Minggu, 03 Januari 2016

Konsep Dasar dan Dimensi Kurikulum




MAKALAH
KONSEP DASAR DAN DIMENSI KURIKULUM
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran


DISUSUN OLEH:

DITA HADAITA                   2227093176

III B - PGSD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2015



KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tak lupa pula Sholawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
            Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi Tugas harian mata kulaih Pendidikan Kurikulum dan Pembelajaran, dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam profesi keguruan.
            Terima kasih kepada Bapak Reksa Adya Pribadi, M. Pd, selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, jika tidak ada beliau tidak mungkin kami dapat menyusun makalah ini sedemikian rupa tanpa adanya ilmu dan bimbingan yang telah beliau sampaikan kepada kami.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan- masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
                                   
                                                                                                            Serang,   September 2015



                                                                                                                        Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1  Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2  Tujuan............................................................................................................................ 2
1.3  Ruang lingkup materi.................................................................................................... 2
BAB II DASAR TEORI/ LANDASAN TEORI .............................................................. 3
BAB III: PEMBAHASAN................................................................................................. 10
BAB IV: PENUTUP........................................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 20
4.2 Usul dan Saran.............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 22
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 23
 




                                                BAB I     
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Kurikulum ialah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan aja dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancang secara sistematis atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran (Dakir, 2010). Fungsi kurikulum dalam proses belajar mengajar sangat penting yakni kurikulum sebagai pedoman atau acuan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum di Indonesia selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kebutuhan pada zaman kurikulum dibentuk dan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan IPTEK (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni). Indonesia diakui masih ketinggalan dengan negara-negara lainnya. Oleh karena itu, bahan-bahan yang berupa IPTEKS yang dicantumkan dalam kurikulum di Indonesia yang masih selalu berusaha mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain.
Kurikulum secara berkala akan mengalami pembaharuan sesuai dengan kemajuan zaman. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.    
     Berdaarkan hasil penelitian Kusuma (2013), rancanangan kurikulum yang terdapat pada Bahan Uji Publik Kurikulum 2013 memiliki komponen-komponen pengembangan kurikulum yang terdiri dari komponen tujuan, komponen isi, komponen metode, dan komponen evaluasi. Untuk komponen tujuan, isi, dan metode sudah dapat dikatakan baik, namun untuk komponen evaluasi masih belum berperan secara maksimal.
     Berdasarkan hasil penelitian Sunaryo (2009) guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan kreativitas dalam menjalankan proses belajar mengajarnya agar peserta didik dapat menerima pesan dan makna dari materi yang disampaikan guru secara efektif dan efesien. Supaya proses pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang dijabarkan dalam rencana pembelajaran, guru harus mempunyai kemampuan atau kreativitas yang telah dijelaskan pada konsep kemampuan implementasi dan kreativitas guru.    
1.2     Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran ini adalah untuk mengetahui kemampuan guru masing-masing bidang dalam penerapan kurikulum 2013 di sekolah-sekolah pada umumnya.
Mengacu dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengertian dari kurikulum
2.      Mengetahui dimensi-dimensi dari kurikulum
3.      Mengetahui fungsi dari kurikulum
4.      Mengetahui berbagai peranan dari kurikulum

1.3     Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup kurikulum mencakup
a.       Kompetensi lulusan
b.      Materi/ isi pembelajaran
c.       Sumber belajar
d.      Strategi dan metode pembelajaran
e.       Beban dan masa studi, dan
f.       Sistem evaluasi hasil belajar peserta didik.


BAB II
Dasar Teori/ Landasan Materi

Terdapat beberapa faktor yang melandasi pengembangan kurikulum. Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat faktor, yaitu:
 (1) filosofis;
 (2) psikologis;
 (3) sosial-budaya; dan 
 (4) iptek. 
 Robert  S. Zais dalam Asep Herry Hernawan dkk, (2002) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : phylosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and learning theory.  Pada bagian lain, dikemukakan pula pendapat  dari Tyler tentang landasan pengembangan kurikulum yang mencakup:
 (1) studies of learner; 
 (2) sugestions from subject specialist;
(3) studies of contemporary life;
(4) use of psychology of learning; dan
 (5) use of phylosophy.
Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati (2003) mengemukakan lima landasan, yaitu :
(1) filosofis;
(2) yuridis;
 (3) sosiologis;
(4) empirik; dan
 (5) landasan teori. 
Selanjutnya, di bawah ini akan diuraikan tiga faktor utama yang melandasi kurikulum, yaitu : filosofis, psikologis dan Sosial-Budaya-IPTEK.
A.   Landasan Filosofis
Filsafat  memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme,  dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak   pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan  dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan  pada  kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat  pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme  menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan pada individu  sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami  dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan :  bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.  Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.  Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan  untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini  menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum,  penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
B.   Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua  bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu:
 (1) psikologi perkembangan dan
 (2) psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu,  yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.   Psikologi belajar  merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum. 
Sementara itu, berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“. 
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang  5 tipe kompetensi, yaitu :              
1.    motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2.    bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.   
3.    konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;                   
4.    pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan       
5.    keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif  lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan. Kelima kompetensi tersebut dapat diragakan dalam gambar berikut :
Masih dalam konteks  Kurikulum 2004,  E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik,  Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum 2004, yaitu :
(1) perbedaan tingkat kecerdasan;
(2) perbedaan kreativitas;
(3) perbedaan cacat fisik;
(4) kebutuhan peserta didik; dan
(5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

C.   Landasan Sosial-Budaya-IPTEK
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan   pelaksanaan  dan hasil pendidikan. Kita maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal  dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.  Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan  yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat.   Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat  untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi  yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang  
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang  tidak  mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo  berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati memaparkan kondisi-kondisi sosiologis yang terjadi saat ini. Dikemukakan, bahwa kurikulum perlu merespons terhadap perubahan yang terjadi dalam interaksi masyarakat lokal  dan masyarakat global.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. 
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Kurikulum  juga perlu memuat isu-isu global, seperti : demokrasi, hak dan kewajiban manusia, isu lingkungan, dan peningkatan konsensus terhadap nilai-nilai lokal dan universal.
BAB III
PEMBAHASAN

A.   Pengertian  Kurikulum
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan tradisional (klasik), kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah (Hilda Taba, 1962; Zais, 1976; Nana Sudjana, 1996; Nana S. Sukmadinata, 1997). Pelajaran-pelajaran apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. Sedangkan dalam pandangan modern, arti kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan       (J. Galen Saylor & William M. Alexander,1956; Ronald C. Doll, 1974).
Dalam hal ini, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa untuk mencari rumusan kurikulum dapat ditinjau dari empat dimensi, yaitu : (1) kurikulum sebagai suatu ide; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Dalam konteks pendidikan nasional, secara formal kurikulum lebih diartikan sebagai suatu rencana atau dokumen tertulis. Hal ini bisa dilihat dari pengertian kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yang berbunyi bahwa “ kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

B.    Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah,  pendidik mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan pengajaran atau sekarang lebih dikenal dengan istilah pembelajaran.Kegiatan pembelajaran diwujudkan dalam bentuk  interaksi  antara pendidik dengan peserta didik. Peserta didik memiliki tugas pokok belajar yakni berusaha memperoleh perubahan perilaku atau pencapaian kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya yang diperoleh dalam  berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, pendidik berupaya “menyampaikan” sejumlah isi dan bahan pembelajaran kepada peserta didik melalui proses atau cara tertentu, serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran, yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum. Dengan demikian, kurikulum dapat dikatakan sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan.
C.   Fungsi Kurikulum
Kurikulum memiliki tiga fungsi, yaitu:
1.    Fungsi bagi sekolah yang bersangkutan.
Kurikulum berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah (tujuan institusional dan tujuan pembelajaran) dan sebagai pedoman yang dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
2.    Fungsi bagi sekolah di tingkat yang lebih tinggi.
Kurikulum yang digunakan di suatu jenjang sekolah tertentu dijadikan sebagai dasar yang berkesinambungan bagi pengembangan kurikulum pada jenjang berikutnya. Misalnya, kurikulum yang berlaku di tingkat SD akan dijadikan dasar bagi pengembangan kurikum pada tingkat SLTP, begitu juga  seterusnya.
3.    Fungsi bagi masyarakat
Masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan tentunya memiliki harapan dan kepentingan tertentu terhadap sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus dapat mengakomodir harapan dan kepentingan masyarakat tersebut yang dituangkan dalam kurikulum.
D.   Hubungan Kurikulum dengan Teori Pendidikan
Telah dikemukan di atas bahwa rumusan kurikulum dapat diklasifikasikan dalam dua pandangan, yakni pandangan tradisional (klasik)  dan pandangan modern. Hal ini dimungkinkan karena terjadinya  pergeseran dalam teori-teori pendidikan.
Kurikulum memang memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan  teori pendidikan tertentu.
Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan empat jenis hubungan kurikulum dengan teori pendidikan, yaitu :
1.    Pendidikan klasik (classical education), yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi  diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
2.    Pendidikan pribadi (personalized education). Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi  tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator  dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis Parker dan John Dewey - memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Isi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik  lebih merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah,-- memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan ketulusan.  
3.    Teknologi pendidikan, yakni suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan  pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang  yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director  of learning), lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
4.    Pendidikan interaksional, yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama  dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan.
Dimensi-dimensi Kurikulum
Setiap pengertian kurikulum bukan hanya menunjukkan rumusan definisi dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan tanpa makna, tetapi juga menggambarkan scope and squences isi kurikulum, komponen-komponen kurikulum, dan aspek-aspek kegiatan kurikulum. William H.Schubert (1986), merinci pengertian kurikulum dalam berbagai dimensi, yaitu “kurikulum sebagai content atau subject matter, kurikulum sebagai program of planned activities, kurikulum sebagai intended learning outcomes, kurikulum sebagai cultural reproduction, kurikulum sebagai experience, kurikulum sebagai discrete tasks and concepts, kurikulum sebagai agenda for social reconstruction, dan kurikulum sebagai currere”.
George A.Beauchamp (1975) mengemukakan “in my opinion, there are three ways in which the term curriculum is most legitimately used. An individual, for instance, may legitimately speak of a curriculum…refer to a curriculum system… to identify a field of study”. S.Hamid Hasan (1988), berpendapat ada empat dimensi kurikulum yang saling berhubungan, yaitu “kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses), dan kurikulum sebagai suatu hasil belajar”. Selanjutnya, Nana Sy.Sukmadinata (2005) meninjau kurikulum dari tiga dimensi, yaitu “kurikulum sebagai ilmu, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai rencana”. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada enam dimensi kurikulum, yaitu :
1.      Kurikulum sebagai suatu ide
Ide atau konsep kurikulum bersifat dinamis, dalam arti akan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, minat dan kebutuhan peserta didik, tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ide atau gagasan tentang kurikulum hanya ada dalam pemikiran seseorang yang terlibat dalam proses pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti Kepala Dinas Pendidikan, pengawas, kepala sekolah, guru, peserta didik, orang tua, dan sebagainya. Ketika orang berpikir tentang tujuan sekolah, materi yang harus disampaikan kepada peserta didik, kegiatan yang harus dilakukan oleh guru, orang tua dan peserta didik, objek evaluasi, maka itulah dimensi kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi. Paling tidak itulah konsep kurikulum menurut mereka. Ide atau konsepsi kurikulum setiap orang tentu berbeda, sekalipun orang-orang tersebut berada dalam satu keluarga. Perbedaan ide dari orang-orang tersebut sangat penting untuk dianalisis bahkan dapat dijadikan landasan pengembangan kurikulum.
Dimensi kurikulum sebagai suatu ide, biasanya dijadikan langkah awal dalam pengembangan kurikulum, yaitu ketika melakukan studi pendapat. Dari sekian banyak ide-ide yang berkembang dalam studi pendapat tersebut, maka akan dipilih dan ditentukan ide-ide mana yang dianggap paling kreatif, inovatif, dan konstruktif sesuai dengan visi-misi dan tujuan pendidikan nasional. Pemilihan ide-ide tersebut pada akhirnya akan dipilih dalam sebuah pertemuan konsultatif berdasarkan tingkat pengambil keputusan yang tertinggi. Di Indonesia, pengambil keputusan yang tertinggi adalah Menteri Pendidikan Nasional. Beliau juga sebagai penentu kebijakan kurikulum yang berlaku secara nasional. Mengingat pengaruhnya yang begitu kuat dan besar, serta memiliki kedudukan yang sangat strategis, maka tim pengembang kurikulum biasanya akan mengacu kepada ide atau konsep kurikulum menurut menteri tersebut. Selanjutnya, ide-ide Mendiknas dituangkan dalam sebuah kebijakan umum sampai menjadi dimensi kurikulum sebagai rencana.
2.      Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis
Dimensi kurikulum sebagai rencana biasanya tertuang dalam suatu dokumen tertulis. Dimensi ini menjadi banyak perhatian orang, karena wujudnya dapat dilihat, mudah dibaca dan dianalisis. Dimensi kurikulum ini pada dasarnya merupakan realisasi dari dimensi kurikulum sebagai ide. Aspek-aspek penting yang perlu dibahas, antara lain : pengembangan tujuan dan kompetensi, struktur kurikulum, kegiatan dan pengalaman belajar, organisasi kurikulum, manajemen kurikulum, hasil belajar, dan sistem evaluasi. Kurikulum sebagai ide harus mengikuti pola dan ketentuan-ketentuan kurikulum sebagai rencana. Dalam praktiknya, seringkali kurikulum sebagai rencana banyak mengalami kesulitan, karena ide-ide yang ingin disampaikan terlalu umum dan banyak yang tidak dimengerti oleh para pelaksana kurikulum.
3.      Kurikulum sebagai suatu kegiatan
Kurikulum dalam dimensi ini merupakan kurikulum yang sesungguhnya terjadi di lapangan (real curriculum). Peserta didik mungkin saja memikirkan kurikulum sebagai ide, tetapi apa yang dialaminya merupakan kurikulum sebagai kenyataan. Antara ide dan pengalaman mungkin sejalan tetapi mungkin juga tidak. Banyak ahli kurikulum yang masih mempertentangkan dimensi ini, dalam arti apakah sesuatu kegiatan termasuk kurikulum atau bukan. Misalnya, MacDonald (1965), Johnson (1971), Popham dan Baker (1970), Inlow (1973), dan Beauchamp (1975) tidak menganggap suatu kegiatan sebagai kurikulum. Bagi Beauchamp, kurikulum adalah a written document yang masuk dalam dimensi rencana, sedangkan ahli lainnya melihat kurikulum hanya sebagai hasil belajar. Namun demikian, banyak juga ahli kurikulum lain yang mengatakan suatu kegiatan atau proses termasuk kurikulum, seperti Frost dan Rowland (1969), Zais (1976), Egan (1978), Hunkins (1980), Tanner and Tanner (1980), serta Schubert (1986).
Kurikulum harus dimaknai dalam satu kesatuan yang utuh. Jika suatu kegiatan tidak termasuk kurikulum berarti semua kegiatan di sekolah atau di luar sekolah (seperti program latihan profesi, kuliah kerja nyata, dan lain-lain) tidak termasuk kurikulum. Dengan demikian, hasil belajar peserta didik juga bukan kurikulum. Padahal apa yang diperoleh peserta didik di sekolah maupun di luar sekolah merupakan refleksi dan realisasi dari dimensi kurikulum sebagai rencana tertulis. Apa yang dilakukan peserta didik di kelas juga merupakan implementasi kurikulum. Artinya, antara kurikulum sebagai ide dengan kurikulum sebagai kegiatan (proses) merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, suatu kesatuan yang utuh. Tidak ada alasan untuk mengatakan dimensi kurikulum sebagai suatu kegiatan bukan merupakan kurikulum, karena semua kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah merupakan bagian dari kurikulum.
4.      Kurikulum sebagai hasil belajar
Hasil belajar adalah kurikulum tetapi kurikulum bukan hasil belajar. Pernyataan ini perlu dipahami sejak awal, karena banyak orang tahu bahwa hasil belajar merupakan bagian dari kurikulum, tetapi kurikulum bukan hanya hasil belajar. Banyak juga orang tidak tahu bahwa pengertian kurikulum dapat dilihat dari dimensi hasil belajar, karena memang tidak dirumuskan secara formal. Begitu juga ketika dilakukan evaluasi secara formal tentang kurikulum, pada umumnya orang selalu mengaitkannya dengan hasil belajar. Sekalipun, evaluasi kurikulum sebenarnya jauh lebih luas daripada penilaian hasil belajar. Artinya, hasil belajar bukan satu-satunya objek evaluasi kurikulum. Namun demikian, hasil belajar dapat dijadikan sebagai salah satu dimensi pengertian kurikulum. Evaluasi kurikulum ditujukan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi kurikulum, sedangkan fungsinya adalah untuk memperbaiki, menyempurnakan atau mengganti kurikulum dalam dimensi sebagai rencana.
Hasil belajar sebagai bagian dari kurikulum terdiri atas berbagai domain, seperti pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Secara teoritis, domain hasil belajar tersebut dapat dipisahkan, tetapi secara praktis domain tersebut harus bersatu. Hasil belajar juga banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor guru, peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan. Kurikulum sebagai hasil belajar merupakan kelanjutan dan dipengaruhi oleh kurikulum sebagai kegiatan serta kurikulum sebagai ide. Menurut Zainal Arifin (2009) hasil belajar memiliki beberapa fungsi utama, yaitu “sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik, sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, sebagai indikator interen dan eksteren dari suatu institusi pendidikan, dan dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) peserta didik”.
5.      Kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu
Sebagai suatu disiplin ilmu, berarti kurikulum memiliki konsep, prinsip, prosedur, asumsi, dan teori yang dapat dianalisis dan dipelajari oleh pakar kurikulum, peneliti kurikulum, guru atau calon guru, kepala sekolah, pengawas atau tenaga kependidikan lainnya yang ingin mempelajari tentang kurikulum. Di Indonesia, pada tingkat sekolah menengah pernah ada Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Sekolah Guru Atas, Pendidikan Guru Agama (PGA) dan lain-lain. Pada tingkat universitas ada juga program studi pengembangan kurikulum, baik di jenjang S.1 (sarjana), S.2 (magister) maupun S.3 (Doktor). Semua peserta didiknya wajib mempelajari tentang kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu adalah untuk mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
6.      Kurikulum sebagai suatu sistem
Sistem kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem persekolahan, dan sistem masyarakat. Suatu sitem kurikulum di sekolah merupakan sistem tentang kurikulum apa yang akan disusun dan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa sistem kurikulum mencakup tahap-tahap pengembangan kurikulum itu sendiri, mulai dari perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, evaluasi kurikulum, perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum. Kurikulum sebagai suatu sistem juga menggambarkan tentang komponen-komponen kurikulum.










BAB IV
Penutup

4.1  Kesimpulan
Awal mulanya kata curriculum digunakan dalam bidang olahraga karena memiliki arti suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai dengan finish.  Namun pada tahun 1995 istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan di lembaga pendidikan. Berdasarkan seluruh pandangan dari berbagai sudut mengenai pengertian kurikulum, maka dapat disimpulkan pengertian kurikulum adalah sederet rancangan peraturan pembelajaran yang dibuat oleh institusi pendidikan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengertian kurikulum terus berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Namun dalam pengkajiannya bisa ditinjau melalui sudut pandang dimensi yang telah dikemukakan oleh para ahli diantaranya : R. Ibrahim (2005) yang mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Ada pula Hamid Hasan (1988) yang mengelompokan kurikulum menjadi empat dimensi dimana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Kemudian Purwadi (2003) yang memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian.
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah atau madrasah memiliki fungsi sebagai acuan atau pedoman dalam kegiatan pendidikan. Selain itu memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan diantaranya ada peranan konservatif, kreatif serta kritis dan evaluatif.

4.2  Usul dan Saran
Agar pemerintah lebih teliti lagi dalam memilih kurikulum pembelajaran, supaya tidak ada lagi pihak yang merasa dirugikan dalam penerapan kurikulum yang di terapkan oleh pemerintah.


















DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal (2013), Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Cetakan Ke-3, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
http://www.4shared.com/office/tnIwZCxgce/Dimensi-dimensi_Kurikulum.html
Zainal Arifin di 21.34
Aji, Wisnu. (tanpa tahun). Apa itu Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://wisnuajiku.wordpress.com/apa-itu-kurikulum/ [16 September 2014]
Anonim. (2013). Pengertian Kurikulum Menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia: http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-kurikulum-menurut-para-ahli.html [16 September 2014]
Asyharbeni. (2013). Peran dan Fungsi Kurikulum. [Online]. Tersedia : https://asyharbeni.files.wordpress.com/2013/09/peran-dan-fungsi-kurikulum.pdf [17 September 2014]
Kurnia, Wawan Haris. (2012). Pengertian, Fungsi, Dimensi, dan Peranan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://wawanhariskurnia.blogspot.com/2012/12/pengertian-fungsi-dimensi-peranan.html [17 September 2014]
hadhi cahyadi di 00.56





LAMPIRAN
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar