MAKALAH
KONSEP DASAR DAN DIMENSI KURIKULUM
Diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
DISUSUN OLEH:
DITA HADAITA 2227093176
III B - PGSD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tak
lupa pula Sholawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
Makalah
ini dibuat dalam rangka memenuhi Tugas harian mata kulaih Pendidikan Kurikulum
dan Pembelajaran, dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam profesi keguruan.
Terima
kasih kepada Bapak Reksa Adya Pribadi, M. Pd, selaku pembimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini, jika tidak ada beliau tidak mungkin kami dapat
menyusun makalah ini sedemikian rupa tanpa adanya ilmu dan bimbingan yang telah
beliau sampaikan kepada kami.
Harapan kami
semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini
kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan- masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Serang, September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR
ISI ..................................................................................................................... ii
BAB
I: PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................................................ 2
1.3 Ruang lingkup materi.................................................................................................... 2
BAB
II DASAR TEORI/ LANDASAN TEORI .............................................................. 3
BAB
III: PEMBAHASAN................................................................................................. 10
BAB
IV: PENUTUP........................................................................................................... 20
4.1
Kesimpulan.................................................................................................................... 20
4.2
Usul dan Saran.............................................................................................................. 21
DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................................................ 22
LAMPIRAN
...................................................................................................................... 23
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum
ialah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan aja dan pengalaman
belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancang secara sistematis atas
dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran
bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Dakir, 2010). Fungsi kurikulum dalam proses belajar mengajar sangat penting
yakni kurikulum sebagai pedoman atau acuan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum di Indonesia selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kebutuhan pada
zaman kurikulum dibentuk dan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan
IPTEK (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni). Indonesia diakui masih ketinggalan
dengan negara-negara lainnya. Oleh karena itu, bahan-bahan yang berupa IPTEKS
yang dicantumkan dalam kurikulum di Indonesia yang masih selalu berusaha
mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain.
Kurikulum
secara berkala akan mengalami pembaharuan sesuai dengan kemajuan zaman.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 36 Ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Berdaarkan hasil penelitian Kusuma (2013),
rancanangan kurikulum yang terdapat pada Bahan Uji Publik Kurikulum 2013
memiliki komponen-komponen pengembangan kurikulum yang terdiri dari komponen
tujuan, komponen isi, komponen metode, dan komponen evaluasi. Untuk komponen
tujuan, isi, dan metode sudah dapat dikatakan baik, namun untuk komponen
evaluasi masih belum berperan secara maksimal.
Berdasarkan hasil penelitian Sunaryo (2009)
guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan kreativitas dalam menjalankan proses
belajar mengajarnya agar peserta didik dapat menerima pesan dan makna dari
materi yang disampaikan guru secara efektif dan efesien. Supaya proses
pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang dijabarkan dalam rencana
pembelajaran, guru harus mempunyai kemampuan atau kreativitas yang telah
dijelaskan pada konsep kemampuan implementasi dan kreativitas guru.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
proses pembelajaran ini adalah untuk mengetahui kemampuan guru masing-masing
bidang dalam penerapan kurikulum 2013 di sekolah-sekolah pada umumnya.
Mengacu dari rumusan masalah diatas,
maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari kurikulum
2. Mengetahui dimensi-dimensi dari
kurikulum
3. Mengetahui fungsi dari kurikulum
4. Mengetahui berbagai peranan dari
kurikulum
1.3
Ruang
Lingkup Materi
Ruang lingkup kurikulum mencakup
a. Kompetensi lulusan
b. Materi/ isi pembelajaran
c. Sumber belajar
d. Strategi dan metode pembelajaran
e. Beban dan masa studi, dan
f. Sistem evaluasi hasil belajar peserta
didik.
BAB II
Dasar Teori/ Landasan
Materi
Terdapat beberapa
faktor yang melandasi pengembangan kurikulum. Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan empat faktor, yaitu:
(1) filosofis;
(2) psikologis;
(3) sosial-budaya; dan
(4) iptek.
Robert S. Zais dalam Asep Herry Hernawan
dkk, (2002) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu :
phylosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual,
and learning theory. Pada bagian lain, dikemukakan pula pendapat
dari Tyler tentang landasan pengembangan kurikulum yang mencakup:
(1) studies of learner;
(2) sugestions from subject specialist;
(3) studies of
contemporary life;
(4) use of psychology
of learning; dan
(5) use of phylosophy.
Berkenaan dengan
pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati (2003) mengemukakan lima
landasan, yaitu :
(1) filosofis;
(2) yuridis;
(3) sosiologis;
(4) empirik; dan
(5) landasan teori.
Selanjutnya, di bawah
ini akan diuraikan tiga faktor utama yang melandasi kurikulum, yaitu :
filosofis, psikologis dan Sosial-Budaya-IPTEK.
A. Landasan
Filosofis
Filsafat
memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam
Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti :
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa
berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan
mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan
merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan
tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum.
Perenialisme
lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih
penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut
faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal
yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi
ke masa lalu.
Essensialisme
menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama
halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa
lalu.
Eksistensialisme
menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan
makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa
pengalaman itu ?
Progresivisme
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan
landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir
kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini
menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Masing-masing
aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena
itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat
cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan
mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
B. Landasan
Psikologis
Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu:
(1) psikologi perkembangan dan
(2) psikologi belajar.
Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan,
tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari
pengembangan kurikulum.
Sementara itu,
berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori
psikologi yang mendasari Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi. Dengan
mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi
bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang
merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau
penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya,
dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu
:
1.
motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau
keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2.
bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai
situasi atau informasi.
3.
konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image
seseorang;
4.
pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
dan
5.
keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi
tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia
atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada
permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif
lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian
seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah
dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini.
Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan
dikembangkan. Kelima kompetensi tersebut dapat diragakan dalam gambar berikut :
Masih dalam
konteks Kurikulum 2004, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek
perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa
sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu
diperhatikan dalam Kurikulum 2004, yaitu :
(1) perbedaan tingkat
kecerdasan;
(2) perbedaan
kreativitas;
(3) perbedaan cacat
fisik;
(4) kebutuhan peserta
didik; dan
(5) pertumbuhan dan
perkembangan kognitif.
C. Landasan
Sosial-Budaya-IPTEK
Kurikulum dapat
dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita
maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk
terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan
semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik
berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan
masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan
kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi,
karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan
masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur
pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek
penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur
cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat.
Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi
kehidupan lainnya.
Sejalan dengan
perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut
berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan
perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di
sekitar masyarakat.
Israel Scheffer
(Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang.
Pada awalnya,
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat.
Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal manusia telah
mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang
tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap
mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan
dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20,
pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan
orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Perkembangan dalam
bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan
komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
Berkenaan dengan
pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati memaparkan kondisi-kondisi
sosiologis yang terjadi saat ini. Dikemukakan, bahwa kurikulum perlu merespons
terhadap perubahan yang terjadi dalam interaksi masyarakat lokal dan
masyarakat global.
Kemajuan cepat
dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah
berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan
politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan
cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu,
dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan
melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan
canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan
meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar
(learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta
mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Kurikulum juga perlu memuat isu-isu global, seperti : demokrasi, hak dan
kewajiban manusia, isu lingkungan, dan peningkatan konsensus terhadap
nilai-nilai lokal dan universal.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Untuk
mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan
pandangan yang beragam. Dalam pandangan tradisional (klasik), kurikulum
dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah (Hilda Taba, 1962; Zais,
1976; Nana Sudjana, 1996; Nana S. Sukmadinata, 1997). Pelajaran-pelajaran
apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. Sedangkan dalam pandangan
modern, arti kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu
yang nyata terjadi dalam proses
pendidikan (J. Galen Saylor &
William M. Alexander,1956; Ronald C. Doll, 1974).
Dalam hal ini,
Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa untuk mencari rumusan kurikulum dapat
ditinjau dari empat dimensi, yaitu : (1) kurikulum sebagai suatu ide; (2)
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum
sebagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan
pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan (4) kurikulum
sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu
kegiatan.
Dalam konteks
pendidikan nasional, secara formal kurikulum lebih diartikan sebagai suatu
rencana atau dokumen tertulis. Hal ini bisa dilihat dari pengertian kurikulum
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003, yang berbunyi bahwa “ kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
B.
Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, pendidik mempunyai tugas
pokok untuk melaksanakan pengajaran atau sekarang lebih dikenal dengan istilah
pembelajaran.Kegiatan pembelajaran diwujudkan dalam
bentuk interaksi antara pendidik dengan peserta didik.
Peserta didik memiliki tugas pokok belajar yakni berusaha memperoleh perubahan
perilaku atau pencapaian kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya
yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu, pendidik berupaya “menyampaikan” sejumlah isi dan
bahan pembelajaran kepada peserta didik melalui proses atau cara tertentu,
serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran,
yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum. Dengan demikian, kurikulum
dapat dikatakan sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan.
C. Fungsi Kurikulum
Kurikulum memiliki tiga fungsi, yaitu:
1. Fungsi bagi sekolah yang bersangkutan.
Kurikulum berfungsi sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan di sekolah (tujuan institusional dan tujuan
pembelajaran) dan sebagai pedoman yang dijadikan acuan dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
2. Fungsi bagi sekolah di tingkat yang lebih tinggi.
Kurikulum yang digunakan di suatu jenjang
sekolah tertentu dijadikan sebagai dasar yang berkesinambungan bagi
pengembangan kurikulum pada jenjang berikutnya. Misalnya, kurikulum yang
berlaku di tingkat SD akan dijadikan dasar bagi pengembangan kurikum pada
tingkat SLTP, begitu juga seterusnya.
3. Fungsi bagi masyarakat
Masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan
tentunya memiliki harapan dan kepentingan tertentu terhadap sekolah. Oleh
karena itu, sekolah harus dapat mengakomodir harapan dan kepentingan masyarakat
tersebut yang dituangkan dalam kurikulum.
D. Hubungan Kurikulum dengan Teori Pendidikan
Telah dikemukan di atas bahwa rumusan kurikulum dapat diklasifikasikan
dalam dua pandangan, yakni pandangan tradisional (klasik) dan pandangan
modern. Hal ini dimungkinkan karena terjadinya pergeseran dalam
teori-teori pendidikan.
Kurikulum memang memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori
pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa
teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori
pendidikan tertentu.
Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan empat jenis hubungan kurikulum
dengan teori pendidikan, yaitu :
1. Pendidikan klasik
(classical education), yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya
memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih
menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau
materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan
dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan
sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih
dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima
informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
2. Pendidikan pribadi
(personalized education). Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa
sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan
harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan
bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik
menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi
kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan
pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan
progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya-
Francis Parker dan John Dewey - memandang bahwa peserta didik merupakan satu
kesatuan yang utuh. Isi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik
sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap
masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia
dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih
merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai
dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal
dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang
setiap individu dalam keadaan fitrah,-- memiliki nurani kejujuran, kebenaran
dan ketulusan.
3. Teknologi pendidikan,
yakni suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan
klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara
keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah
pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan
pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi
pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa
data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada
kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain
pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan
para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk
menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa
refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat.
Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning), lebih
banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
4. Pendidikan interaksional,
yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia
sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama
dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga
berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan
interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik
kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik
dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia
dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog.
Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta.
Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut,
memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam
konteks kehidupan.
Dimensi-dimensi
Kurikulum
Setiap
pengertian kurikulum bukan hanya menunjukkan rumusan definisi dalam bentuk
pernyataan atau pertanyaan tanpa makna, tetapi juga menggambarkan scope and
squences isi kurikulum, komponen-komponen kurikulum, dan aspek-aspek kegiatan
kurikulum. William H.Schubert (1986), merinci pengertian kurikulum dalam
berbagai dimensi, yaitu “kurikulum sebagai content atau subject matter,
kurikulum sebagai program of planned activities, kurikulum sebagai intended
learning outcomes, kurikulum sebagai cultural reproduction, kurikulum sebagai
experience, kurikulum sebagai discrete tasks and concepts, kurikulum sebagai
agenda for social reconstruction, dan kurikulum sebagai currere”.
George
A.Beauchamp (1975) mengemukakan “in my opinion, there are three ways in which
the term curriculum is most legitimately used. An individual, for instance, may
legitimately speak of a curriculum…refer to a curriculum system… to identify a
field of study”. S.Hamid Hasan (1988), berpendapat ada empat dimensi kurikulum
yang saling berhubungan, yaitu “kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi,
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan
(proses), dan kurikulum sebagai suatu hasil belajar”. Selanjutnya, Nana
Sy.Sukmadinata (2005) meninjau kurikulum dari tiga dimensi, yaitu “kurikulum
sebagai ilmu, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai rencana”. Dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada enam
dimensi kurikulum, yaitu :
1.
Kurikulum sebagai suatu ide
Ide
atau konsep kurikulum bersifat dinamis, dalam arti akan selalu berubah
mengikuti perkembangan zaman, minat dan kebutuhan peserta didik, tuntutan
masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ide atau gagasan tentang kurikulum
hanya ada dalam pemikiran seseorang yang terlibat dalam proses pendidikan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, seperti Kepala Dinas Pendidikan, pengawas,
kepala sekolah, guru, peserta didik, orang tua, dan sebagainya. Ketika orang
berpikir tentang tujuan sekolah, materi yang harus disampaikan kepada peserta
didik, kegiatan yang harus dilakukan oleh guru, orang tua dan peserta didik,
objek evaluasi, maka itulah dimensi kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi.
Paling tidak itulah konsep kurikulum menurut mereka. Ide atau konsepsi
kurikulum setiap orang tentu berbeda, sekalipun orang-orang tersebut berada
dalam satu keluarga. Perbedaan ide dari orang-orang tersebut sangat penting
untuk dianalisis bahkan dapat dijadikan landasan pengembangan kurikulum.
Dimensi
kurikulum sebagai suatu ide, biasanya dijadikan langkah awal dalam pengembangan
kurikulum, yaitu ketika melakukan studi pendapat. Dari sekian banyak ide-ide
yang berkembang dalam studi pendapat tersebut, maka akan dipilih dan ditentukan
ide-ide mana yang dianggap paling kreatif, inovatif, dan konstruktif sesuai
dengan visi-misi dan tujuan pendidikan nasional. Pemilihan ide-ide tersebut
pada akhirnya akan dipilih dalam sebuah pertemuan konsultatif berdasarkan
tingkat pengambil keputusan yang tertinggi. Di Indonesia, pengambil keputusan
yang tertinggi adalah Menteri Pendidikan Nasional. Beliau juga sebagai penentu
kebijakan kurikulum yang berlaku secara nasional. Mengingat pengaruhnya yang
begitu kuat dan besar, serta memiliki kedudukan yang sangat strategis, maka tim
pengembang kurikulum biasanya akan mengacu kepada ide atau konsep kurikulum
menurut menteri tersebut. Selanjutnya, ide-ide Mendiknas dituangkan dalam
sebuah kebijakan umum sampai menjadi dimensi kurikulum sebagai rencana.
2.
Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis
Dimensi
kurikulum sebagai rencana biasanya tertuang dalam suatu dokumen tertulis.
Dimensi ini menjadi banyak perhatian orang, karena wujudnya dapat dilihat,
mudah dibaca dan dianalisis. Dimensi kurikulum ini pada dasarnya merupakan
realisasi dari dimensi kurikulum sebagai ide. Aspek-aspek penting yang perlu
dibahas, antara lain : pengembangan tujuan dan kompetensi, struktur kurikulum,
kegiatan dan pengalaman belajar, organisasi kurikulum, manajemen kurikulum,
hasil belajar, dan sistem evaluasi. Kurikulum sebagai ide harus mengikuti pola
dan ketentuan-ketentuan kurikulum sebagai rencana. Dalam praktiknya, seringkali
kurikulum sebagai rencana banyak mengalami kesulitan, karena ide-ide yang ingin
disampaikan terlalu umum dan banyak yang tidak dimengerti oleh para pelaksana
kurikulum.
3.
Kurikulum sebagai suatu kegiatan
Kurikulum
dalam dimensi ini merupakan kurikulum yang sesungguhnya terjadi di lapangan
(real curriculum). Peserta didik mungkin saja memikirkan kurikulum sebagai ide,
tetapi apa yang dialaminya merupakan kurikulum sebagai kenyataan. Antara ide
dan pengalaman mungkin sejalan tetapi mungkin juga tidak. Banyak ahli kurikulum
yang masih mempertentangkan dimensi ini, dalam arti apakah sesuatu kegiatan
termasuk kurikulum atau bukan. Misalnya, MacDonald (1965), Johnson (1971),
Popham dan Baker (1970), Inlow (1973), dan Beauchamp (1975) tidak menganggap
suatu kegiatan sebagai kurikulum. Bagi Beauchamp, kurikulum adalah a written
document yang masuk dalam dimensi rencana, sedangkan ahli lainnya melihat
kurikulum hanya sebagai hasil belajar. Namun demikian, banyak juga ahli
kurikulum lain yang mengatakan suatu kegiatan atau proses termasuk kurikulum,
seperti Frost dan Rowland (1969), Zais (1976), Egan (1978), Hunkins (1980),
Tanner and Tanner (1980), serta Schubert (1986).
Kurikulum
harus dimaknai dalam satu kesatuan yang utuh. Jika suatu kegiatan tidak
termasuk kurikulum berarti semua kegiatan di sekolah atau di luar sekolah
(seperti program latihan profesi, kuliah kerja nyata, dan lain-lain) tidak
termasuk kurikulum. Dengan demikian, hasil belajar peserta didik juga bukan
kurikulum. Padahal apa yang diperoleh peserta didik di sekolah maupun di luar
sekolah merupakan refleksi dan realisasi dari dimensi kurikulum sebagai rencana
tertulis. Apa yang dilakukan peserta didik di kelas juga merupakan implementasi
kurikulum. Artinya, antara kurikulum sebagai ide dengan kurikulum sebagai kegiatan
(proses) merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, suatu kesatuan yang
utuh. Tidak ada alasan untuk mengatakan dimensi kurikulum sebagai suatu
kegiatan bukan merupakan kurikulum, karena semua kegiatan di sekolah maupun di
luar sekolah atas tanggung jawab sekolah merupakan bagian dari kurikulum.
4.
Kurikulum sebagai hasil belajar
Hasil
belajar adalah kurikulum tetapi kurikulum bukan hasil belajar. Pernyataan ini
perlu dipahami sejak awal, karena banyak orang tahu bahwa hasil belajar merupakan
bagian dari kurikulum, tetapi kurikulum bukan hanya hasil belajar. Banyak juga
orang tidak tahu bahwa pengertian kurikulum dapat dilihat dari dimensi hasil
belajar, karena memang tidak dirumuskan secara formal. Begitu juga ketika
dilakukan evaluasi secara formal tentang kurikulum, pada umumnya orang selalu
mengaitkannya dengan hasil belajar. Sekalipun, evaluasi kurikulum sebenarnya
jauh lebih luas daripada penilaian hasil belajar. Artinya, hasil belajar bukan
satu-satunya objek evaluasi kurikulum. Namun demikian, hasil belajar dapat
dijadikan sebagai salah satu dimensi pengertian kurikulum. Evaluasi kurikulum
ditujukan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi kurikulum, sedangkan
fungsinya adalah untuk memperbaiki, menyempurnakan atau mengganti kurikulum
dalam dimensi sebagai rencana.
Hasil
belajar sebagai bagian dari kurikulum terdiri atas berbagai domain, seperti
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Secara teoritis, domain hasil
belajar tersebut dapat dipisahkan, tetapi secara praktis domain tersebut harus
bersatu. Hasil belajar juga banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya faktor guru, peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan.
Kurikulum sebagai hasil belajar merupakan kelanjutan dan dipengaruhi oleh
kurikulum sebagai kegiatan serta kurikulum sebagai ide. Menurut Zainal Arifin
(2009) hasil belajar memiliki beberapa fungsi utama, yaitu “sebagai indikator
kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik, sebagai
lambang pemuasan hasrat ingin tahu, sebagai bahan informasi dalam inovasi
pendidikan, sebagai indikator interen dan eksteren dari suatu institusi
pendidikan, dan dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan)
peserta didik”.
5.
Kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu
Sebagai
suatu disiplin ilmu, berarti kurikulum memiliki konsep, prinsip, prosedur,
asumsi, dan teori yang dapat dianalisis dan dipelajari oleh pakar kurikulum,
peneliti kurikulum, guru atau calon guru, kepala sekolah, pengawas atau tenaga
kependidikan lainnya yang ingin mempelajari tentang kurikulum. Di Indonesia,
pada tingkat sekolah menengah pernah ada Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Sekolah
Guru Atas, Pendidikan Guru Agama (PGA) dan lain-lain. Pada tingkat universitas
ada juga program studi pengembangan kurikulum, baik di jenjang S.1 (sarjana),
S.2 (magister) maupun S.3 (Doktor). Semua peserta didiknya wajib mempelajari
tentang kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu adalah untuk
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
6.
Kurikulum sebagai suatu sistem
Sistem
kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem
persekolahan, dan sistem masyarakat. Suatu sitem kurikulum di sekolah merupakan
sistem tentang kurikulum apa yang akan disusun dan bagaimana kurikulum itu
dilaksanakan. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa sistem kurikulum mencakup
tahap-tahap pengembangan kurikulum itu sendiri, mulai dari perencanaan
kurikulum, pelaksanaan kurikulum, evaluasi kurikulum, perbaikan dan
penyempurnaan
kurikulum. Kurikulum sebagai suatu sistem juga menggambarkan tentang
komponen-komponen kurikulum.
BAB
IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Awal mulanya kata curriculum
digunakan dalam bidang olahraga karena memiliki arti suatu jarak yang harus
ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai dengan finish. Namun
pada tahun 1995 istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, dengan
pengertian sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang
harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan di lembaga pendidikan.
Berdasarkan seluruh pandangan dari berbagai sudut mengenai pengertian
kurikulum, maka dapat disimpulkan pengertian kurikulum adalah sederet rancangan
peraturan pembelajaran yang dibuat oleh institusi pendidikan untuk membantu
peserta didik mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengertian kurikulum terus
berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Namun
dalam pengkajiannya bisa ditinjau melalui sudut pandang dimensi yang telah
dikemukakan oleh para ahli diantaranya : R. Ibrahim (2005) yang mengelompokkan
kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu: kurikulum sebagai substansi, kurikulum
sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Ada pula Hamid Hasan (1988)
yang mengelompokan kurikulum menjadi empat dimensi dimana satu dimensi dengan
dimensi lainnya saling berhubungan. Kemudian Purwadi (2003) yang memilah
pengertian kurikulum menjadi enam bagian.
Kurikulum dalam pendidikan formal
di sekolah atau madrasah memiliki fungsi sebagai acuan atau pedoman dalam
kegiatan pendidikan. Selain itu memiliki peranan yang sangat strategis dan
menentukan pencapaian tujuan pendidikan diantaranya ada peranan konservatif,
kreatif serta kritis dan evaluatif.
4.2 Usul dan Saran
Agar
pemerintah lebih teliti lagi dalam memilih kurikulum pembelajaran, supaya tidak
ada lagi pihak yang merasa dirugikan dalam penerapan kurikulum yang di terapkan
oleh pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Zainal (2013),
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Cetakan Ke-3, Bandung : PT.Remaja
Rosdakarya.
http://www.4shared.com/office/tnIwZCxgce/Dimensi-dimensi_Kurikulum.html
Zainal Arifin di 21.34
Aji, Wisnu. (tanpa
tahun). Apa itu Kurikulum. [Online]. Tersedia:
http://wisnuajiku.wordpress.com/apa-itu-kurikulum/ [16 September 2014]
Anonim. (2013).
Pengertian Kurikulum Menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia:
http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-kurikulum-menurut-para-ahli.html
[16 September 2014]
Asyharbeni. (2013).
Peran dan Fungsi Kurikulum. [Online]. Tersedia : https://asyharbeni.files.wordpress.com/2013/09/peran-dan-fungsi-kurikulum.pdf
[17 September 2014]
Kurnia, Wawan Haris.
(2012). Pengertian, Fungsi, Dimensi, dan Peranan Kurikulum. [Online]. Tersedia:
http://wawanhariskurnia.blogspot.com/2012/12/pengertian-fungsi-dimensi-peranan.html
[17 September 2014]
hadhi cahyadi di 00.56
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar