Minggu, 03 Januari 2016

Menulis Kelas Tinggi




MAKALAH
Pembelajaran Menulis Kelas Tinggi Di SD
Diajukan untuk memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah
Pembelajaran Menulis Kelas Tinggi Di SD


DISUSUN OLEH:
DITA HADAITA                   2227093176
                        VII D PGSD

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2015







KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tak lupa pula Sholawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
                Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Pembelajaran Menulis SD Kelas Tinggi, dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam profesi keguruan.
                Terima kasih kepada Bapak Dr. Suprani, M.Pd, selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, jika tidak ada beliau tidak mungkin kami dapat menyusun makalah ini sedemikian rupa tanpa adanya ilmu dan bimbingan yang telah beliau sampaikan kepada kami.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan- masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
                                               
                                                                                                                                                Serang,   Oktober 2015



                                                                                                                                                                Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................         i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
PENDAHULUAN..................................................................................................... iii
BAB I
Menulis Sebagai Suatu Proses Berfikir.................................................................... 1
BAB II
Jenis-jenis Menulis di Kelas Tinggi Sekolah Dasar.................................................... 2
BAB III
Problematika Pembelajaran Menulis di Kelas Tinggi Sekolah Dasar.......................... 4
BAB IV
Model-model Pembelajaran Menulis di Kelas Tinggi................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 14








PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu unsur yang hidup di dalam diri manusia. Bahasa berfungsi sebagai sarana komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Karena itu, bahasa tak akan lepas dari penggunaannya. Manusia menggunakan bahasa, baik bahasa tubuh, tulisan, maupun lisan.
Bahasa juga merupakan unsur penting di dalam pendidikan. Oleh karenanya, kedudukan bahasa Indonesia selain sebagai bahasa Nasional dan sebagai lambang kebanggaan bangsa, fungsi bahasa Indonesia yang lain yaitu sebagai pengantar dalam lembaga pendidikan mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (Perguruan Tinggi) di seluruh Indonesia. Selain itu bahasa dalam lingkup pendidikan juga sebagai alat penghubung tingkat nasional, dan alat pengembangan budaya serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK).
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Pembelajaran menulis di sekolah dasar diharapkan mampu membekali siswa dengan kemampuan menulis yang baik. pelaksanaan pembelajaran menulis di sekolah dasar terutama di kelas tinggi tidak dapat dipisahkan dari membaca permulaan, walaupun membaca dan menulis merupakan dua kemampuan yang berbeda. Begitu pula dengan kemampuan menulis dengan menyimak serta mendengar, hubungan antara keterampilan-keterampilan tersebut sangat berkaitan. Menulis bersifat produktif sedangkan membaca bersifat reseptif. Kemampuan menulis tidak diperoleh secara alamiyah, tetapi harus melalui latihan dan pembiasaan menulis.

B.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat disimpulkan:
1.       Bagaimana perkembangan menulis anak?
2.       Bagaimana perkembangan menulis anak di kelas tinggi

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah selain untuk menambah pengetahuan bagi pembaca, diharapkan pula pembaca mengetahui perkembangan menulis anak khususnya pada keterampilan menulis di kelas tinggi.






BAB 1
MENULIS SEBAGAI SUATU PROSES BERFIKIR

Menulis sebagai suatu proses menuangkan gagasan atau pikiran dalam bentuk tertulis. Menulis sebagai proses berpikir berarti bahwa sebelum dan atau saat-setelah menuangkan gagasan dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan proses berpikir. Proses berpikir menurut Moore dkk.(dalam Khalik, 1999:28) memiliki sejumlah esensi: mengingat, menghubungkan, memprediksikan, mengorganisasikan, membayangkan, memonitor, mereviu, mengevaluasi, dan menerapkan. Jadi Pengertian dan hakikat menulis sesungguhnya memuat tentang suatu proses berpikir , gagasan yang dituangkan dalam kalimat/paragraf dapat dianalisis kelogisannya.
Menulis dan proses berpikir berkaitan erat dalam menghasilkan suatu karangan yang baik. Dan karangan yang baik merupakan manifestasi dari keterlibatan proses berpikir. Dengan demikian, proses berpikir sangat menentukan lahirnya suatu karangan yang berkualitas. Syafi’ie (1988:43) mengemukakan bahwa salah satu substansi retorika menulis adalah penalaran yang baik. Hal itu berarti bahwa penulis harus mampu mengembangkan cara-cara berpikir rasional. Tanpa melibatkan proses berpikir rasional, kritis, dan kreatif akan sulit menghasilkan karangan yang dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya.
Pappas (1994:215) mengemukakan bahwa menulis sebagai proses berpikir merupakan aktivitas yang bersifat aktif, konstruktif, dan penuangan makna. Pada saat menulis siswa dituntut berpikir untuk menuangkan gagasannya berdasarkan skemata, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki secara tertulis. Dalam proses tersebut diperlukan kesungguhan mengolah, menata, mempertimbangkan secara kritis, dan menata ulang gagasan yang dicurahkan. Hal tersebut diperlukan agar tulisan dapat terpahami pembaca dengan baik.
Menulis sebagai proses berpikir meliputi serangkaian aktivitas.
Menulis sebagai proses berpikir yang menghasilkan kreativitas berupa karangan, baik karangan ilmiah maupun karangan sastra. Karangan sebagai bukti kreativitas diperoleh melalui serangkaian aktivitas menulis. Rangkaian aktivitas menulis adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Tompkins (1994:126), yakni pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi.
Menulis sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian tahapan dikaitkan dengan pembelajaran, berarti kesempatan bagi siswa untuk memperoleh bimbingan dari guru secara nyata untuk mencapai keterampilan menulis yang diharapkan. Melalui tahapan tersebut siswa dapat mengetahui keterbatasannya secara jelas dan sekaligus berupaya meningkatkan kemampuannya secara bertahap dan berkesinambungan.
Menulis sebagai proses berpikir berkaitan erat dengan membaca.
Menulis sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian aktivitas yang fleksibel berkaitan erat dengan membaca. Hal itu dapat dilihat dari (1) segi sebelum menulis diperlukan berbagai pengetahuan awal dan informasi yang berkaitan dengan topik yang digaraf. Untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan tersebut membaca merupakan sarana yang paling tepat, (2) dilihat dari segi saat-setelah menulis, membaca merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dengan kegiatan menulis pada tahap perbaikan, penyuntingan. Penulis pada dasarnya adalah pembaca berulang-ulang terhadap tulisannya. Burns dkk. (1996:383) mengemukakan bahwa membaca dan menulis saling mendukung satu dengan yang lainnya.
BAB II
JENIS-JENIS MENULIS DI KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR
      Berdasarkan jenis tulisannya menulis dibedakan menjadi empat yaitu menulis diskripsi, narasi, argumentasi dan eksposisi. Disamping keempat jenis tulisan tersebut Suparno (2008: 1.13) menambahkan satu lagi jenis tulisan yaitu persuasi.
1.        Deskripsi
Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya (Suparno, 2008: 1.11). Sunarno (2007: 1) mempertegas pendapat Suparno bahwa tulisan deskripsi berisi gambaran mengenai suatu hal/keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut. Deskripsi menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Tulisan deskrispi bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, membaca, atau merasakan hal yang dideskripsikan.Dengan demikian deskripsi dapat disimpulkan sebagai tulisan yang isinya menjelaskan sesuatu. Sesuatu yang menjadi objek tulisan dijelaskan secara rinci sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh pancaindra penga-rang. Tulisan ini bermaksud meyakinkan pembaca tentang kebenaran dan keber-adaan sesuatu yang telah dijelaskan oleh penulis.
Contoh:
Jauh di sana di tepi sungai,tampak seorang perempuan yang masih muda berjalan hilir mudik, kadang-kadang menengok ke laut, rupanya mencari atau menantikan apa-apa yang boleh timbul dari dalam laut yang amat tenang laksana aiar di dalam dulang pada ketika itu, atau darti pihak manapun. Pada air mukanya yang telah pucat dan dan tubuhnya yang sudah kurus itu, dapatlah diketahui, bahwa perempuan itu memikul suatu percintaan yang amat berat. Meskipun mukanya telah kurus, tetapi cahaya kecantikan perempuan itu tiada juga hilang. (dikutip dari “Bintang Minahasa” karya Hersevien M.Taulu ,2001:65)
2.       Narasi
Narasi adalah jenis tulisan yang isinya menceritakan tentang suatu peristiwa. Sesuai dengan pendapat De'images (2007: 5) ”paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian. Dalam tulisan narasi terdapat alur cerita, tokoh, setting, dan konflik. Paragraf narasi tidak memiliki kalimat utama.”. Senada dengan De'images, Suparno (2008: 1.11) berpendapat bahwa ”Narasi adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian”. Tujuannya adalah memberikan gambaran sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan, atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Sunarno (2007: 1) juga mempunyai pendapat yang hampir sama, bahwa secara sederhana narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa narasi merupa-kan jenis tulisan yang isinya menceritakan suatu kejadian. Kejadian tersebut di-ceritakan dengan runtut dan jelas. Dalam tulisan narasi biasanya terdapat tokoh, tempat dan waktu kejadian. Hal ini dimaksudkan untuk memaparkan suatu cerita atau kejadian dengan sejelas-jelasnya.
Contoh:
Pertandingan antara Angelique Widjaja melawan Tamarine Tanasugarn berlangsung sangat mendebarkan. Pada set pertama, Tamarine unggul atas Angie dengan skor 6-2. Namun, Angie membalas kekalahannya di set pertama dengan merebut set kedua. Angie memenangi set kedua itu dengan skor tipis 7-5.  Memasuki set ketiga, Tamarine tampaknya mulai kehabisan tenaga. Sebaliknya Angie semakin percaya diri apalagi ia mendapat dukungan luarbiasa dari para penonton. Dengan mudah Angie memimpin perolehan angka. Ia sempat unggul dengan skor 5-0, sebelum akhirnya Angie menutup set penentuan itu dengan skor 6-2. Kemenangannya itu mengantarkan Angie ke semifinal turnamen tenis WTA Tour di Bali.
3.       Argumentasi
Argumentasi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya. Argumentasi bisa disebut sebagai tulisan eksposisi yang khusus. Penulis berusaha untuk meyakinkan atau membujuk pembaca. Hal ini dimaksudkan agar pembaca perca-ya dan menerima apa yang dipaparkannya oleh penulis.Karena tujuannya meyakinkan pendapat atau pemikiran pembaca, maka penulis dapat menyajikan secara logis, kritis, dan sistematis bukti-bukti yang dapat memperkuat kebenaran pendapat yang disampaikannya. Sehingga keber-adaan bukti-bukti tersebut dapat menghapus keraguan pembaca terhadap penulis. Penulis dapat mengajukan argumentasinya berdasarkan contoh-contoh, analogi, akibat-sebab, sebab-akibat, dan pola-pola deduktif.
Contoh:
Hakim menjatuhkan vonis hukuman kepada terdakwa itu. Dari catatan kepolisian yang ada ternyata ia telah berkali-kali melakukan kejahatan-kejahatan kecil sampai kejahatan besar hampir semua pernah ia lakukan. Ternyata, lingkungan pergaulan yang ia lalui merupakan faktor utama yang menyebabkannya harus mengalami penderitaan yang panjang.
4.       Eksposisi
Eksposisi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau me-nambah pengetahuan dan pandangan pembacanya (Suparno, 2008: 1.12). Sasa-rannya adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi piki-ran, perasaan, dan sikap pembacanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekedar memperjelas apa yang akan disampaikannya.Tulisan eksposisi ini memberikan informasi. Penulis dapat mengembang-kan tulisan secara analisis, ruangan, dan kronologis. Hal ini dimaksudkan agar pembaca memahami apa yang disampaikan. Tulisan ini berisi uraian atau penje-lasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Sunarno (2007: 3) menambahkan bahwa ”untuk mem-perjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik”.
Dengan demikian eksposisi dapat disimpulkan sebagai jenis tulisan yang isinya menyampaikan atau memaparkan sebuah informasi. Tulisan ini disampai-kan secara jelas dan dapat disertai data-data yang konkrit. Tujuannya adalah agar pembaca mendapatkan informasi yang sesungguhnya.
5.       Persuasi
Persuasi adalah jenis tulisan yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisnya. Tuli-san ini bertujuan mempengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu.



BAB III
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN MENULIS DI KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR
Bahasa adalah kode yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide melalui penggunaan simbol-simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi simbol-simbol tersebut (Bernstein dan Tigerman, 1993). Bahasa merupakan suatu sistem kombinasi sejumlah komponen kaidah yang kompleks. Bloom dan Lahey (1978) memandang bahasa sebagai suatu kombinasi antara tiga komponen utama: bentuk, isi dan penggunaan. Bentuk suatu ujaran dalam bahasa lisan dapat digambarkan berdasarkan bentuk fonetik dan akustiknya, tetapi bila kita hanya menggambarkan bentuknya saja, maka kita akan terbatas pada penggambaran bentuk atau kontur fitur permukaan ujaran saja. Ini biasanya dilakukan berdasarkan unit fonologi (bunyi atau struktur bunyi), morfologi (unit-unit makna berupa kata atau infleksi), dan sintaks (kombinasi antara berbagai unit makna). Isi bahasa adalah maknanya atau semantik- yaitu representasi linguistik dari apa yang diketahui seseorang tentang dunia benda, peristiwa dan kaitannya. Representasi linguistik tentang isi bahasa tergantung pada kode – yaitu suatu sistem isyarat arbitrer yang konvensional – yang memberi bentuk kepada bahasa (Bloom dan Lahey, 1978).
Anak mungkin berkesulitan dalam mengembangkan pengetahuan yang sesuai usia dalam salah satu dari ketiga dimensi bahasa (isi, bentuk atau penggunaan), dan kesulitan dalam satu dimensi dapat mengakibatkan kesulitan dalam dimensi lainnya. Kesulitan dalam dimensi bentuk mungkin terbatas hanya pada fonologi, tetapi kesulitan dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang fonologi bahasa dapat mempengaruhi perkembangan dalam bidang morfologi dan sintaks. Masalah dalam kemampuan mengembangkan kemampuan bahasa yang sesuai usia di dalam berbagai dimensi bahasa biasanya akan menimbulkan masalah dalam pengembangan kemampuan membaca dan menulis yang sesuai usia. Masalah-masalah ini mungkin terkait dengan perkembangan membaca pada berbagai tingkatan. Kesulitan dalam dimensi bentuk dapat mengakibatkan masalah dalam “memecahkan” kode bacaan. Anak yang bermasalah dalam mengembangkan pengetahuan tentang bentuk bahasanya dapat bermasalah dalam memahami struktur bunyi dan dalam memahami hubungan huruf-bunyi yang diperlukan untuk “memecahkan kode” bahasa tulis. Di pihak lain, anak yang berkesulitan memahami isi bahasa mungkin akan dapat “memecahkan kode” dengan mudah, tetapi mereka mungkin berkesulitan dalam memahami apa yang dibacanya. Siswa juga mungkin berkesulitan dalam membaca karena mereka berkesulitan dalam menggunakan bahasa. Tujuan pengajaran membaca adalah membaca untuk belajar (atau membaca untuk kesenangan). Pembaca harus dapat masuk ke dalam semacam dialog dengan penulis. Untuk belajar dan mengerti suatu teks diperlukan pengembangan strategi untuk memahami maksud penulis. Teks yang berbeda memerlukan strategi yang berbeda untuk memahaminya.
2.2  Perkembangan membaca usia sekolah
Pada tahap awal perkembangan membaca, anak harus belajar terlebih dahulu sistem alfabetik bahasanya, baik berupa nama abjad, bentuk huruf maupun bunyi yang dipresentasikannya. Pada tahap awal ini, kemampuan anak mengkonversi simbol ke dalam bunyi yang tepat (decoding) berlangsung sangat lambat. Hal ini terjadi karena pada saat mengidentifikasi kata anak juga memerlukan informasi lain yang berasal dari pengalaman mereka untuk dapat mengenal kata (Perfetti dalam Torgessen dkk., 1992). Pada tahap awal perkembangan membaca, anak harus memiliki kekuatan penalaran yang mencapai tahap operasional konkret (Piaget dalam Spiegel, 1979). Usia dari 6 – 12 tahun merupakan masa usia sekolah. Pada masa ini anak banyak mengalami perkembangan dalam segi kognitif. Anak cenderung mengembangkan kemampuan belajar, pe rsepsi, penalaran, memori, dan bahasa dengan berbagai macam cara (Elkind, dkk., 1978).
Salah satu kelemahan terbesar sekolah tampaknya adalah kekakuan guru dalam hal mengajarkan sebuah mata pelajaran khususnya keterampilan membaca. Guru memberikan materi biasanya melalui perpaduan antara ceramah, penggunaan papan tulis, buku pelajaran, dan lembar latihan dan bila anak – anak tidak memahaminya, maka itu adalah masalah mereka, bukan masalah guru (Amstrong).
Menurut Ratna Megawangi (2006) metode pembelajaran di kelas banyak yang menyalahi teori – teori perkembangan anak. Hasilnya adalah generasi yang tidak percaya diri. Begitu banyak orang tua merasa bahwa suasana pembelajaran di sekolah sering kurang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, akhirnya banyak anak yang stress dan kehilangan kreativitas alamiahnya.
2.3  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan membaca pada anak SD
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Menurut Lamb dan Arnold (1976) faktor – faktor tersebut adalah faktor fisiologis, intelektual lingkungan, dan prikologis.
2.3.1     Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis mencangkup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca. Beberapa ahli mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurangmatangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka. Guru hendaknya cepat menemukan tanda – tanda yang disebutkan di atas.
Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Analisis bunyi, misalnya mungkin sukar bagi anak yang mempunyai masalah pada alat bicara dan alat pendengaran. Guru harus waspada terhadap beberapa kebiasaan anak, seperti anak sering menggosok – gosok matanya, dan mengerjap – ngerjapkan matanya ketika membaca. Jika menemukan siswa seperti di atas, guru harus menyarankan kepada orang tuanya untuk membawa si anak ke dokter spesialis mata. Dengan kata lain, guru harus sensitif terhadap gangguan yang di`lami oleh seorang anak. Makin cepat guru mengetahuinya, makin cepat pula masalaha anak dapat diselesaikan. Sebaiknya, anak – anak diperiksa matanya terlebih dahulu sebelum ia mulai membaca permulaan.
Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya, beberapa anak mengalami kesukaran belajar membaca. Hal itu dapat terjadi karena belum berkembangnya kemampuan mereka dalam membedakan simbol – simbol cetakan, seperti huruf – huruf, angka – angka, dan kata – kata misalnya anak belum bisa membedakan b, p, dan d. Perbedaan pendengaran (auditory discrimination) adalah kemampuan mendengarkan kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa sebagai faktor penting dalam menentukan kesiapan membaca anak.
2.3.2      Faktor Intelektual
Istilah inteligensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponsnya secara tepat. Terkait dengan penjelasan Heinz di atas, Wechster mengemukakan bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan.
Penelitian Ehansky dan Muehl dan Forrell yang dikutip oleh Harris dan Sipay menunjukkan bahwa secara umum ada hubungan posirif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata – rata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rubin bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan tidak semua siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi eenjadi pembaca yang baik.
2.3.3      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan baca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup
2.3.3.1 Latar belakang dan pengalaman anak di rumah
Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Kondisi di rumah memengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat. Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu anak, dan dapat juga menghalangi anak belajar membaca. Anak yang tinggal di dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya memahami anak – anaknya, dan mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi, tidak akan menemukan kendala yang berarti dalam membaca.
Rubin (1993) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat, demokratis, bisa mengarahkan anak – anak mereka pada kegiatan yang berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk berfikir , dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah. Di samping itu, komposisi orang dewasa dalam lingkungan rumah juga berpengaruh pada kemampuan membaca anak. Anak yang dibesarkan oleh kedua orang tuanya , orang tua tunggal, seorang pembantu rumah tangga, atau orang tua angkat akan memengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Anak yang dibesarkan oleh ibu saja berbeda dengan anak yang dibesarkan oleh seorang ayah saja. Kematian salah seorang anggota keluarga umumnya akan menyababkan tekanan pada anak – anak. Perceraian juga merupakan pengalaman yang traumatis bagi anak – anak. Guru hendaknya memahami tentang lingkungan keluarga anak dan peka pada perubahan yang tiba – tiba terjadi pada anak.
Rumah juga berpengaruh pada sikap anak terhadap buku dan membaca. Orang tua yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, menghargai membaca, dan senang membacakan cerita kepada anak – anak mereka umumnya menghasilkan anak yang senang membaca.Orang tua yang mempunyai minat yang besar terhadap kegiatan sekolah di mana anak – anak mereka belajar, dapat memacu sikap positif anak terhadap belajar, khususnya belajar membaca.
Kualitas dan luasnya pengalaman anak di rumah juga penting bagi kemajuan belajar membaca. Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan yang bermakna. Pengalaman masa lalu anak – anak memungkinkan anak – anak untuk lebih memahami apa yang mereka baca.
2.3.3.1  Faktor sosial ekonomi
Ada kecenderungan orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa anak – anak mereka siap lebih awal dalam membaca permulaan. Namun, usaha orang tua hendaknya tidak berhenti hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orang tua harus melanjutkan kagiatan membaca anak secara terus – menerus. Anak lebih membutuhkan perhatian daripada uang. Oleh sebab itu, orang tua hendaknya menghabiskan waktu mereka untuk berbicara dengan anak mereka agar anak menyenangi membaca dan berbagi buku cerita dan pengaaman membaca dengan anak – anak. Sebaliknya, anak – anak yang berasal dari keluarga kelas rendah yang berusaha mengejar kegiatan – kegiatan tersebut akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menjadi pembaca yang baik.
Faktor sosioekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah siswa. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status sosioekonomi siswa mempengaruhi kemampuan verbal siswa. Semakin tinggi status sosioekonomi siswa semakin tinggi kemampuan verbal siswa. Anak – anak yang mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa serta orang tua yang berbicara dan mendorong anak – anak mereka berbicara akan mendukung perkembangan bahasa dan inteligensi anak. Begitu pula dengan kemampuan membaca anak. Anak – anak yang berasal dari rumah yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi.
2.3.4     Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga memengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup (1) motivasi, (2) minat, dan (3) kematangan sosial, emosi,dan penyesuaian diri.

2.3.4.1  Motivasi
Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes mengemukakan bahwa kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa praktik pengajaran yang relevan dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai suatu kebutuhan.
Crawley dan Mountain mengemukakan bahwa motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar memengaruhi minat dan hasil belajar siswa.
Suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan akan mengoptimalkan kerja otak siswa. Di samping itu, suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan akan lebih memotivasi siswa agar belajar lebih intensif. Seseorang tidak berminat membaca kalau dalam keadaan tertekan. Untuk usia dini bisa diwujudkan dalam bentuk permainan, sedangkan pada siswa kelas tinggi bermain dapat dikembangkan melalui eksperimen. Misalnya, setelah membaca materi bacaan yang menjelaskan tentang petunjuk membuat pesawat terbang dari kertas, kemudian siswa mencoba memodifikasinya sehingga pesawatnya bisa terbang lebih jauh.
2.3.4.2  Minat
Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha – usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri.
Seorang guru harus berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap membaca, akan mempunyai minat yang tinggi pula terhadap kegiatan membaca.
2.3.4.3 Kematangan sosio dan emosi serta penyesuaian diri
Seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu. Anak – anak yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca. Sebaliknya, anak – anak yang lebih mudah mengontrol emosinya, akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya. Pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anak – anak dalam memahami bacaan akan meningkat.
Percaya diri sangat dibutuhkan oleh anak – anak. Anak – anak yang kurang percaya diri di dalam kelas, tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu sesuai dengan kemampuannya. Mereka sangat bergantung kepada orang lain sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan mandiri dan selalu meminta untuk diperhatikan guru.
BAB IV
MODEL PEMBELAJARAN MENULIS DI KELAS TINGGI

Model Pembelajaran
1. Model Pembelajaran Membaca
A. Model Directed Reading Thinking Activity (DRTA) (Kegiatan Membaca Berpikir Terarah)  Langkah-Iangkah
1) Tahap Prabaca
a) Survei teks. mencari petunjuk tentang isi (judul, ilustrasi. sub judul, ilustrasi)
b) Membuat prediksi
c) Menulis prediksi pada lembar prediksi
• Lembar prediksi berisi klasifikasi, sepert kolorn terbukti.tidak terbukti, benar-salah, informasi tidak cukup, atau lainnya.
• Menentukan tujuan membaca (apakah terbukti atau tidak prediksinya)
• Lanjutan
2) Tahap membaca
a) Membaca teks (diarn/nyaring)
b) Memberi tanda (X) pada lembar klarifikasi pada lembar prediksi dan menentukan berapa banyak kesesuaian hasil prediksi dengan isi bacaan
3) Pasca Mernbaca
a) Membanding isi prediksi dengan isi teks yang sebenarnya
b) Menganalisis daftar prediksi dan menilai berapa banyak kesesuaian basil prediksi dengan isi bacaan.


B. Model K-W-L
Strategi K-W-L adalah salah satu strategi pembelajaran membaca yang menekankan pada pentingnya latar belakang pengetahuan pembaca. (D. Ogle. 1986, Via Tierney 1990: 283).  Strategi K-W-L terdiri dari tiga langkah, yaitu langkah K- What I Know (apa yang saya ketahui). langkah W- What I Want to Learn (apa yang ingin saya pelajari), dan langkah L- What I Learned (apa yang telah saga pelajari). K-W-L dikembangakan dan diujiterapkan untuk mengetahui kerangka kerja guru guna mengetahui kemampuan siswa.
C. Model PORPE
1) PORPE (Predict. Organize, Rehearse, Practice. Evaluate) merupakan strategi belajar yang dikembangkan oleh Simpson (1986) yang dirancang untuk membantu siswa dalam (1) merencanakan secara aktif. memonitor, dan mengevaluasi pembelajaran mereka mengenai isi bacaan; (2) mempelajari proses-proses yang berbelit-belit dalarn persiapan ujian esai. dan (3) menggunakan proses menulis
2) Tahapan Strategi Porpe
 a)      Predict (membuat prediksi berupa pertanyaan-pertanyaan esai),
                b)      Organize (mengorganisasikan konsep dalarn bentuk mind mapping),
c)      Rehearse (melatih kembali dengan cara mepresentasikan di depan),
d)      Practice (praktik; menuliskan kembali dengan bahasanya sendiri
 e)      Evaluate (evaluasi yaitu menjawab pertanyaan esai yang dibuat oleh guru).
A.      Model ECOLA (Extending Consept trought Language Activities)
Langkah-langkah:
1) Menentukan tuluan komunikasi (siswa berdiskusi untuk menentukan tuiuan membaca. Kecakapan hidup yang diharapkan
a) Gemar membaca
b) Cepat menemukan ide. konsep, dan informasi aktual
c) Kritis bernalar-terampil bertanya dan mempertanyakan
d) Terampil menganalisis
e) Terampil merangkum
f)  Mampu mengevaluasi
g) Menumbuhkan kepribadian dan rasa percaya diri yang tangguh.
h) Tradisi membaca
• Pertama, Membaca yang baik
Membaca merupakan keterampilan berbahasa yang bertujuan untuk memahami ide, gagasan. serta perasaan dalam teks. Pembaca yang balk akan memperhatikan kecepatan dan pemahaman saat membaca.
• Kedua, Memilih materi bacaan
Mengenali karakteristik bacaan, bahasanya mudah dimengerti, ada pesan yang disampaikan, mendidik, menghibur. dan mudah diperoleh
• Ketiga, Menyediakan waktu
Agar kemampuan membaca menjadi baik salah satu cara yang perlu dilakukan adalah mencediakan waktu rutin untuk selalu membaca
• Keempat, Membaca kritis
Setelah melakukan pemahaman terhadap isi/informasi, pembaca akan mengalami proses analisis dan evaluasi terhadap teks yang dibaca.

2. Model Pembelajaran Mendengarkan
a. Retelling stony
1) Guru menyiapkan bahan bacaan.
2) Salah satu siswa membaca dengan membaca nyaring.
3) Siswa menyimak dengan seksama.
4) Siswa ditugasi untuk menceritakan kembali isi bacaan dengan bahasa sendiri.
b. Bisik Berantai
1) Guru membisikkan suatu pesan kepada seorang siswa.
2) Siswa tersebut membisikkan pesan itu kepada siswa kedua.
3) Siswa kedua membisikkan pesan itu kepada siswa ketiga. Begitu seterusnya.
4) Siswa terakhir menyebutkan pesan itu dengan suara jelas di depan kelas.
5) Guru memeriksa apakah pesan itu benar-benar sarnpai pada siswa terakhir atau tidak.
c. Model Menvimak Secara Langsung/DLA (Direct Listening Activities)
Guru mengemukakan tujuan pembelajaran, membacakan judul teks simakan, bertanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan judul bahan simakan sebagai upaya untuk pembangkitan unsur siswa. Selanjutnya guru mengernukakan hal-hal pokok yang perlu dipahami siswa dalam menyimak.
d. Identifikasi Kata Kunci
1)    Setiap kalimat. paragraf, ataupun wacana selalu memiliki sejumlah kata yang dapat       mengungkapkan isi keseluruhan kalimat, paragraf atau wacana. Kata-kata yang dapat mewakili isi keseluruhan ini disebut kata kunci "key word'.
2)    Menyirnak isi kalimat yang panjang atau paragraf dan wacana pendek-pendek tidak perlu menangkap sernua kata-katanya. Cukup diingat beberapa kata kunci  yang merupakan inti pernbicaraan. Melalui perakitan kata kunci menjadi kalimat- kalimat utuh sampai isi singkat bahan simakan.
3)      Guru : Dengarkan baik-baik! Cari kata kunci kalimat berikut.
4)    Manusia, baik yang primitif maupun yang modern. selalu cenderung hidup berkelompok.
5)      Siswa: Menyimak. Menentukan kata kunci. Manusia hidup berkelompok

e.  Memperluas Kalimat
1)      Guru menyebutkan sebuah kalimat. Siswa mengucapkan kembali kalimat tersebut. Kembali guru mengulangi mengucapkan kalimat tadi. Kemudian guru mengucapkan kata atau kelompok kata lain. Siswa melengkapi kalimat tadi dengan kelompok kata yang disebutkan terakhir oleh guru. Hasilnya adalah kalimat yang diperluas.
2)      Lanjutan
f.  Menvelesaikan Cerita
1).  Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 3-4 orang. Guru mernanggil anggota kelompok pertama. misalnya kelompok 1. maju ke depan kelas. Yang bersangkutan disuruh bercerita, judul bebas kadanb kadang juga diitentukan oleh guru. Setelah yang bersangkutan bercerita, misalnya baru seperempat bagian is dipersilahkan guru untuk duduk.
2)      Cerita tersebut dilanjutkan oleh anggota kedua. Anggota ketiga maju melanjutkan cerita itu. Bagian terakhir cerita diselesaikan oleh anggota keempat. Kelas boleh   juga tidak dikelompokkan. Semua siswa harus slap dipanggil untuk bercerita.Sementara yang belum tampil ke depan harus menyimak benar-benarjalan cerita.Cara ini mernbuat kelas serius menyimak cerita yang sedang dituturkan.
3) Guru: Sekarang bunda punya suatu cerita. Tapi judulnya belum ada? Masih    dicari/belum diberi judul. Cerita ini akan disusun oleh empat orang siswa. Bagian     demi bagian akan ditampilkan di depan kelas. Anak-anak harus bersiap bercerita dan menvinak cerita. Mari kita mulai, Udin silakan ke depan kelas!
4)  Udin : Nilai mata pelaharan matematika saya 8. Saya belajar hampir setiap saat.Saya tak ingin nilai saya turun.
5)  Guru: Bagus. Udin. silahkan duduk. Cerita akan dilanjutkan oleh Anggi.
6)  Guru: Anggi lanjtkan cerita Udin tadi.
7)  Anggi: Ya dari pada menyesal saat ujian karena tidak bisa nggarap, lebih baik sekarang meniru Udin yang rajin belajar.
8)  Guru: Bagus. bagus! Anggi boleh duduk. Cerita akan dilanjutkan oleh Elma (dan seterusnya sampai guru menghentikan cerita itu. dan siswa diminta menentukan judulnya.



3. Model Pembelajaran Menulis
Kemampuan menulis berkorelasi dengan kemampuan membaca. tetapi sangat menulis cendrung diabaikan dalam pembelajaran
a. Model Brainstorming,
Langkah-Langkah:
1) Siswa dibentuk dalam beberapa kelompok yang heterogen.
2) Masing-masing kelompok berdiskusi menentukan topik tulisan dapat didasarkan    tema sentral yang diberikan guru atau memilih tema yang guru berikan.
3) Setelah menemukan terra tulisan dalam kelompoknya, mereka brainstorming untuk nenentukan topik tulisan per siswa (individu).
4) Brainstorming terus dilakukan dalam tahap prapenulisan, khususnya dalam hal         penggalian dan pengumpulan bahan tulisan.
5) Para siswa diberi kesempatan untuk menulis secara mandiri (sendiri-sendiri)
6) Setelah usai. mereka dikelompokkan lagi dalam kelompok semula dan dilakukan     tahap pascamenulis (editing &revising). Para siswa melakukan brainstorming      dalam mencermati tulisan teman lainnya.
7) Para siswa memperbaiki tulisannya kembali.
8) Tiap kelompok menyajikan beberapa atau satu tulisan yang dianggap paling baik di kelompoknya (dipilih oleh kelompok siswa yang hersangkutan) secara lisan.
9) Guru dan siswa lain merefleksi (menanggapi dan evaluasi) tulisan ternan yang          disajikan.
10)   Tulisan dikumpulkan dan dievaluasi oleh guru.
b. Model Brain writing , Langkah-langkah :
1)  Siswa dan guru mendiskusikan terra tulisan yang akan dituliskan.
2)  Siswa diberi kesempatan untuk melakukan proses prapenulisan secara individu atau      kelompok. balk indoor maupun outdoor. Jika berkelompok. hal-hal yang dibicarakan (diskusi) dan berbagai saran gagasan teman harus dituangkan dalam  kartu/lembar gagasan (boleh secara garis besar). Temuan siswa dalam kegiatan prapenulisan dituangkan dalam lembar/kartu gagasan.
3)  Siswa diberi kesempatan untuk menulis secara mandiri (sendiri-sendiri).
4)  Setelah selesai menulis draft. tulisan siswa ditukarkan dengan siswa lain, berpasangan/acak dan mereka melakukan tahap pascamenulis (editing &revising). Para siswa melakukan brain writing dalam menyunting tulisan teman lainnya.
5)  Siswa diminta memberikan saran, kornentar, gagasan. dan semacamnya atas tulisan       teman yang dibacanya secara tertulis dalam lembar/kartu gagasan.
6)  Setelah tulisan dikembalikan beserta kartu gagasan, para siswa memperbaiki tulisannya kembali.
7)  Beberapa siswa diminta menyajikan tulisannya secara lisan.
8)  Guru dan siswa lain merefleksi (menanggapi dan evaluasi) tulisan teman yang disajikan.
9)  Tulisan dikumpulkan dan dievaluasi oleh guru

c.  Model Roundtable
Model ini dikembangakan dengan dasar pendekatan kooperatif dan kontekstual. Tulisan yang paling tepat untukjenis ini adalah tulisan kreatif (cerpen. puisi. drama) dan beberapa tulisan faktual (narasi. deskripsi. dan lainnya). Model ini mengedepankan suatu kerjasama dalam kelompok untuk membuat tulisan bersama. Akan san(-Iat baik jika hal ini pun dikompetisikan dalam kelas tersebut.
d. Model Brown
Model ini didasari oleh pemahaman bahwa media pembelajaran merupakan suatu bagian yang sangat berpengaruh terhadap keefektifan pembelajaran. Apalagi media dan alat bantu belajar kian lama kian variatif dan interaktif. Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis dapat berupa media visual, audio, project motion, dll. di antaranya adalah garnbar, peta, bagan, grafik. foto, poster, iklan. perangko. video. OHP, dsb.
e. Model Sugesti - Imajinasi
Model ini mendasarkan pada menulis sebagai suatu proses yang perlu rangsangan menarik untuk memunculkan ide tulisan hal ini tetap menggunakan dasar menulis sebagai sebuah proses.






















DAFTAR PUSTAKA

Bakri, Umar. 2009. Keterampilan Berbahasa. (http://guru umarbakri.blogspot.com) diakses pada 21 April 2015 pukul 12:22 WIB

Hartati, tatat, dkk. 2009. Pendidikan bahasa dan satra Indonesia di kelas tinggi. Bandung: UPI Press












Tidak ada komentar:

Posting Komentar