbagai dimensi bahasa biasanya akan menimbulkan masalah dalam
pengembangan kemampuan membaca dan menulis yang sesuai usia. Masalah-masalah
ini mungkin terkait dengan perkembangan membaca pada berbagai tingkatan.
Kesulitan dalam dimensi bentuk dapat mengakibatkan masalah dalam “memecahkan”
kode bacaan. Anak yang bermasalah dalam mengembangkan pengetahuan tentang
bentuk bahasanya dapat bermasalah dalam memahami struktur bunyi dan dalam
memahami hubungan huruf-bunyi yang diperlukan untuk “memecahkan kode” bahasa
tulis. Di pihak lain, anak yang berkesulitan memahami isi bahasa mungkin akan dapat
“memecahkan kode” dengan mudah, tetapi mereka mungkin berkesulitan dalam
memahami apa yang dibacanya. Siswa juga mungkin berkesulitan dalam membaca
karena mereka berkesulitan dalam menggunakan bahasa. Tujuan pengajaran membaca
adalah membaca untuk belajar (atau membaca untuk kesenangan). Pembaca harus
dapat masuk ke dalam semacam dialog dengan penulis. Untuk belajar dan mengerti
suatu teks diperlukan pengembangan strategi untuk memahami maksud penulis. Teks
yang berbeda memerlukan strategi yang berbeda untuk memahaminya.
2.2
Perkembangan membaca usia sekolah
Pada tahap
awal perkembangan membaca, anak harus belajar terlebih dahulu sistem alfabetik
bahasanya, baik berupa nama abjad, bentuk huruf maupun bunyi yang
dipresentasikannya. Pada tahap awal ini, kemampuan anak mengkonversi simbol ke
dalam bunyi yang tepat (decoding) berlangsung sangat lambat. Hal ini terjadi
karena pada saat mengidentifikasi kata anak juga memerlukan informasi lain yang
berasal dari pengalaman mereka untuk dapat mengenal kata (Perfetti dalam
Torgessen dkk., 1992). Pada tahap awal perkembangan membaca, anak harus
memiliki kekuatan penalaran yang mencapai tahap operasional konkret (Piaget
dalam Spiegel, 1979). Usia dari 6 – 12 tahun merupakan masa usia sekolah. Pada
masa ini anak banyak mengalami perkembangan dalam segi kognitif. Anak cenderung
mengembangkan kemampuan belajar, pe rsepsi, penalaran, memori, dan bahasa
dengan berbagai macam cara (Elkind, dkk., 1978).
Salah satu
kelemahan terbesar sekolah tampaknya adalah kekakuan guru dalam hal mengajarkan
sebuah mata pelajaran khususnya keterampilan membaca. Guru memberikan materi
biasanya melalui perpaduan antara ceramah, penggunaan papan tulis, buku
pelajaran, dan lembar latihan dan bila anak – anak tidak memahaminya, maka itu
adalah masalah mereka, bukan masalah guru (Amstrong).
Menurut
Ratna Megawangi (2006) metode pembelajaran di kelas banyak yang menyalahi teori
– teori perkembangan anak. Hasilnya adalah generasi yang tidak percaya diri.
Begitu banyak orang tua merasa bahwa suasana pembelajaran di sekolah sering
kurang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, akhirnya banyak anak yang
stress dan kehilangan kreativitas alamiahnya.
2.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan membaca pada anak SD
Banyak
faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Menurut Lamb dan Arnold (1976)
faktor – faktor tersebut adalah faktor fisiologis, intelektual lingkungan, dan
prikologis.
2.3.1
Faktor Fisiologis
Faktor
fisiologis mencangkup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin.
Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk
belajar, khususnya belajar membaca. Beberapa ahli mengemukakan bahwa
keterbatasan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurangmatangan
secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal
dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka. Guru hendaknya cepat
menemukan tanda – tanda yang disebutkan di atas.
Gangguan
pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan
belajar membaca anak. Analisis bunyi, misalnya mungkin sukar bagi anak yang
mempunyai masalah pada alat bicara dan alat pendengaran. Guru harus waspada
terhadap beberapa kebiasaan anak, seperti anak sering menggosok – gosok
matanya, dan mengerjap – ngerjapkan matanya ketika membaca. Jika menemukan
siswa seperti di atas, guru harus menyarankan kepada orang tuanya untuk membawa
si anak ke dokter spesialis mata. Dengan kata lain, guru harus sensitif
terhadap gangguan yang di`lami oleh seorang anak. Makin cepat guru
mengetahuinya, makin cepat pula masalaha anak dapat diselesaikan. Sebaiknya,
anak – anak diperiksa matanya terlebih dahulu sebelum ia mulai membaca
permulaan.
Walaupun
tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya, beberapa anak mengalami kesukaran
belajar membaca. Hal itu dapat terjadi karena belum berkembangnya kemampuan
mereka dalam membedakan simbol – simbol cetakan, seperti huruf – huruf, angka –
angka, dan kata – kata misalnya anak belum bisa membedakan b, p, dan d.
Perbedaan pendengaran (auditory discrimination) adalah kemampuan mendengarkan
kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa sebagai faktor penting dalam menentukan
kesiapan membaca anak.
2.3.2
Faktor Intelektual
Istilah
inteligensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir yang
terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan
meresponsnya secara tepat. Terkait dengan penjelasan Heinz di atas, Wechster
mengemukakan bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu untuk bertindak
sesuai dengan tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap
lingkungan.
Penelitian
Ehansky dan Muehl dan Forrell yang dikutip oleh Harris dan Sipay menunjukkan
bahwa secara umum ada hubungan posirif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang
diindikasikan oleh IQ dengan rata – rata peningkatan remedial membaca. Pendapat
ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rubin bahwa banyak hasil penelitian
memperlihatkan tidak semua siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi
eenjadi pembaca yang baik.
2.3.3
Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan baca siswa. Faktor lingkungan
itu mencakup
2.3.3.1
Latar belakang dan pengalaman anak di rumah
Lingkungan
dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Kondisi di rumah
memengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat. Kondisi itu
pada gilirannya dapat membantu anak, dan dapat juga menghalangi anak belajar
membaca. Anak yang tinggal di dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang
penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya memahami anak – anaknya, dan
mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi, tidak akan menemukan
kendala yang berarti dalam membaca.
Rubin
(1993) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat, demokratis, bisa mengarahkan
anak – anak mereka pada kegiatan yang berorientasi pendidikan, suka menantang
anak untuk berfikir , dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua
yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk
belajar di sekolah. Di samping itu, komposisi orang dewasa dalam lingkungan
rumah juga berpengaruh pada kemampuan membaca anak. Anak yang dibesarkan oleh
kedua orang tuanya , orang tua tunggal, seorang pembantu rumah tangga, atau
orang tua angkat akan memengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Anak yang
dibesarkan oleh ibu saja berbeda dengan anak yang dibesarkan oleh seorang ayah
saja. Kematian salah seorang anggota keluarga umumnya akan menyababkan tekanan
pada anak – anak. Perceraian juga merupakan pengalaman yang traumatis bagi anak
– anak. Guru hendaknya memahami tentang lingkungan keluarga anak dan peka pada
perubahan yang tiba – tiba terjadi pada anak.
Rumah juga
berpengaruh pada sikap anak terhadap buku dan membaca. Orang tua yang gemar
membaca, memiliki koleksi buku, menghargai membaca, dan senang membacakan
cerita kepada anak – anak mereka umumnya menghasilkan anak yang senang
membaca.Orang tua yang mempunyai minat yang besar terhadap kegiatan sekolah di
mana anak – anak mereka belajar, dapat memacu sikap positif anak terhadap belajar,
khususnya belajar membaca.
Kualitas
dan luasnya pengalaman anak di rumah juga penting bagi kemajuan belajar
membaca. Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan yang bermakna. Pengalaman
masa lalu anak – anak memungkinkan anak – anak untuk lebih memahami apa yang
mereka baca.
2.3.3.1
Faktor sosial ekonomi
Ada
kecenderungan orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa anak – anak mereka
siap lebih awal dalam membaca permulaan. Namun, usaha orang tua hendaknya tidak
berhenti hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orang tua harus melanjutkan
kagiatan membaca anak secara terus – menerus. Anak lebih membutuhkan perhatian
daripada uang. Oleh sebab itu, orang tua hendaknya menghabiskan waktu mereka
untuk berbicara dengan anak mereka agar anak menyenangi membaca dan berbagi
buku cerita dan pengaaman membaca dengan anak – anak. Sebaliknya, anak – anak
yang berasal dari keluarga kelas rendah yang berusaha mengejar kegiatan –
kegiatan tersebut akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menjadi
pembaca yang baik.
Faktor
sosioekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga merupakan faktor yang
membentuk lingkungan rumah siswa. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa
status sosioekonomi siswa mempengaruhi kemampuan verbal siswa. Semakin tinggi
status sosioekonomi siswa semakin tinggi kemampuan verbal siswa. Anak – anak
yang mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa serta orang tua yang
berbicara dan mendorong anak – anak mereka berbicara akan mendukung
perkembangan bahasa dan inteligensi anak. Begitu pula dengan kemampuan membaca
anak. Anak – anak yang berasal dari rumah yang memberikan banyak kesempatan
membaca, dalam lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan
mempunyai kemampuan membaca yang tinggi.
2.3.4
Faktor Psikologis
Faktor lain
yang juga memengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis.
Faktor ini mencakup (1) motivasi, (2) minat, dan (3) kematangan sosial,
emosi,dan penyesuaian diri.
2.3.4.1
Motivasi
Motivasi
adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes mengemukakan bahwa kunci
motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya adalah
guru harus mendemonstrasikan kepada siswa praktik pengajaran yang relevan
dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai
suatu kebutuhan.
Crawley
dan Mountain mengemukakan bahwa motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang
belajar atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar memengaruhi minat dan
hasil belajar siswa.
Suasana
belajar yang kondusif dan menyenangkan akan mengoptimalkan kerja otak siswa. Di
samping itu, suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan akan lebih
memotivasi siswa agar belajar lebih intensif. Seseorang tidak berminat membaca
kalau dalam keadaan tertekan. Untuk usia dini bisa diwujudkan dalam bentuk
permainan, sedangkan pada siswa kelas tinggi bermain dapat dikembangkan melalui
eksperimen. Misalnya, setelah membaca materi bacaan yang menjelaskan tentang
petunjuk membuat pesawat terbang dari kertas, kemudian siswa mencoba
memodifikasinya sehingga pesawatnya bisa terbang lebih jauh.
2.3.4.2
Minat
Minat baca
ialah keinginan yang kuat disertai usaha – usaha seseorang untuk membaca. Orang
yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya
untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri.
Seorang
guru harus berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai motivasi yang
tinggi terhadap membaca, akan mempunyai minat yang tinggi pula terhadap
kegiatan membaca.
2.3.4.3
Kematangan sosio dan emosi serta penyesuaian diri
Seorang
siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu. Anak – anak
yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak
mendapatkan sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan mendapat kesulitan
dalam pelajaran membaca. Sebaliknya, anak – anak yang lebih mudah mengontrol
emosinya, akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya.
Pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anak –
anak dalam memahami bacaan akan meningkat.
Percaya
diri sangat dibutuhkan oleh anak – anak. Anak – anak yang kurang percaya diri
di dalam kelas, tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya
walaupun tugas itu sesuai dengan kemampuannya. Mereka sangat bergantung kepada
orang lain sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan mandiri dan selalu meminta
untuk diperhatikan guru.
BAB
IV
MODEL
PEMBELAJARAN MENULIS DI KELAS TINGGI
Model
Pembelajaran
1. Model
Pembelajaran Membaca
A. Model
Directed Reading Thinking Activity (DRTA) (Kegiatan Membaca Berpikir Terarah)
Langkah-Iangkah
1) Tahap
Prabaca
a) Survei teks. mencari petunjuk tentang isi (judul, ilustrasi.
sub judul, ilustrasi)
b) Membuat prediksi
c) Menulis prediksi pada lembar prediksi
• Lembar prediksi berisi klasifikasi, sepert kolorn terbukti.tidak
terbukti, benar-salah, informasi tidak cukup, atau lainnya.
•
Menentukan tujuan membaca (apakah terbukti atau tidak prediksinya)
• Lanjutan
2) Tahap
membaca
a) Membaca teks (diarn/nyaring)
b) Memberi tanda (X) pada lembar klarifikasi pada lembar prediksi
dan menentukan berapa banyak kesesuaian hasil prediksi dengan isi bacaan
3) Pasca Mernbaca
a) Membanding isi prediksi dengan isi teks yang sebenarnya
b) Menganalisis daftar prediksi dan menilai berapa banyak kesesuaian
basil prediksi dengan isi bacaan.
B. Model
K-W-L
Strategi
K-W-L adalah salah satu strategi pembelajaran membaca yang menekankan pada
pentingnya latar belakang pengetahuan pembaca. (D. Ogle. 1986, Via Tierney
1990: 283). Strategi K-W-L terdiri dari tiga langkah, yaitu langkah K-
What I Know (apa yang saya ketahui). langkah W- What I Want to Learn (apa yang
ingin saya pelajari), dan langkah L- What I Learned (apa yang telah saga
pelajari). K-W-L dikembangakan dan diujiterapkan untuk mengetahui kerangka
kerja guru guna mengetahui kemampuan siswa.
C. Model
PORPE
1) PORPE (Predict. Organize, Rehearse, Practice. Evaluate)
merupakan strategi belajar yang dikembangkan oleh Simpson (1986) yang dirancang
untuk membantu siswa dalam (1) merencanakan secara aktif. memonitor, dan
mengevaluasi pembelajaran mereka mengenai isi bacaan; (2) mempelajari
proses-proses yang berbelit-belit dalarn persiapan ujian esai. dan (3)
menggunakan proses menulis
2) Tahapan
Strategi Porpe
a) Predict (membuat
prediksi berupa pertanyaan-pertanyaan esai),
b) Organize
(mengorganisasikan konsep dalarn bentuk mind mapping),
c)
Rehearse (melatih kembali dengan cara mepresentasikan di depan),
d)
Practice (praktik; menuliskan kembali dengan bahasanya sendiri
e)
Evaluate (evaluasi yaitu menjawab pertanyaan esai yang
dibuat oleh guru).
A. Model ECOLA (Extending Consept trought Language Activities)
Langkah-langkah:
1) Menentukan tuluan komunikasi (siswa berdiskusi untuk menentukan
tuiuan membaca. Kecakapan hidup yang diharapkan
a) Gemar membaca
b) Cepat menemukan ide. konsep, dan informasi aktual
c) Kritis bernalar-terampil bertanya dan mempertanyakan
d) Terampil menganalisis
e)
Terampil merangkum
f)
Mampu mengevaluasi
g)
Menumbuhkan kepribadian dan rasa percaya diri yang tangguh.
h) Tradisi
membaca
• Pertama,
Membaca yang baik
Membaca
merupakan keterampilan berbahasa yang bertujuan untuk memahami ide, gagasan.
serta perasaan dalam teks. Pembaca yang balk akan memperhatikan kecepatan dan
pemahaman saat membaca.
• Kedua,
Memilih materi bacaan
Mengenali
karakteristik bacaan, bahasanya mudah dimengerti, ada pesan yang disampaikan,
mendidik, menghibur. dan mudah diperoleh
• Ketiga,
Menyediakan waktu
Agar
kemampuan membaca menjadi baik salah satu cara yang perlu dilakukan adalah
mencediakan waktu rutin untuk selalu membaca
• Keempat,
Membaca kritis
Setelah
melakukan pemahaman terhadap isi/informasi, pembaca akan mengalami proses
analisis dan evaluasi terhadap teks yang dibaca.
2. Model
Pembelajaran Mendengarkan
a. Retelling
stony
1) Guru
menyiapkan bahan bacaan.
2) Salah
satu siswa membaca dengan membaca nyaring.
3) Siswa
menyimak dengan seksama.
4) Siswa
ditugasi untuk menceritakan kembali isi bacaan dengan bahasa sendiri.
b. Bisik
Berantai
1) Guru
membisikkan suatu pesan kepada seorang siswa.
2) Siswa
tersebut membisikkan pesan itu kepada siswa kedua.
3) Siswa
kedua membisikkan pesan itu kepada siswa ketiga. Begitu seterusnya.
4) Siswa
terakhir menyebutkan pesan itu dengan suara jelas di depan kelas.
5) Guru
memeriksa apakah pesan itu benar-benar sarnpai pada siswa terakhir atau tidak.
c. Model
Menvimak Secara Langsung/DLA (Direct Listening Activities)
Guru
mengemukakan tujuan pembelajaran, membacakan judul teks simakan, bertanya jawab
dengan siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan judul bahan simakan sebagai
upaya untuk pembangkitan unsur siswa. Selanjutnya guru mengernukakan hal-hal
pokok yang perlu dipahami siswa dalam menyimak.
d.
Identifikasi Kata Kunci
1) Setiap kalimat. paragraf, ataupun wacana selalu memiliki
sejumlah kata yang dapat mengungkapkan isi keseluruhan
kalimat, paragraf atau wacana. Kata-kata yang dapat mewakili isi keseluruhan
ini disebut kata kunci "key word'.
2) Menyirnak isi kalimat yang panjang atau paragraf
dan wacana pendek-pendek tidak perlu menangkap sernua kata-katanya. Cukup
diingat beberapa kata kunci yang merupakan inti pernbicaraan. Melalui
perakitan kata kunci menjadi kalimat- kalimat utuh sampai isi singkat bahan
simakan.
3)
Guru : Dengarkan baik-baik! Cari kata kunci kalimat berikut.
4) Manusia, baik
yang primitif maupun yang modern. selalu cenderung hidup berkelompok.
5)
Siswa: Menyimak. Menentukan kata kunci. Manusia hidup berkelompok
e.
Memperluas Kalimat
1) Guru menyebutkan sebuah kalimat. Siswa
mengucapkan kembali kalimat tersebut. Kembali guru mengulangi mengucapkan
kalimat tadi. Kemudian guru mengucapkan kata atau kelompok kata lain. Siswa
melengkapi kalimat tadi dengan kelompok kata yang disebutkan terakhir oleh
guru. Hasilnya adalah kalimat yang diperluas.
2)
Lanjutan
f.
Menvelesaikan Cerita
1).
Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 3-4
orang. Guru mernanggil anggota kelompok pertama. misalnya kelompok 1. maju ke
depan kelas. Yang bersangkutan disuruh bercerita, judul bebas kadanb kadang
juga diitentukan oleh guru. Setelah yang bersangkutan bercerita, misalnya baru
seperempat bagian is dipersilahkan guru untuk duduk.
2)
Cerita tersebut dilanjutkan oleh anggota kedua. Anggota ketiga
maju melanjutkan cerita itu. Bagian terakhir cerita diselesaikan oleh anggota
keempat. Kelas boleh juga tidak dikelompokkan. Semua siswa harus slap
dipanggil untuk bercerita.Sementara yang belum tampil ke depan harus menyimak
benar-benarjalan cerita.Cara ini mernbuat kelas serius menyimak cerita yang
sedang dituturkan.
3) Guru:
Sekarang bunda punya suatu cerita. Tapi judulnya belum ada? Masih
dicari/belum diberi judul. Cerita ini akan disusun oleh empat orang
siswa. Bagian demi bagian akan ditampilkan di depan kelas.
Anak-anak harus bersiap bercerita dan menvinak cerita. Mari kita mulai, Udin
silakan ke depan kelas!
4)
Udin : Nilai mata pelaharan matematika saya 8. Saya belajar hampir setiap
saat.Saya tak ingin nilai saya turun.
5)
Guru: Bagus. Udin. silahkan duduk. Cerita akan dilanjutkan oleh Anggi.
6)
Guru: Anggi lanjtkan cerita Udin tadi.
7)
Anggi: Ya dari pada menyesal saat ujian karena tidak bisa nggarap, lebih
baik sekarang meniru Udin yang rajin belajar.
8)
Guru: Bagus. bagus! Anggi boleh duduk. Cerita akan dilanjutkan oleh Elma
(dan seterusnya sampai guru menghentikan cerita itu. dan siswa diminta
menentukan judulnya.
3. Model
Pembelajaran Menulis
Kemampuan
menulis berkorelasi dengan kemampuan membaca. tetapi sangat menulis cendrung
diabaikan dalam pembelajaran
a. Model
Brainstorming,
Langkah-Langkah:
1) Siswa
dibentuk dalam beberapa kelompok yang heterogen.
2) Masing-masing kelompok berdiskusi menentukan topik tulisan
dapat didasarkan tema sentral yang diberikan guru atau memilih
tema yang guru berikan.
3) Setelah menemukan terra tulisan dalam kelompoknya, mereka
brainstorming untuk nenentukan topik tulisan per siswa (individu).
4) Brainstorming terus dilakukan dalam tahap prapenulisan,
khususnya dalam hal penggalian dan pengumpulan
bahan tulisan.
5) Para
siswa diberi kesempatan untuk menulis secara mandiri (sendiri-sendiri)
6) Setelah usai. mereka dikelompokkan lagi dalam kelompok semula
dan dilakukan tahap pascamenulis (editing &revising). Para
siswa melakukan brainstorming dalam mencermati tulisan
teman lainnya.
7) Para
siswa memperbaiki tulisannya kembali.
8) Tiap kelompok menyajikan beberapa atau satu tulisan yang
dianggap paling baik di kelompoknya (dipilih oleh kelompok siswa yang
hersangkutan) secara lisan.
9) Guru
dan siswa lain merefleksi (menanggapi dan evaluasi) tulisan ternan yang
disajikan.
10)
Tulisan dikumpulkan dan dievaluasi oleh guru.
b. Model
Brain writing , Langkah-langkah :
1)
Siswa dan guru mendiskusikan terra tulisan yang akan dituliskan.
2) Siswa diberi kesempatan untuk melakukan proses
prapenulisan secara individu atau kelompok. balk indoor
maupun outdoor. Jika berkelompok. hal-hal yang dibicarakan (diskusi) dan
berbagai saran gagasan teman harus dituangkan dalam kartu/lembar gagasan
(boleh secara garis besar). Temuan siswa dalam kegiatan prapenulisan dituangkan
dalam lembar/kartu gagasan.
3)
Siswa diberi kesempatan untuk menulis secara mandiri (sendiri-sendiri).
4) Setelah selesai menulis draft. tulisan siswa ditukarkan
dengan siswa lain, berpasangan/acak dan mereka melakukan tahap pascamenulis
(editing &revising). Para siswa melakukan brain writing dalam menyunting
tulisan teman lainnya.
5) Siswa diminta memberikan saran, kornentar, gagasan. dan
semacamnya atas tulisan teman yang dibacanya secara
tertulis dalam lembar/kartu gagasan.
6)
Setelah tulisan dikembalikan beserta kartu gagasan, para siswa
memperbaiki tulisannya kembali.
7)
Beberapa siswa diminta menyajikan tulisannya secara lisan.
8)
Guru dan siswa lain merefleksi (menanggapi dan evaluasi) tulisan teman
yang disajikan.
9)
Tulisan dikumpulkan dan dievaluasi oleh guru
c.
Model Roundtable
Model ini
dikembangakan dengan dasar pendekatan kooperatif dan kontekstual. Tulisan yang
paling tepat untukjenis ini adalah tulisan kreatif (cerpen. puisi. drama) dan
beberapa tulisan faktual (narasi. deskripsi. dan lainnya). Model ini
mengedepankan suatu kerjasama dalam kelompok untuk membuat tulisan bersama.
Akan san(-Iat baik jika hal ini pun dikompetisikan dalam kelas tersebut.
d. Model
Brown
Model ini
didasari oleh pemahaman bahwa media pembelajaran merupakan suatu bagian yang
sangat berpengaruh terhadap keefektifan pembelajaran. Apalagi media dan alat
bantu belajar kian lama kian variatif dan interaktif. Media yang dapat
digunakan dalam pembelajaran menulis dapat berupa media visual, audio, project
motion, dll. di antaranya adalah garnbar, peta, bagan, grafik. foto, poster,
iklan. perangko. video. OHP, dsb.
e. Model
Sugesti - Imajinasi
Model ini
mendasarkan pada menulis sebagai suatu proses yang perlu rangsangan menarik
untuk memunculkan ide tulisan hal ini tetap menggunakan dasar menulis sebagai
sebuah proses.
DAFTAR PUSTAKA
Bakri,
Umar. 2009. Keterampilan Berbahasa. (http://guru
umarbakri.blogspot.com) diakses pada 21 April 2015 pukul 12:22 WIB
Hartati,
tatat, dkk. 2009. Pendidikan bahasa dan satra Indonesia di kelas tinggi.
Bandung: UPI Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar